Minggu, 24 April 2011

BUKTI KEBANGKITAN YESUS 证据耶稣的复活

BUKTI KEBANGKITAN YESUS 证据耶稣的复活


Testimónium resurrectiónis Jesu Christi Dómini nostri
Evidence for the Resurrection of Jesus
证据耶稣的复活
證據耶穌的複活
 Zhèngjù yēsū de fùhuó
예수의 부활에 대한 증거
Yesuui buhwal-e daehan jeung-geo
イエスキリストの復活の証拠
 Iesukirisuto no fukkatsu no shōko
หลักฐานสำหรับการฟื้นคืนชีพของพระเยซู
 H̄lạkṭ̄hān s̄ảh̄rạb kār fụ̄̂n khụ̄nchīph k̄hxng phra yesū
यीशु के जी उठने के लिए साक्ष्य
Yīśu kē jī uṭhanē kē li'ē sākṣya
Доказательства Воскресения Иисуса
 Dokazatelʹstva Voskreseniya Iisusa
Pruebas de la Resurrección de Jesús
Evidência para a Ressurreição de Jesus
Prova per la risurrezione di Gesù


Et virtute magna reddebant apostoli testimonium resurrectionis Iesu Christi Domini et gratia magna erat in omnibus illis.
With great power the apostles continued to testify to the resurrection of the Lord Jesus. And God’s grace was so powerfully at work in them all.
Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
Sabanjuré para rasul anggoné neksèni bab wunguné Gusti Yésus kalawan pangwasa kang gedhé sarta kabèh padha kalubèran ing sih-rahmat.
Ari rasul-rasul mertelakeun hal gugahna Gusti Yesus tina pupus teh gede pisan pangaruhna sarta kacida diberkahanana ku Allah.
Jadi marhagogoon situtu ma angka apostel i, mangkatindangkon haheheon ni Tuhan Jesus i, jala tung lomo situtu do roha ni halak mida sude nasida.
Alu kuasa si mbelin isaksiken rasul-rasul emaka Tuhan Jesus nggo keke i bas si mate nari. Janah Dibata mereken pasu-PasuNa si mbelin man perpulungen e.
Ngon kuasa nyang raya, rasui-rasui nyan laju jibri keusaksian bahwa Isa ka udeb lom. Teuma lé Po teu Allah that-that geubri beureukat keu awaknyan.

Acts 4:33


The Lost Tomb of Jesus








"entering into the sepulchre, 
they saw a young man sitting on the right side, 
clothed in a long white garment" 
- an image from the Pericopes of Henry II


The Lost Tomb of Jesus











Bukti Sejarah Kebangkitan Kristus
Pengantar

Jika kebangkitan bukan peristiwa sejarah, maka kuasa kematian tetap tidak dikalahkan; Kematian Kristus menjadi tidak ada artinya, dan umat yang percaya kepada-Nya tetap mati dalam dosa; Keadaannya akan tidak berbeda dengan sebelum mendengar nama-Nya.

Apakah kebangkitan Kristus hanya sekedar ajaran saja?
Apakah kebangkitan Kristus hanya legenda saja?
Ataukah kebangkitan Kristus benar-benar terjadi dalam sejarah?


Penjelasan


Kebangkitan Kristus merupakan suatu peristiwa yang terjadi di dalam dimensi ruang dan waktu sejarah manusia. Kebangkitan Kristus adalah peristiwa dalam sejarah, dimana Tuhan bekerja di dalam waktu dan ruang tertentu.

Makna kebangkitan berhubungan dengan pembicaraan teologi, tetapi fakta  kebangkitan berhubungan dengan pembicaraan sejarah. Fakta bahwa tubuh Yesus tidak berada lagi dalam kubur adalah pembicaraan yang bisa ditentukan dengan bukti sejarah.

Lokasi geografik dari kubur Yesus adalah lokasi yang dapat ditentukan. Orang yang mempunyai kubur Yesus adalah orang yang benar-benar hidup pada paruh pertama abad pertama. Kubur yang dibuat dari batu ini berada di perbukitan dekat Yerusalem. Ini bukan sekedar kepercayaan, tetapi adalah benar-benar lokasi geografis yang dapat ditentukan letaknya. Sanhedrin adalah tempat dimana  orang-orang sering berkumpul di Yerusalem. Banyak tulisan yang mencatat bahwa Yesus adalah orang yang benar-benar hidup, tinggal di antara manusia, tinggal dalam masyarakat, tanpa memandang bagaimana tulisan-tulisan itu  menganggap siapa Yesus. Banyak tulisan juga mencatat bahwa murid-murid yang memberitakan Tuhan yang bangkit adalah juga tinggal di dalam masyarakat, makan, minum, tidur, menderita, bekerja dan mati. Apakah ini pembicaraan ajaran? Tidak, ini adalah pembicaraan sejarah.

Ignatius yang berasal dari Syria, bishop dari Antiokhia, murid Rasul Yohanes,  yang hidup antara tahun 50-115 M, dalam perjalanannya dihukum mati sebagai martir dengan diadu dengan binatang buas, menulis tentang Kristus:

"Dia disalibkan dan mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Dia benar-benar disalibkan dan mati di hadapan penghuni sorga, penghuni bumi dan bawah bumi.

Dia juga bangkit  pada hari ketiga...

Pada hari persiapan Paskah, pada jam 3 (pukul 9 pagi), Dia menerima hukuman mati dari Pilatus; Bapa mengijinkan hal itu terjadi.
Pada jam 6 (pukul 12 siang), Dia disalib. Pada jam 9 (pukul 15 siang), Dia menyerahkan nyawa-Nya, dan sebelum matahari terbenam, Dia dikuburkan.

Selama hari Sabat, Dia terus di dalam bumi pada kubur di mana Yusuf dari Arimatea membaringkan-Nya.

Dia berada dalam rahim, seperti halnya kita, dan setelah periode waktu yang umum, Dia benar-benar lahir, dan seperti halnya kita, Ia benar-benar disusui, dan mengambil bagian dalam makan dan minum seperti halnya kita. Ketika Ia hidup di antara orang-orang selama 30 tahun, Dia benar-benar dibaptis oleh Yohanes. Ketika Dia mengajar Injil selama 3 tahun dan mengadakan tanda-tanda dan mujizat, Dia yang adalah Hakim dihakimi oleh orang Yahudi, dianggap bersalah kata mereka, dan oleh pemerintahan gubernur Pontius Pilatus dijadikan momok,  pipi-Nya dipukul dan diludahi. Dia memakai mahkota duri dan jubah ungu. Dia dihukum: Dia benar-benar disalib, tidak dalam penglihatan, tidak dalam halusinasi. Dia benar-benar mati dan dikuburkan, dan bangkit dari antara orang mati."

Mengenai kematian Kristus, Wilbur Smith menulis: "Secara sederhana kita mengetahui banyak hal-hal detil sebelum dan saat kematian Yesus, lebih banyak dari kematian tokoh-tokoh lain leluhur dunia".

Pada akhir abad pertama, Josephus, seorang sejarahwan Yahudi menulis dalam bukunya Antiquities:

"Pada kira-kira waktu ini, hiduplah Yesus, seorang yang bijaksana, jika memang seseorang seharusnya menyebut dia seorang manusia. Karena ia adalah seseorang yang mengadakan hal-hal yang mengejutkan dan adalah seorang guru bagi orang-orang yang menerima kebenaran dengan senang hati. Ia memenangkan banyak orang Yahudi dan banyak orang Yunani. Ia adalah Sang Kristus. Ketika Pilatus, karena mendengar bahwa ia dikenai tuduhan oleh orang-orang dengan jabatan tertinggi di antara kami, telah menjatuhkan hukuman salib kepadanya, mereka yang dari mulanya sudah mengasihi dia tidak melepaskan kasih sayang mereka kepadanya. Pada hari ketiga ia menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan kembali hidup, karena nabi-nabi Tuhan telah menubuatkan hal-hal ini dan tak terhitung banyaknya hal-hal menakjubkan lainnya mengenai dia. Dan suku Kristen, demikian mereka disebutkan menurut namanya, sampai saat ini masih ada."

Injil-injil menjelaskan fakta-fakta yang berhubungan dengan kematian dan kebangkitan Yesus lebih detail dari bagian manapun pelayanan Yesus. Detil dari kebangkitan Yesus harus diterima seperti halnya detil kematian-Nya.

Perjanjian Baru juga menegaskan bahwa: Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan. Murid-murid-Nya menjadi sangat kehilangan semangat dan takut.
Beberapa waktu yang singkat kemudian tiba-tiba semangat mereka bangkit, dan menunjukkan suatu semangat dan keberanian yang sangat tinggi, hingga tahap bersedia mati martir. Jika kita bertanya kepada mereka apa yang menyebabkan perubahan ini, mereka tidak akan menjawab, 'Karena penyaliban, kematian dan penguburan seorang yang pernah hidup', tetapi mereka akan menjawab, 'Karena Tuhan telah bangkit'. Inilah yang menyebabkan orang-orang menjadi percaya.

Murid-murid adalah saksi kebangkitan Yesus Kristus. Catatan sejarahwan Lukas, mencatat dalam Kisah Para Rasul 1:3,
"Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah."

Kristus menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya. Penampakan ini terjadi dalam waktu yang dapat ditentukan, kepada banyak orang yang dapat ditentukan, dan dalam tempat yang dapat ditentukan.

Para murid percaya karya penebusan Yesus melalui bukti yang sangat kuat mengenai kebangkitan-Nya dan bukti ini tersedia kepada kita sekarang melalui catatan Perjanjian Baru. Ini penting bagi kita yang hidup di dalam jaman yang meminta bukti untuk mendukung pernyataan Kekristenan mengenai kebangkitan Kristus; untuk menjawab mereka yang meminta bukti sejarah Kebangkitan Kristus.

Kebangkitan Kristus berdasar kepada fakta sejarah, dan merupakan sumber motivasi yang kuat orang mempercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Ada bukti-bukti yang tidak dapat disanggah mengenai kebangkitan Kristus dalam surat-surat Paulus. Surat-surat yang ditujukan kepada: Galatia, Korintus, dan Roma, adalah surat yang ditulis Rasul Paulus selama dalam perjalanan misi antara tahun 55-58 M. Ini menunjukkan bahwa bukti-bukti kebangkitan Kristus sangat dekat dengan peristiwa itu sendiri, karena Paulus sendiri berbicara secara jelas bahwa materi surat yang ia tulis isinya sama dengan yang ia bicarakan waktu ia bersama-sama dengan mereka.

Kebangkitan Kristus adalah dasar dari pembelaan iman Kristen. Rasul-rasul adalah saksi kebangkitan: "... mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke sorga meninggalkan kami, untuk menjadi saksi dengan kami tentang kebangkitan-Nya." (Kisah Para Rasul 1:22).

Isi dari pengajaran rasul Paulus saat di Athena adalah: "Yesus dan Kebangkitan" (Kisah Para Rasul 17:18).  Khotbah pertama Petrus adalah tentang Kebangkitan: "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi" (Kisah Para Rasul 2:32).

Sebagai fakta sejarah, Kebangkitan Kristus mendorong manusia untuk percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ini bukan sekedar pembicaraan mengenai pengaruh: karakter, contoh dan pengajaran-Nya. Ini mengenai tanggapan manusia terhadap-Nya. Siapa yang percaya kepada kebangkitan-Nya, kemudian mempercayai ketuhanan-Nya, kemudian percaya akan karya penebusan-Nya, kemudian percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, akan memperoleh penebusan dosa dan diselamatkan. Siapa yang menyangkal kebangkitan-Nya, secara langsung menyangkal ketuhanan-Nya dan menolak karya penebusan-Nya, tidak diselamatkan.

Kebangkitan Yesus Kristus adalah fakta sejarah.
Penyaliban Yesus Kristus untuk menanggung dosa manusia adalah fakta sejarah.
Penyaliban Yesus Kristus untuk menanggung dosa Saudara adalah fakta sejarah.

Maukah Saudara menerima fakta sejarah ini?
Maukah Saudara menerima karya penebusan Kristus bagi Saudara?
Maukah Saudara diselamatkan dari hukuman dosa, kemudian menerima hidup kekal?
Maukah Saudara menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat Saudara?

Sumber:
  1. Josh McDowell, The New Evidence that Demands a Verdict, Thomas Nelson Publisher.
  2. Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus, Penerbit Gospel Press, PO BOX 238, Batam Center, 29432. F: 021-74709281




Evidence for the Resurrection

by Josh McDowell

For centuries many of the world's distinguished philosophers have assaulted Christianity as being irrational, superstitious and absurd. Many have chosen simply to ignore the central issue of the resurrection. Others have tried to explain it away through various theories. But the historical evidence just can't be discounted.

Bukti untuk Kebangkitan

oleh Josh McDowell

Selama berabad-abad filsuf terkemuka di dunia telah menyerang kekristenan sebagai irasional, takhayul dan tak masuk akal. 
Banyak telah memilih hanya untuk mengabaikan isu sentral kebangkitan. Lain telah mencoba menjelaskan itu pergi melalui berbagai teori. Namun bukti-bukti sejarah tidak dapat diabaikan.
A student at the University of Uruguay said to me. "Professor McDowell, why can't you refute Christianity?"


"For a very simple reason," I answered. "I am not able to explain away an event in history--the resurrection of Jesus Christ."


How can we explain the empty tomb? Can it possibly be accounted for by any natural cause?
Seorang mahasiswa di Universitas Uruguay berkata kepadaku. "Profesor McDowell, mengapa tidak bisa menyanggah Kristen?"


"Untuk alasan yang sangat sederhana," jawabku. "Saya tidak mampu menjelaskan jauh sebuah peristiwa dalam sejarah -. Kebangkitan Yesus Kristus"


Bagaimana kita menjelaskan kubur kosong? Bisa itu mungkin dijelaskan oleh sebab alam?
A QUESTION OF HISTORY
After more than 700 hours of studying this subject, I have come to the conclusion that the resurrection of Jesus Christ is either one of the most wicked, vicious, heartless hoaxes ever foisted on the minds of human beings
--or it is the most remarkable fact of history.

Here are some of the facts relevant to the resurrection: Jesus of Nazareth, a Jewish prophet who claimed to be the Christ prophesied in the Jewish Scriptures, was arrested, was judged a political criminal, and was crucified. 
Three days after His death and burial, some women who went to His tomb found the body gone. 
In subsequent weeks, His disciples claimed that God had raised Him from the dead and that He appeared to them various times before ascending into heaven.

From that foundation, Christianity spread throughout the Roman Empire and has continued to exert great influence down through the centuries.
PERTANYAAN SEJARAH
Setelah lebih dari 700 jam mempelajari hal ini, saya telah sampai pada kesimpulan bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah salah satu dari yang paling jahat kejam, hoax berperasaan pernah disisipkan pada pikiran manusia - atau ini adalah yang paling luar biasa fakta sejarah.

Berikut adalah beberapa fakta yang relevan untuk kebangkitan: Yesus dari Nazaret, seorang nabi Yahudi yang mengaku sebagai Kristus dinubuatkan dalam Kitab Suci Yahudi, ditangkap, dinilai seorang kriminal politik, dan disalibkan. Tiga hari setelah kematian dan penguburan-Nya, beberapa wanita yang pergi ke kubur-Nya ditemukan tubuh hilang. Pada minggu berikutnya, murid-murid-Nya mengklaim bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan bahwa Ia menampakkan diri kepada mereka beberapa kali sebelum naik ke surga.

Dari dasar itu, Kristen tersebar di seluruh Kekaisaran Romawi dan telah tetap memiliki pengaruh yang besar selama berabad-abad.
LIVING WITNESSES
The New Testament accounts of the resurrection were being circulated within the lifetimes of men and women alive at the time of the resurrection. Those people could certainly have confirmed or denied the accuracy of such accounts.

The writers of the four Gospels either had themselves been witnesses or else were relating the accounts of eyewitnesses of the actual events. In advocating their case for the gospel, a word that means "good news," the apostles appealed (even when confronting their most severe opponents) to common knowledge concerning the facts of the resurrection.

F. F. Bruce, Rylands professor of biblical criticism and exegesis at the University of Manchester, says concerning the value of the New Testament records as primary sources: "Had there been any tendency to depart from the facts in any material respect, the possible presence of hostile witnesses in the audience would have served as a further corrective."
SAKSI HIDUP
Akun-akun Perjanjian Baru kebangkitan sedang beredar di dalam masa hidup laki-laki dan perempuan hidup pada saat kebangkitan. Orang-orang pasti bisa mengkonfirmasikan atau membantah keakuratan akun tersebut.

Para penulis dari keempat Injil bisa memiliki sendiri saksi telah atau yang lain yang berkaitan akun saksi mata peristiwa aktual. Dalam advokasi kasus mereka untuk Injil, sebuah kata yang berarti "kabar baik," para rasul mengajukan (bahkan ketika menghadapi lawan mereka yang paling parah) untuk pengetahuan umum mengenai fakta kebangkitan.

FF Bruce, profesor Rylands kritik Alkitab dan penafsiran di Universitas Manchester, mengatakan tentang nilai catatan Perjanjian Baru sebagai sumber utama: "Apakah pernah terjadi kecenderungan untuk menyimpang dari fakta-fakta dalam segala hal yang material, kemungkinan adanya bermusuhan saksi di penonton akan menjabat sebagai koreksi lebih lanjut. "
IS THE NEW TESTAMENT RELIABLE?
Because the New Testament provides the primary historical source for information on the resurrection, many critics during the 19th century attacked the reliability of these biblical documents.


By the end of the 1 9th century, however, archaeological discoveries had confirmed the accuracy of the New Testament manuscripts. Discoveries of early papyri bridged the gap between the time of Christ and existing manuscripts from a later date.


Those findings increased scholarly confidence in the reliability of the Bible. William F. Albright, who in his day was the world's foremost biblical archaeologist, said: "We can already say emphatically that there is no longer any solid basis for dating any book of the New Testament after about A.D. 80, two full generations before the date between 130 and 150 given by the more radical New Testament critics of today."
ADALAH PERJANJIAN BARU TERPERCAYA?
Karena Perjanjian Baru menyediakan sumber sejarah utama untuk informasi mengenai kebangkitan, 
banyak kritikus selama abad ke-19 menyerang keandalan dokumen-dokumen Alkitab.


Pada akhir abad ke-1 9, bagaimanapun, penemuan-penemuan arkeologi telah dikonfirmasi keakuratan naskah Perjanjian Baru. 
Penemuan papirus awal menjembatani kesenjangan antara waktu Kristus dan naskah yang ada dari tanggal kemudian.


Temuan-temuan meningkatkan keyakinan ilmiah di keandalan dari Alkitab. William F. Albright, yang pada zamannya adalah arkeolog terkemuka Alkitab di dunia, mengatakan: "Kami sudah dapat mengatakan dengan tegas bahwa tidak ada lagi dasar yang kuat untuk kencan setiap buku Perjanjian Baru setelah sekitar AD 80, dua generasi penuh sebelum tanggal antara 130 dan 150 yang diberikan oleh para kritikus Perjanjian Baru yang lebih radikal saat ini. "
Coinciding with the papyri discoveries, an abundance of other manuscripts came to light (over 24,000 copies of early New Testament manuscripts are known to be in existence today). The historian Luke wrote of "authentic evidence" concerning the resurrection. Sir William Ramsay, who spent 15 years attempting to undermine Luke credentials as a historian, and to refute the reliability of the New Testament, finally concluded: "Luke is a historian of the first rank . . . This author should be placed along with the very greatest of historians. " Bertepatan dengan penemuan papirus, kelimpahan naskah lain terungkap (lebih dari 24.000 salinan naskah Perjanjian Baru awal diketahui ada sekarang). sejarawan Lukas menulis tentang "bukti otentik" tentang kebangkitan. Sir William Ramsay, yang menghabiskan 15 tahun mencoba untuk melemahkan Lukas mandat sebagai seorang sejarawan, dan untuk membantah keandalan dari Perjanjian Baru, akhirnya menyimpulkan: "Lukas adalah seorang sejarawan dari peringkat pertama Penulis ini harus diletakkan bersama dengan... sangat terbesar dari sejarawan. "
I claim to be an historian. My approach to Classics is historical. And I tell you that the evidence for the life, the death, and the resurrection of Christ is better authenticated than most of the facts of ancient history . . .


E. M. Blaiklock
Professor of Classics
Auckland University
Saya mengaku sebagai seorang sejarawan. Pendekatan saya untuk Classics adalah sejarah. Dan saya memberitahu Anda bahwa bukti bagi kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus adalah lebih baik otentik dari sebagian besar fakta sejarah kuno. . .


EM Blaiklock
Guru Besar Classics
Auckland University
BACKGROUND
The New Testament witnesses were fully aware of the background against which the resurrection took place. The body of Jesus, in accordance with Jewish burial custom, was wrapped in a linen cloth. About 100 pounds of aromatic spices, mixed together to form a gummy substance, were applied to the wrappings of cloth about the body. After the body was placed in a solid rock tomb, an extremely large stone was rolled against the entrance of the tomb. Large stones weighing approximately two tons were normally rolled (by means of levers) against a tomb entrance.
LATAR BELAKANG
Para saksi Perjanjian Baru menyadari sepenuhnya latar belakang terhadap yang kebangkitan itu terjadi. Tubuh Yesus, sesuai dengan adat penguburan orang Yahudi, dibungkus dengan kain linen. 
Sekitar 100 pon rempah-rempah aromatik, dicampur bersama untuk membentuk zat bergetah, yang diterapkan pada kain pembungkus tentang tubuh. Setelah tubuh itu ditempatkan di kuburan batuan padat, sebuah batu yang sangat besar digulingkan terhadap pintu masuk makam. batu besar dengan berat sekitar dua ton yang biasanya digulung (dengan cara pengungkit) terhadap pintu masuk makam.
A Roman guard of strictly disciplined fighting men was stationed to guard the tomb. This guard affixed on the tomb the Roman seal, which was meant to "prevent any attempt at vandalizing the sepulcher. Anyone trying to move the stone from the tomb's entrance would have broken the seal and thus incurred the wrath of Roman law.

But three days later the tomb was empty. The followers of Jesus said He had risen from the dead. They reported that He appeared to them during a period of 40 days, showing Himself to them by many "infallible proofs." 
Paul the apostle recounted that Jesus appeared to more than 500 of His followers at one time, the majority of whom were still alive and who could confirm what Paul wrote. 
So many security precautions were taken with the trial, crucifixion, burial, entombment, sealing, 
and guarding of Christ's tomb that it becomes very difficult for critics to defend their position 
that Christ did not rise from the dead. Consider these facts:
Seorang penjaga Romawi orang berkelahi secara ketat disiplin ditempatkan untuk menjaga kubur itu. penjaga ini ditempel pada makam segel Romawi, yang dimaksudkan untuk "mencegah upaya apapun merusak kubur itu. Siapa pun yang mencoba untuk memindahkan batu dari pintu masuk makam akan patah segel dan dengan demikian mendatangkan murka hukum Romawi.


Tapi tiga hari kemudian makam itu kosong. Para pengikut Yesus berkata Ia telah bangkit dari antara orang mati. Mereka melaporkan bahwa Ia menampakkan diri kepada mereka selama masa 40 hari, menunjukkan diriNya kepada mereka dengan banyak "bukti-bukti yang sempurna." Rasul Paulus menceritakan bahwa Yesus menampakkan diri kepada lebih dari 500 pengikut-Nya pada satu waktu, sebagian dari mereka masih hidup dan yang bisa mengkonfirmasi apa yang Paulus tulis. Begitu banyak tindakan pengamanan yang diambil dengan pengadilan, penyaliban, penguburan, kuburan, menyegel, dan menjaga makam Kristus bahwa hal itu menjadi sangat sulit bagi kritik untuk mempertahankan posisi mereka bahwa Kristus tidak bangkit dari kematian. Pertimbangkan fakta-fakta:
FACT #1: BROKEN ROMAN SEAL
As we have said, the first obvious fact was the breaking of the seal that stood for the power and authority of the Roman Empire. The consequences of breaking the seal were extremely severe. The FBI and CIA of the Roman Empire were called into action to find the man or men who were responsible. If they were apprehended, it meant automatic execution by crucifixion upside down. People feared the breaking of the seal. Jesus' disciples displayed signs of cowardice when they hid themselves. Peter, one of these disciples, went out and denied Christ three times.
FAKTA 1 #: SEGEL ROMAWI RUSAK
Seperti yang kita katakan, fakta jelas yang pertama adalah melanggar segel yang berdiri untuk kekuasaan dan otoritas Kekaisaran Romawi. Konsekuensi dari melanggar segel itu sangat parah. FBI dan CIA dari Kekaisaran Romawi dipanggil ke dalam tindakan untuk menemukan orang atau laki-laki yang bertanggung jawab. Jika mereka ditangkap, itu berarti eksekusi otomatis dengan cara disalib terbalik. Orang-orang takut melanggar segel. murid-murid Yesus ditampilkan tanda-tanda kepengecutan ketika mereka menyembunyikan diri mereka sendiri. Petrus, salah satu murid, pergi ke luar dan menyangkal Kristus tiga kali.
FACT #2: EMPTY TOMB
As we have already discussed, another obvious fact after the resurrection was the empty tomb. The disciples of Christ did not go off to Athens or Rome to preach that Christ was raised from the dead. Rather, they went right back to the city of Jerusalem, where, if what they were teaching was false, the falsity would be evident. The empty tomb was "too notorious to be denied." Paul Althaus states that the resurrection "could have not been maintained in Jerusalem for a single day, for a single hour, if the emptiness of the tomb had not been established as a fact for all concerned."

Both Jewish and Roman sources and traditions admit an empty tomb. Those resources range from Josephus to a compilation of fifth-century Jewish writings called the "Toledoth Jeshu." Dr. Paul Maier calls this "positive evidence from a hostile source, which is the strongest kind of historical evidence. In essence, this means that if a source admits a fact decidedly not in its favor, then that fact is genuine."
FAKTA 2 #: MAKAM KOSONG
Seperti yang telah kita bahas, fakta lain yang jelas setelah kebangkitan itu adalah makam kosong. Murid-murid Kristus tidak pergi ke Athena atau Roma untuk memberitakan bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati. Sebaliknya, mereka pergi kembali ke kota Yerusalem, di mana, jika apa yang mereka mengajar palsu, kepalsuan akan jelas. Makam kosong "terlalu terkenal untuk ditolak." Althaus Paulus menyatakan bahwa kebangkitan "tidak bisa dipertahankan di Yerusalem selama satu hari, selama satu jam tunggal, jika kekosongan makam belum ditetapkan sebagai kenyataan bagi semua pihak."

Baik sumber-sumber Yahudi dan Romawi dan tradisi mengakui sebuah makam kosong. Sumber daya tersebut berkisar dari Yosefus ke kompilasi dari tulisan-tulisan Yahudi abad kelima yang disebut "Toledoth Jeshu." Dr Paul Maier menyebut ini "bukti positif dari sumber bermusuhan, yang terkuat adalah jenis bukti sejarah Pada dasarnya, ini berarti bahwa jika sumber mengakui fakta jelas tidak menguntungkan, maka fakta adalah asli.."
Gamaliel, who was a member of the Jewish high court, the Sanhedrin, put forth the suggestion that the rise of the Christian movement was God's doing; he could not have done that if the tomb were still occupied, or if the Sanhedrin knew the whereabouts of Christ's body.

Paul Maier observes that " . . . if all the evidence is weighed carefully and fairly, it is indeed justifiable, according to the canons of historical research, to conclude that the sepulcher of Joseph of Arimathea, in which Jesus was buried, was actually empty on the morning of the first Easter. And no shred of evidence has yet been discovered in literary sources, epigraphy, or archaeology that would disprove this statement."
Gamaliel, yang merupakan anggota pengadilan tinggi Yahudi, Sanhedrin, dikemukakan saran bahwa munculnya gerakan Kristen adalah Allah yang dilakukannya, dia tidak bisa melakukan itu jika makam masih diduduki, atau jika Sanhedrin tahu keberadaan yang tubuh Kristus.

Paul Maier mengamati bahwa "... Jika semua bukti ditimbang secara hati-hati dan adil, memang dibenarkan, sesuai dengan kanon dari penelitian sejarah, untuk menyimpulkan bahwa kuburan Yusuf dari Arimatea, di mana Yesus dikuburkan, benar-benar kosong pada pagi hari Paskah pertama Dan tidak ada secuilpun bukti yang belum ditemukan dalam sumber-sumber sastra, prasasti, atau arkeologi yang akan membantah pernyataan ini.. "
FACT #3: LARGE STONE MOVED
On that Sunday morning the first thing that impressed the people who approached the tomb was the unusual position of the one and a half to two ton stone that had been lodged in front of the doorway. All the Gospel writers mention it.
FAKTA # 3: BATU BESAR PINDAH
Pada Minggu pagi itu hal pertama yang terkesan orang-orang yang mendekati makam itu adalah posisi yang tidak biasa dari satu setengah sampai dua batu ton yang telah bersarang di depan pintu. Semua penulis Injil menyebutkan hal itu.
There exists no document from the ancient world, witnessed by so excellent a set of textual and historical testimonies . . . Skepticism regarding the historical credentials of Christianity is based upon an irrational bias.


Clark Pinnock
Mcmaster University
Tidak ada tidak ada dokumen dari dunia kuno, disaksikan oleh begitu bagus satu set kesaksian 
tekstual dan historis. . . Skeptis mengenai mandat historis kekristenan didasarkan 
pada suatu bias irasional.


Clark Pinnock
McMaster University
Those who observed the stone after the resurrection describe its position as having been rolled up a slope away not just from the entrance of the tomb, but from the entire massive sepulcher. It was in such a position that it looked as if it had been picked up and carried away. 
Now, I ask you, if the disciples had wanted to come in, tiptoe around the sleeping guards, and then roll the stone over and steal Jesus' body, how could they have done that without the guards' awareness?
Mereka yang mengamati batu setelah kebangkitan menjelaskan posisinya sebagai telah digulung lereng jauh tidak hanya dari pintu masuk makam, tetapi dari seluruh kubur besar. Itu sedemikian posisi sehingga tampak seolah-olah telah mengambil dan dibawa pergi. Sekarang, saya bertanya, apakah para murid yang ingin masuk, berjingkat-jingkat di sekeliling para penjaga tidur, dan kemudian gulingkan batu di atas dan mencuri tubuh Yesus, bagaimana mereka bisa melakukan itu tanpa penjaga 'kesadaran?
FACT #4: ROMAN GUARD GOES AWOL
The Roman guards fled. They left their place of responsibility. How can their attrition he explained, when Roman military discipline was so exceptional? Justin, in Digest #49, mentions all the offenses that required the death penalty. The fear of their superiors' wrath and the possibility of death meant that they paid close attention to the minutest details of their jobs. 
One way a guard was put to death was by being stripped of his clothes and then burned alive in a fire started with his garments. 
If it was not apparent which soldier had failed in his duty, then lots were drawn to see which one would be punished with death for the guard unit's failure. Certainly the entire unit would not have fallen asleep with that kind of threat over their heads. Dr. George Currie, a student of Roman military discipline, wrote that fear of punishment "produced flawless attention to duty, especially in the night watches."
FAKTA # 4: GUARD ROMAN GOES AWOL
Para penjaga Romawi melarikan diri. Mereka meninggalkan tempat mereka tanggung jawab. Bagaimana atrisi mereka ia menjelaskan, ketika disiplin militer Romawi begitu luar biasa? Justin, di Digest # 49, menyebutkan semua pelanggaran yang diperlukan hukuman mati. Takut akan murka atasan mereka dan kemungkinan kematian berarti bahwa mereka membayar perhatian ke rincian terkecil dari pekerjaan mereka. Salah satu cara penjaga dihukum mati adalah dengan menjadi dilucuti pakaiannya dan kemudian dibakar hidup-hidup dalam api dimulai dengan jubahnya. Jika tidak jelas yang tentara telah gagal dalam tugasnya, maka banyak yang tertarik untuk melihat mana yang akan dihukum dengan kematian atas kegagalan unit penjaga. Tentu saja seluruh unit tidak akan tertidur dengan jenis ancaman di atas kepala mereka. Dr George Currie, seorang mahasiswa dari disiplin militer Romawi, menulis bahwa rasa takut akan hukuman "yang diproduksi perhatian sempurna untuk tugas, terutama dalam jam malam."
FACT #5: GRAVECLOTHES TELL A TALE
In a literal sense, against all statements to the contrary, the tomb was not totally empty--because of an amazing phenomenon. John, a disciple of Jesus, looked over to the place where the body of Jesus had lain, and there were the grave clothes, in the form of the body, slightly caved in and empty--like the empty chrysalis of a caterpillar's cocoon. That's enough to make a believer out of anybody. John never did get over it. The first thing that stuck in the minds of the disciples was not the empty tomb, but rather the empty grave clothes--undisturbed in form and position.
FAKTA # 5: KAIN KAFAN KATAKAN SEBUAH KISAH
Dalam arti harfiah, terhadap semua laporan yang bertentangan, makam itu tidak sepenuhnya kosong - karena sebuah fenomena yang menakjubkan. Yohanes, seorang murid Yesus, melihat ke tempat di mana tubuh Yesus berbaring, dan ada pakaian kubur, dalam bentuk tubuh, sedikit menyerah dan kosong - seperti kepompong kosong dari  ulat kokon. Itu cukup untuk membuat orang percaya keluar dari siapa pun. John tidak pernah mendapatkan lebih dari itu. Hal pertama yang terjebak dalam benak para murid bukan kubur yang kosong, melainkan pakaian kubur kosong - terganggu dalam bentuk dan posisi.
FACT #6: JESUS' APPEARANCES CONFIRMED
Christ appeared alive on several occasions after the cataclysmic events of that first Easter . When studying an event in history, it is important to know whether enough people who were participants or eyewitnesses to the event were alive when the facts about the event were published. 
To know this is obviously helpful in ascertaining the accuracy of the published report. If the number of eyewitnesses is substantial, the event can he regarded as fairly well established. For instance, if we all witness a murder, and a later police report turns out to he a fabrication of lies, we as eyewitnesses can refute it.
FAKTA # 6: KONFIRMASI Penampilan YESUS
Kristus hidup muncul beberapa kali setelah peristiwa bencana itu Paskah pertama. Ketika mempelajari suatu peristiwa dalam sejarah, penting untuk mengetahui apakah cukup banyak orang yang peserta atau saksi mata peristiwa tersebut masih hidup ketika fakta-fakta tentang kejadian tersebut diterbitkan. Untuk tahu ini jelas membantu dalam memastikan keakuratan dari laporan yang diterbitkan. Jika jumlah saksi mata substansial, acara tersebut bisa ia dianggap sebagai cukup mapan. Sebagai contoh, jika kita semua menyaksikan sebuah pembunuhan, dan laporan polisi kemudian ternyata ia suatu rekayasa kebohongan, kita sebagai saksi mata bisa membantahnya.
OVER 500 WITNESSES
Several very important factors arc often overlooked when considering Christ's post-resurrection appearances to individuals. The first is the large number of witnesses of Christ after that resurrection morning. One of the earliest records of Christ's appearing after the resurrection is by Paul. The apostle appealed to his audience's knowledge of the fact that Christ had been seen by more than 500 people at one time. Paul reminded them that the majority of those people were still alive and could be questioned. 
Dr. Edwin M. Yamauchi, associate professor of history at Miami University in Oxford, Ohio, emphasizes: "What gives a special authority to the list (of witnesses) as historical evidence is the reference to most of the five hundred brethren being still alive. St. Paul says in effect, 'If you do not believe me, you can ask them.' Such a statement in an admittedly genuine letter written within thirty years of the event is almost as strong evidence as one could hope to get for something that happened nearly two thousand years ago." 
Let's take the more than 500 witnesses who saw Jesus alive after His death and burial, and place them in a courtroom. Do you realize that if each of those 500 people were to testify for only six minutes, including cross-examination, you would have an amazing 50 hours of firsthand testimony? Add to this the testimony of many other eyewitnesses and you would well have the largest and most lopsided trial in history.
OVER 500 SAKSI
Beberapa faktor yang sangat penting busur sering diabaikan ketika mempertimbangkan pasca-kebangkitan Kristus penampilan untuk individu. Yang pertama adalah sejumlah besar saksi Kristus setelah itu pagi kebangkitan. Salah satu catatan paling awal dari Kristus muncul setelah kebangkitan adalah dengan Paulus. rasul mengajukan banding terhadap pengetahuan pendengarnya tentang fakta bahwa Kristus telah dilihat oleh lebih dari 500 orang pada satu waktu. Paulus mengingatkan mereka bahwa mayoritas orang-orang masih hidup dan bisa dipertanyakan. Dr Edwin M. Yamauchi, profesor sejarah di Miami University di Oxford, Ohio, menekankan: "Apa yang memberikan kewenangan khusus ke dalam daftar (para saksi) sebagai bukti sejarah adalah referensi untuk sebagian besar dari lima ratus saudara yang masih hidup St Paulus mengatakan. yang berlaku, "Jika Anda tidak percaya padaku, Anda dapat meminta mereka." Seperti pernyataan dalam surat diakui asli ditulis dalam waktu tiga puluh tahun dari peristiwa ini adalah hampir bukti yang kuat sebagai salah satu bisa berharap untuk mendapatkan untuk sesuatu yang terjadi hampir dua ribu tahun yang lalu. " Mari kita mengambil lebih dari 500 saksi yang melihat Yesus hidup setelah kematian dan penguburan-Nya, dan menempatkan mereka dalam ruang sidang. Apakah anda menyadari bahwa jika masing-masing 500 orang untuk bersaksi hanya enam menit, termasuk pemeriksaan silang, Anda akan memiliki 50 jam menakjubkan kesaksian langsung? Tambahkan ke ini kesaksian dari saksi mata lainnya dan Anda juga akan memiliki persidangan terbesar dan paling miring dalam sejarah.
HOSTILE WITNESSES
Another factor crucial to interpreting Christ's appearances is that He also appeared to those who were hostile or unconvinced.


Over and over again, I have read or heard people comment that Jesus was seen alive after His death and burial only by His friends and followers. Using that argument, they attempt to water down the overwhelming impact of the multiple eyewitness accounts. But that line of reasoning is so pathetic it hardly deserves comment. No author or informed individual would regard Saul of Tarsus as being a follower of Christ. The facts show the exact opposite. Saul despised Christ and persecuted Christ's followers. It was a life-shattering experience when Christ appeared to him. Although he was at the time not a disciple, he later became the apostle Paul, one of the greatest witnesses for the truth of the resurrection.
SAKSI MUSUH
Faktor lain yang penting untuk menafsirkan penampilan Kristus adalah bahwa Dia juga tampaknya mereka yang bermusuhan atau tidak percaya.


Berkali-kali, saya telah membaca atau mendengar komentar orang bahwa Yesus terlihat hidup setelah kematian dan penguburan-Nya hanya dengan teman-teman-Nya dan pengikut. 
Menggunakan argumen itu, mereka mencoba untuk mempermudah dampak besar dari beberapa kesaksian. Tapi garis penalaran sangat menyedihkan itu tidak layak komentar. Tidak ada individu penulis atau informasi akan menganggap Saul dari Tarsus sebagai pengikut Kristus. Fakta menunjukkan sebaliknya. Saul membenci Kristus dan menganiaya pengikut Kristus. Itu adalah pengalaman hidup-pecah ketika Kristus menampakkan diri kepadanya. Meskipun ia berada di waktu bukan murid, ia kemudian menjadi Rasul Paulus, salah satu saksi terbesar atas kebenaran kebangkitan.
If the New Testament were a collection of secular writings, their authenticity would generally be regarded as beyond all doubt.




F. F. Bruce
Manchester University
Jika Perjanjian Baru adalah kumpulan tulisan sekuler, keaslian mereka umumnya akan dianggap sebagai diragukan lagi.




FF Bruce
Universitas Manchester
The argument that Christ's appearances were only to followers is an argument for the most part from silence, and arguments from silence can be dangerous. 
It is equally possible that all to whom Jesus appeared became followers. 
No one acquainted with the facts can accurately say that Jesus appeared to just "an insignificant few."


Christians believe that Jesus was bodily resurrected in time and space by the supernatural power of God. The difficulties of belief may be great, but the problems inherent in unbelief present even greater difficulties.

The theories advanced to explain the resurrection by "natural causes" are weak; 
they actually help to build confidence in the truth of the resurrection.
Argumen bahwa penampilan Kristus hanya untuk pengikut adalah sebuah argumen untuk sebagian besar dari keheningan, dan argumen dari keheningan bisa berbahaya. Hal ini sama mungkin bahwa semua kepada siapa Yesus menampakkan diri menjadi pengikut. Tak seorang pun berkenalan dengan fakta-fakta akurat dapat mengatakan bahwa Yesus menampakkan diri kepada hanya "sebuah sedikit tidak signifikan."


Kristen percaya bahwa Yesus adalah tubuh dibangkitkan dalam ruang dan waktu dengan kuasa supranatural Allah. Kesulitan kepercayaan mungkin menjadi besar, tetapi masalah yang melekat dalam ketidakpercayaan ini kesulitan yang lebih besar.

Teori-teori dikemukakan untuk menjelaskan kebangkitan dengan "sebab-sebab alamiah" lemah, mereka benar-benar membantu untuk membangun kepercayaan dalam kebenaran kebangkitan.
THE WRONG TOMB?
A theory propounded by Kirsopp Lake assumes that the women who reported that the body was missing had mistakenly gone to the wrong tomb. 
If so, then the disciples who went to check up on the women's statement must have also gone to the wrong tomb. 
We may be certain, however, that Jewish authorities, who asked for a Roman guard to be stationed at the tomb to prevent Jesus' body from being stolen, would not have been mistaken about the location. 
Nor would the Roman guards, for they were there!


If the resurrection-claim was merely because of a geographical mistake, the Jewish authorities would have lost no time in producing the body from the proper tomb, thus effectively quenching for all time any rumor resurrection.
MAKAM YANG SALAH?
Sebuah teori yang dikemukakan oleh Kirsopp Danau mengasumsikan bahwa para wanita yang melaporkan bahwa tubuh itu hilang telah salah pergi ke makam yang salah. Jika demikian, maka para murid yang pergi untuk memeriksa pernyataan perempuan harus juga pergi ke makam yang salah. Kita mungkin tertentu, bagaimanapun, bahwa penguasa Yahudi, yang meminta seorang penjaga Romawi yang ditempatkan di makam untuk mencegah tubuh Yesus dari pencurian, tidak akan pernah keliru tentang lokasi. Juga akan para penjaga Romawi, karena mereka ada di sana!


Jika kebangkitan-klaim itu hanyalah karena kesalahan geografis, para penguasa Yahudi tidak akan kehilangan waktu dalam memproduksi tubuh dari makam yang tepat, sehingga efektif pendinginan untuk semua waktu kebangkitan rumor.
HALLUCINATIONS?
Another attempted explanation claims that the appearances of Jesus after the resurrection were either illusions or hallucinations. Unsupported by the psychological principles governing the appearances of hallucinations, this theory also does not coincide with the historical situation. Again, where was the actual body, and why wasn't it produced?
HALUSINASI?
Penjelasan lain berusaha mengklaim bahwa penampakan Yesus setelah kebangkitan entah ilusi atau halusinasi. Tidak didukung oleh prinsip-prinsip psikologis yang mengatur penampilan dari halusinasi, teori ini juga tidak bertepatan dengan situasi sejarah. 
Sekali lagi, di mana tubuh sebenarnya, dan mengapa bukan diproduksi?
DID JESUS SWOON?
Another theory, popularized by Venturini several centuries ago, is often quoted today. This is the swoon theory, which says that Jesus didn't die; he merely fainted from exhaustion and loss of blood. Everyone thought Him dead, but later He resuscitated and the disciples thought it to be a resurrection. 
Skeptic David Friedrich Strauss--certainly no believer in the resurrection--gave the deathblow to any thought that Jesus revived from a swoon: 
"It is impossible that a being who had stolen half-dead out of the sepulchre, who crept about weak and ill, wanting medical treatment, who required bandaging, strengthening and indulgence, and who still at last yielded to His sufferings, 
could have given to the disciples the impression that He was a Conqueror over death and the grave, the Prince of Life,
APAKAH YESUS HANYA PINGSAN?
Teori lain, dipopulerkan oleh Venturini beberapa abad yang lalu, sering dikutip hari ini. Ini adalah teori pingsan, yang mengatakan bahwa Yesus tidak mati, dia hanya pingsan karena kelelahan dan kehilangan darah. Semua orang berpikir Dia mati, tetapi kemudian Dia menghidupkan kembali dan para murid berpikir untuk menjadi kebangkitan. Skeptis David Friedrich Strauss - tentu tidak percaya dalam kebangkitan - memberikan deathblow untuk pikiran apapun bahwa Yesus hidup kembali dari pingsan: "Tidak mungkin bahwa makhluk yang telah mencuri setengah-mati dari kubur, yang merayap tentang lemah dan sakit, ingin perawatan medis, yang diperlukan perban, penguatan dan kegemaran, dan yang masih pada akhirnya menyerah pada penderitaan-Nya, bisa saja diberikan kepada para murid kesan bahwa Dia adalah seorang Penakluk atas kematian dan kuburan, Pangeran Kehidupan,
For the New Testament of Acts, the confirmation of historicity is overwhelming. Any attempt to reject its basic historicity, even in matters of detail, must now appear absurd. Roman historians have long taken it for granted.


A. N. Sherwin-White
Classical Roman Historian
Untuk Perjanjian Baru Kisah Para Rasul, 
konfirmasi kesejarahan sangat banyak. Setiap usaha untuk menolak historisitas dasar, bahkan dalam hal detail, sekarang harus muncul absurd. sejarawan Romawi sudah lama diambil begitu saja.

 AN Sherwin-White
Sejarawan Romawi Klasik
an impression which lay at the bottom of their future ministry. 
Such a resuscitation could only have weakened the impression which He had made upon them in life and in death, at the most could only have given it an elegiac voice, but could by no possibility have changed their sorrow into enthusiasm, have elevated their reverence into worship."
kesan yang terletak di bagian bawah pelayanan masa depan mereka. Seperti resusitasi hanya bisa melemahkan kesan yang Ia telah menjadikan atas mereka dalam kehidupan dan dalam kematian, di paling hanya bisa memberikannya suara bersifat sajak sedih, tetapi tidak dapat dengan kemungkinan telah mengubah kesedihan mereka menjadi antusiasme, telah mengangkat rasa hormat mereka ke ibadah. "
THE BODY STOLEN?
Then consider the theory that the body was stolen by the disciples while the guards slept. The depression and cowardice of the disciples provide a hard-hitting argument against their suddenly becoming so brave and daring as to face a detachment of soldiers at the tomb and steal the body. They were in no mood to attempt anything like that.


The theory that the Jewish or Roman authorities moved Christ's body is no more reasonable an explanation for the empty tomb than theft by the disciples. If the authorities had the body in their possession or knew where it was, why, when the disciples were preaching the resurrection in Jerusalem, didn't they explain: "Wait! We moved the body, see, He didn't rise from the grave"?


And if such a rebuttal failed, why didn't they explain exactly where Jesus' body lay? 
If this failed, why didn't they recover the corpse, put it on a cart, and wheel it through the center of Jerusalem? 
Such an action would have destroyed Christianity
--not in the cradle, but in the womb!
TUBUH DICURI?
Kemudian mempertimbangkan teori bahwa mayat itu dicuri oleh para murid sementara para penjaga tidur. Depresi dan pengecut dari para murid memberikan argumen keras-memukul terhadap mereka tiba-tiba menjadi begitu berani dan berani untuk menghadapi detasemen tentara di makam dan mencuri tubuh. Mereka tidak berminat untuk mencoba hal seperti itu.


Teori bahwa para penguasa Yahudi atau Romawi dipindahkan tubuh Kristus tidak ada penjelasan yang lebih masuk akal untuk makam kosong dari pencurian oleh para murid. Jika pihak berwenang telah tubuh dalam kepemilikan mereka atau tahu di mana itu, mengapa, ketika murid-murid memberitakan kebangkitan di Yerusalem, tidak mereka menjelaskan: "Tunggu Kami pindah tubuh, lihat, Dia tidak bangkit dari! kuburan "?


Dan jika seperti bantahan yang gagal, mengapa mereka tidak menjelaskan dengan tepat tempat mayat Yesus terbaring? Jika ini gagal, mengapa mereka tidak kembali mayat, menaruhnya di gerobak, dan roda melalui pusat Yerusalem? Tindakan seperti akan menghancurkan kekristenan - tidak berada dalam buaian tersebut, namun dalam kandungan!
THE RESURRECTION IS A FACT
Professor Thomas Arnold, for 14 years a headmaster of Rugby, author of the famous, History of Rome, and appointed to the chair of modern history at Oxford, was well acquainted with the value of evidence in determining historical facts. 
This great scholar said: "I have been used for many years to study the histories of other times, and to examine and weigh the evidence of those who have written about them, and I know of no one fact in the history of mankind which is proved by better and fuller evidence of every sort, to the understanding of a fair inquirer, than the great sign which God hath given us that Christ died and rose again from the dead." Brooke Foss Westcott, an English scholar, said: "raking all the evidence together, it is not too much to say that there is no historic incident better or more variously supported than the resurrection of Christ. 
Nothing but the antecedent assumption that it must be false could have suggested the idea of deficiency in the proof of it."
KEBANGKITAN INI ADALAH SEBUAH FAKTA
Profesor Thomas Arnold, selama 14 tahun seorang kepala sekolah Rugby, penulis Sejarah, terkenal Roma, dan diangkat ke kursi dari sejarah modern di Oxford, telah akrab dengan nilai bukti dalam menentukan fakta sejarah. Pakar besar ini berkata: "Saya telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mempelajari sejarah waktu lainnya, dan untuk memeriksa dan mempertimbangkan bukti dari mereka yang telah menulis tentang mereka, dan aku tahu tidak ada satu fakta dalam sejarah umat manusia yang dibuktikan dengan bukti yang lebih baik dan lebih lengkap dari setiap jenis, untuk memahami sebuah penyelidik yang adil, daripada tanda yang besar yang Allah telah memberi kita bahwa Kristus telah mati dan bangkit kembali dari kematian. " Brooke Foss Westcott, seorang sarjana Inggris, mengatakan: "menyapu semua bukti bersama-sama, tidak terlalu banyak untuk mengatakan bahwa tidak ada kejadian bersejarah lebih baik atau lebih dengan berbagai cara didukung daripada kebangkitan Kristus Tidak ada tapi yg asumsi bahwa hal itu harus. palsu bisa menyarankan ide kekurangan bukti itu. "
REAL PROOF: THE DISCIPLES' LIVES
But the most telling testimony of all must be the lives of those early Christians. 
We must ask ourselves: 
What caused them to go everywhere telling the message of the risen Christ?


Had there been any visible benefits accrued to them from their efforts--prestige, wealth, 
increased social status or material benefits--we might logically attempt to account for their actions, for their whole-hearted and total allegiance to this "risen Christ ."


As a reward for their efforts, however, those early Christians were beaten, stoned to death, thrown to the lions, tortured and crucified. 
Every conceivable method was used to stop them from talking.


Yet, they laid down their lives as the ultimate proof of their complete confidence in the truth of their message.
BUKTI NYATA:  KEHIDUPAN PARA MURID
Tetapi kesaksian yang paling menceritakan semua harus menjadi kehidupan orang-orang Kristen awal. Kita harus bertanya kepada diri sendiri: Apa yang menyebabkan mereka pergi ke mana pun mengatakan pesan Kristus yang bangkit?


Apakah pernah terjadi manfaat nyata masih harus dibayar kepada mereka dari usaha mereka - prestise, kekayaan, meningkatkan status sosial atau keuntungan material - kita secara logis mungkin mencoba untuk menjelaskan tindakan mereka, untuk kesetiaan mereka sepenuh hati dan total kepada Kristus "bangkit. "


Sebagai hadiah atas upaya mereka, bagaimanapun, orang-orang Kristen awal dipukuli, dilempari batu sampai mati, dilemparkan ke singa, disiksa dan disalibkan. Setiap metode yang mungkin digunakan untuk menghentikan mereka dari berbicara.


Namun, mereka meletakkan hidup mereka sebagai bukti akhir dari keyakinan mereka dalam kebenaran pesan mereka.
WHERE DO YOU STAND?
How do you evaluate this overwhelming historical evidence? What is your decision about the fact of Christ's empty tomb? What do you think of Christ?


When I was confronted with the overwhelming evidence for Christ's resurrection, I had to ask the logical question: "What difference does all this evidence make to me? What difference does it make whether or not I believe Christ rose again and died on the cross for my sins!' The answer is put best by something Jesus said to a man who doubted--Thomas. Jesus told him: "I am the way, and the truth, and the life; no one comes to the Father but through Me" (John 14:6).
DI MANA ANDA BERDIRI?
Bagaimana Anda mengevaluasi bukti sejarah yang luar biasa? Apa keputusan Anda tentang fakta kubur kosong Kristus? Apa pendapat Anda tentang Kristus?


Ketika saya dihadapkan dengan bukti-bukti untuk kebangkitan Kristus, aku harus menanyakan pertanyaan yang logis: "Apa bedanya semua bukti ini membuat saya Apa bedanya apakah saya percaya Kristus bangkit lagi dan mati di kayu salib untuk? dosa-dosa saya! " Jawabannya adalah meletakkan sesuatu yang terbaik dengan Yesus berkata kepada orang yang meragukan - Thomas Yesus berkata kepadanya:. "Akulah jalan dan kebenaran, dan hidup; tidak ada yang datang kepada Bapa, tetapi melalui Aku" (Yohanes 14: 6).
On the basis of all the evidence for Christ's resurrection, and considering the fact that Jesus offers forgiveness of sin and an eternal relationship with God, who would be so foolhardy as to reject Him? Christ is alive! He is living today.


You can trust God right now by faith through prayer. Prayer is talking with God. 
God knows your heart and is not so concerned with your words as He is with the attitude of your heart. If you have never trusted Christ, you can do so right now.
Atas dasar semua bukti untuk kebangkitan Kristus, dan mengingat fakta bahwa Yesus menawarkan pengampunan dosa dan hubungan yang abadi dengan Tuhan, yang akan sangat bodoh untuk menolak Dia? Kristus hidup! Ia hidup saat ini.


Anda dapat mempercayai Allah sekarang juga dengan iman melalui doa. Doa adalah berbicara dengan Tuhan. Tuhan tahu hati Anda dan tidak begitu peduli dengan kata-kata Anda seperti Dia dengan sikap hati Anda. Jika Anda belum pernah percaya Kristus, Anda bisa melakukannya sekarang.
The prayer I prayed is: 
"Lord Jesus, I need You. 
Thank You for dying on the cross for my sins. 
I open the door of my life and trust You as my Savior. 
Thank You for forgiving my sins and giving me eternal life. 
Make me the kind of person You want me to be. Thank You that I can trust You."
Doa saya doakan adalah: "Tuhan Yesus, saya memerlukan Dikau Terima kasih untuk mati di kayu salib untuk dosa-dosa saya, saya membuka pintu hidup saya dan kepercayaan Anda sebagai Juruselamat saya Terima kasih atas pengampunan dosa-dosa saya dan memberi saya hidup yang kekal... Buatlah aku. tipe orang Kau ingin aku menjadi. Terima Kasih bahwa saya bisa mempercayai Anda. "
Josh McDowell, according to a recent survey, is one of the most popular speakers among university students today. He has spoken on more than 650 university and college campuses to more than seven million people in 74 countries during the last 21 years.

©1992 Josh McDowell Ministry
Josh McDowell, menurut survei terbaru, adalah salah satu pembicara yang paling populer di kalangan mahasiswa saat ini. Dia telah berbicara pada lebih dari 650 universitas dan kampus perguruan tinggi untuk lebih dari tujuh juta orang di 74 negara selama 21 tahun terakhir.

© 1992 Departemen Josh McDowell
http://www.leaderu.com/everystudent/easter/articles/josh2.html

heel_bone_with_nail            
          Heel bone of a crucified man named Jehohanan
          found in his ossuary in Jerusalem in 1968
          Source: Digging for Jesus, ITV, 2005  © Flame TV used by kind permission


Historical Evidence for the Resurrection of Christ:

by Christopher Louis Lang

Bukti historis untuk
Kebangkitan Kristus:

oleh Louis Christopher Lang

3-7-93

The Evidence: A Brief Survey

Approaching the Bible
In order to examine the evidence for the resurrection we must place ourselves in the historical situation. The events surrounding the life and death of Christ didn't occur at a place where we can gain no knowledge of them. Rather, they occurred in history, on earth, and were recorded by men who witnessed the events.
When we approach an ancient document such as the Bible or another ancient document such as Tacitus' History of Rome (115 A.D.) we must come to the text with an understanding attitude. This does not mean that we assume the text to be 100 per cent true. But we need to be able to ask the right questions. In the first century much less writing took place than does in our time. Many were illiterate, few could read, much less write, and paper or parchment (leather) to write on was expensive. The incentive to fabricate was not as it is today. In other words, The National Enquirer, could never have been published at this time. A high regard was given to writing and the luxury to create fictional material was virtually non-existent, for instance there was no such thing as a novel or a newspaper, although there were artistic writings such as poetry. The Bible however, is a much different kind of literature. It was not written as a poem or story, although it also contains poetry. It was for the most part written as history and is intended to communicate truth throughout.
3-7-93

Bukti: Sebuah Survei Singkat

Mendekati Alkitab
Dalam rangka untuk memeriksa bukti-bukti kebangkitan kita harus menempatkan diri dalam situasi historis. Kejadian-kejadian seputar kehidupan dan kematian Kristus tidak terjadi di sebuah tempat di mana kita dapat memperoleh tidak mengetahui dari mereka. Sebaliknya, mereka terjadi dalam sejarah, di bumi, dan telah dicatat oleh orang-orang yang menyaksikan peristiwa.
Ketika kita mendekati suatu dokumen kuno seperti Alkitab atau dokumen lain kuno seperti Sejarah Tacitus 'dari Roma (115 M) kita harus datang ke teks dengan sikap pengertian. Ini tidak berarti bahwa kita asumsikan teks yang akan 100 persen benar. Tetapi kita harus mampu mengajukan pertanyaan yang tepat. Pada abad pertama menulis jauh lebih sedikit terjadi daripada di zaman kita. Banyak yang buta huruf, hanya sedikit bisa membaca, apalagi menulis, dan kertas atau perkamen (kulit) untuk menulis di itu mahal. Insentif untuk mengarang tidak seperti sekarang ini. Dengan kata lain, The National Enquirer, tidak akan pernah dipublikasikan saat ini. Sebuah menjunjung tinggi diberikan untuk menulis dan mewah untuk membuat bahan fiksi adalah hampir tidak ada, misalnya tidak ada hal seperti novel atau koran, meskipun ada tulisan artistik seperti puisi. Alkitab bagaimanapun, adalah jenis sastra yang jauh berbeda. Ini tidak ditulis sebagai sebuah puisi atau cerita, meskipun juga berisi puisi. Itu adalah sebagian besar ditulis sebagai sejarah dan dimaksudkan untuk berkomunikasi di seluruh kebenaran.
The gospel of Luke begins:
Inasmuch as many have undertaken to compile an account of the things accomplished among us, just as those who from the beginning were eyewitnesses and servants of the word [Paul, Peter, etc] have handed them down to us, it seemed fitting for me as well, having investigated everything carefully from the beginning, to write it out for you in consecutive order, most excellent Theophilus; so that you might know the exact truth about the things you have been taught. (Lk 1:1-4)
Luke was not an apostle, he was however the companion of Paul and probably dictated some of his letters. Luke tells us that he is writing in consecutive order because the other gospels, Matthew, Mark and John, are written more by topic than chronologically.
Injil Lukas dimulai:
Karena banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang hal-hal yang dicapai di antara kita, sama seperti mereka yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan dari kata [Paulus, Petrus, dll] telah menyerahkan mereka ke kita, rasanya pas untuk saya sebagai baik, setelah diteliti segala sesuatu dengan hati-hati dari awal, untuk menuliskannya untuk Anda dalam rangka berturut-turut, paling Theophilus baik, sehingga Anda mungkin tahu persis kebenaran tentang hal-hal yang telah diajarkan. (Luk 1:1-4)
Lukas bukan rasul, namun ia pendamping Paulus dan mungkin ditentukan beberapa surat-suratnya. Lukas memberitahu kita bahwa ia menulis dalam rangka berturut-turut karena Injil lainnya, Matius, Markus dan Yohanes, yang ditulis lebih menurut topik dari kronologis.
How do we know anything historically? 
There is no "scientific" proof that Lincoln was the president. We cannot recreate him in a laboratory or bring him back to life. 
We cannot reproduce the experiment. We cannot calculate an equation that tells us that he was. But we can assert with a high degree of probability that Lincoln was indeed our president and was assassinated in 1865. We do this by appealing to historical evidence. Many people saw Lincoln. We have some of his writings and even his picture, not to mention his likeness on our pennies. But none of this "proves", in a scientific sense, that Lincoln ever lived or was the president.
The kind of evidence used in historical research is the same kind as that used in a court of law. In a courtroom case certain kinds of evidences are appealed to in order to determine what exactly happened, eyewitnesses are questioned, motives are examined, and physical evidence is scrutinized such as fingerprints or journal writings.
It is the same kind of evidence that we appeal to in order to establish Christ's life, death, and resurrection. Granted, the evidence is not as great as that for Lincoln, nor as recent. 
But it is better evidence than we have that Plato ever lived, or Homer, or many historical figures that we take for granted.

Bagaimana kita tahu apa-apa secara historis? Tidak ada "ilmiah" bukti bahwa Lincoln adalah presiden. Kita tidak dapat menciptakan dia dalam laboratorium atau membawa dia kembali ke kehidupan. Kita tidak dapat mereproduksi percobaan. Kita tidak bisa menghitung persamaan yang memberitahu kita bahwa dia. Tapi kita bisa menyatakan dengan tingkat tinggi probabilitas bahwa Lincoln memang presiden kita dan dibunuh pada tahun 1865. Kami melakukan hal ini dengan menarik untuk bukti sejarah. Banyak orang melihat Lincoln. Kami memiliki beberapa tulisannya bahkan fotonya, belum lagi rupa-Nya di sen kami. Tapi tak satu pun dari "membuktikan", dalam arti ilmiah, bahwa Lincoln pernah hidup atau adalah presiden.
Jenis bukti yang digunakan dalam penelitian sejarah adalah jenis yang sama seperti yang digunakan dalam pengadilan hukum. Dalam kasus ruang sidang beberapa jenis bukti yang menarik untuk menentukan apa sebenarnya yang terjadi, saksi mata yang ditanyai, motif diperiksa, dan bukti fisik diteliti seperti sidik jari atau tulisan jurnal.
Ini adalah jenis yang sama bukti bahwa kita banding dalam rangka membangun kehidupan Kristus, kematian, dan kebangkitan. Memang, bukti itu tidak begitu besar seperti yang untuk Lincoln, atau sebagai baru-baru ini. Tetapi bukti yang lebih baik dari yang kita miliki bahwa Plato pernah hidup, atau Homer, atau tokoh-tokoh sejarah yang kita anggap biasa.

Historical Evidence Outside of the Bible

Often people are uncertain about the existence of Christ, but few scholars would disagree that a man named Jesus lived roughly between 2 BC and about 33 AD. History documents that this man was not a myth but a real person and the historical evidence for this is excellent. 
For instance, the Roman historian Tacitus, writing in about 115 A.D., records the events surrounding Emperor Nero in July of A.D. 64. 
After the fire that destroyed much of Rome, Nero was blamed for being responsible:
Consequently, to get rid of the report, Nero fastened the guilt and inflicted the most exquisite tortures on a class hated for their abominations, called Christians by the populace. Christus [Christ], from whom the name had its origin, suffered the extreme penalty during the reign of Tiberius at the hands of one of our procurators, Pontius Pilate, and a most mischievous superstition [Christ's resurrection] thus checked for the moment, again broke out not only in Judea, the first source of the evil, but even in Rome, where all things hideous and shameful from every part of the world find their center and become popular. (Bettenson, p. 2)

Bukti historis luar Alkitab

Sering kali orang tidak yakin tentang keberadaan Kristus, tetapi beberapa ulama akan setuju bahwa seorang bernama Yesus hidup kira-kira antara 2 SM dan sekitar 33 AD. dokumen Sejarah bahwa orang ini bukan mitos tetapi orang yang nyata dan bukti sejarah untuk ini adalah sangat baik. Misalnya, sejarawan Roma Tacitus, menulis sekitar 115 M, mencatat kejadian-kejadian sekitar Kaisar Nero pada bulan Juli AD 64. Setelah kebakaran yang menghancurkan sebagian besar Roma, Nero disalahkan karena bertanggung jawab:
Akibatnya, untuk menyingkirkan laporan tersebut, Nero diikat rasa bersalah dan dijatuhkan siksaan-siksaan yang paling indah di kelas dibenci karena kekejian mereka, disebut orang Kristen oleh rakyat. Christus [Kristus], dari siapa nama itu berasal, menderita hukuman yang ekstrim selama pemerintahan Tiberius di tangan salah satu procurators kita, Pontius Pilatus, dan [kebangkitan Kristus] yang takhayul paling nakal sehingga diperiksa untuk saat ini, sekali lagi pecah tidak hanya di Yudea, sumber pertama dari kejahatan, tetapi bahkan di Roma, di mana segala sesuatu mengerikan dan memalukan dari setiap bagian dari dunia menemukan pusat mereka dan menjadi populer. (Bettenson, hal 2)
In about 112 A.D. 
the Roman governor of 
what is now northern Turkey 
wrote to Emperor Trajan regarding the Christians in his district:
"I was never present at any trial of Christians; therefore I do not know what are the customary penalties or investigations, and what limits are observed. . . whether those who recant should be pardoned. . . whether the name itself, even if innocent of crime, should be punished, or only the crimes attaching to that name. . . .Meanwhile, this is the course that I have adopted in the case of those brought before me as Christians. I ask them if they are Christians. If they admit it I repeat the question a second and a third time, threatening capital punishment; if they persist I sentence them to death. For I do not doubt that, whatever kind of crime it may be to which they have confessed, their pertinacity and inflexible obstinacy should certainly be punished. . . the very fact of my dealing with the question led to a wider spread of the charge, and a great variety of cases were brought before me. An anonymous pamphlet was issued, containing many names. All who denied that they were or had been Christians I considered should be discharged, because they called upon the gods at my dictation and did reverence. . .and especially because they cursed Christ, a thing which it is said, genuine Christians cannot be induced to do." (Bettenson, p. 3)
These passages indicate that Christianity was wide spread 
in the Roman empire within 80 years of Christ's death. 
Again, these are eyewitness accounts, 
not historians looking back years later.
Pada sekitar 112 AD gubernur Romawi dari apa yang sekarang utara Turki menulis kepada Kaisar Trajan mengenai Kristen di distriknya:
"Saya tidak pernah hadir pada setiap persidangan orang Kristen;...... Karena itu saya tidak tahu apa hukuman adat atau investigasi, dan apa batas-batas yang diamati apakah orang-orang yang menarik kembali harus diampuni apakah nama sendiri, bahkan jika tidak bersalah kejahatan, harus dihukum, atau hanya kejahatan yang melekat pada nama itu.... Sementara itu, ini adalah program yang saya telah mengadopsi dalam kasus yang dibawa ke hadapanku sebagai orang Kristen saya bertanya. mereka jika mereka adalah Kristen. Jika mereka mengakuinya Saya ulangi pertanyaan kedua dan ketiga kalinya, mengancam hukuman mati, jika mereka tetap saya hukuman mereka sampai mati Untuk saya tidak meragukan bahwa, apapun jenis kejahatan mungkin yang mereka telah mengaku, ketabahan mereka dan tidak fleksibel. kegigihan tentu harus dihukum... fakta menangani saya dengan pertanyaan menyebabkan penyebaran yang lebih luas dari tuduhan, dan berbagai macam kasus dibawa sebelum aku. Sebuah pamflet anonim dikeluarkan, yang berisi banyak nama. Semua yang menyangkal bahwa mereka atau memiliki orang-orang Kristen telah saya anggap harus habis, karena mereka dipanggil para dewa di dikte saya dan tidak hormat.. dan terutama karena mereka mengutuk Kristus, hal yang dikatakan, orang Kristen sejati tidak dapat dipaksa untuk melakukan.. " (Bettenson, hal 3)
Bagian ini menunjukkan bahwa Kekristenan menyebar luas di kekaisaran Romawi dalam waktu 80 tahun kematian Kristus. Sekali lagi, ini adalah saksi mata, bukan sejarawan melihat ke belakang tahun kemudian.
The popular historian Will Durant, himself not a Christian, wrote concerning Christ's historical validity, "The denial of that existence seems never to have occurred even to the bitterest gentile or Jewish opponents of nascent Christianity" (Durant, The Story of Civilization, vol. 3, p. 555). And again, "That a few simple men should in one generation have invented so powerful and appealing a personality, so lofty an ethic and so inspiring a vision of human brotherhood, would be a miracle far more incredible than any recorded in the Gospels" (Ibid., p. 557).
It is a substantial thing that an historian who spends his life considering historical facts should affirm the reality of Christ's existence as well as the rapid growth of the early movement.
The Jewish historian Josephus,writing for the Roman government in the 70's A.D. records some incidental things regarding Christ and the church. He confirms that John the Baptist died at the hand of Herod (this same incident is recorded in the gospels) as well as the death of, "The brother of Jesus, who was called Christ, whose name was James. . . he delivered them to be stoned" (Josephus, Antiquities of the Jews, Book XVIII, ch. V, p. 20; Book XX, ch. IX, p. 140 ). Again we have sources external to the Bible that demonstrate the historical reliability of the text. Josephus, who was probably alive during the time of Christ, is attesting to the reality of his existence. What this also tells us is that within 40 years of Christ's death, the knowledge of who he was was widespread enough that Josephus could reference him and expect his readers to know exactly who he was talking about.

Sejarahwan populer Will Durant, dirinya bukan orang Kristen, menulis mengenai sejarah validitas's Kristus, "penolakan itu tampaknya keberadaan yang tak pernah terjadi bahkan lawan kafir atau Yahudi sengit dari kekristenan baru lahir" (Durant, The Story of Civilization, vol. 3, hal 555). Dan lagi, "Itu pria sederhana harus dalam satu generasi telah menemukan begitu kuat dan kepribadian menarik, jadi tinggi etika dan jadi inspirasi visi persaudaraan manusia, akan menjadi mukjizat jauh lebih menakjubkan daripada dicatat dalam Injil" ( ibid)., hal 557.
Ini adalah hal substansial yang seorang sejarawan yang menghabiskan hidupnya mempertimbangkan fakta-fakta sejarah harus menegaskan realitas keberadaan Kristus serta pertumbuhan yang cepat dari gerakan awal.
The Josephus sejarawan Yahudi, menulis untuk pemerintah Romawi tahun 70-AD catatan beberapa hal yang terkait tentang Kristus dan gereja. Dia menegaskan bahwa Yohanes Pembaptis meninggal di tangan Herodes (ini kejadian yang sama dicatat di dalam Injil) serta kematian, "Saudara laki-laki Yesus, yang disebut Kristus, yang bernama James.. Dia menyampaikan mereka. harus dirajam "(Josephus, Antiquities orang Yahudi, Buku XVIII, bab;. V, hal 20 Buku XX, bab 140. IX, hal). Sekali lagi kita memiliki sumber-sumber luar Alkitab yang menunjukkan keandalan historis dari teks. Josephus, yang mungkin hidup pada zaman Kristus, adalah membuktikan realitas keberadaannya. Apa ini juga memberitahu kita bahwa dalam 40 tahun dari kematian Kristus, pengetahuan tentang siapa dia cukup luas bahwa Yosefus dapat referensi dia dan berharap para pembacanya untuk tahu persis siapa dia bicarakan.

The Accuracy of the Biblical Records

The question often arises when discussing the biblical records, 
"How can a document that has been copied over and over possibly be reliable? 
Everyone knows there are tons of errors in it." 
While it is true that the documents have been copied many times, we often have misconceptions about how they were transmitted. 
All ancient documents were copied by hand before the advent of the printing press in the 16th century. Great care was exercised in reproducing these manuscripts. When we think of copying manuscripts we often assume that one copy was made and then another from that and another from that and so on, each replacing the copy it was reproduced from. 
This is not how manuscripts copying worked. 
Copyists were usually working from one or two documents that were very old. 
They would make many copies of their source copy, all the while preserving their source and comparing the copies they have made.
Josephus tells how the Jews copied the Old Testament. "We have given practical proof of our reverence for our own Scriptures. 
For although such long ages have now passed, no one has ventured either to add, or to remove, or to alter a syllable; and it is an instinct with every Jew, from the day of his birth, to regard them as the decrees of God, to abide by them, and, if need be, cheerfully to die for them" (Against Apion, Book I, sec., 8, p. 158). 
Josephus statement is no exaggeration. The Jewish copyists knew exactly how many letters where in every line of every book and how many times each word occurred in each book. This enabled them to check for errors (Shelly, Prepare to Answer, p. 133). 
The Jews believed that adding any mistake to the Scriptures would be punishable by Hell. 
This is not like the modern secretary who has many letters to type and must work hard to keep their job, and consequently feels that mistakes are inevitable. 
Great care is exercised with scriptures when someone holds a conviction such as this.

Akurasi dari Alkitab Records

Pertanyaan yang sering muncul ketika membahas catatan Alkitab, "Bagaimana bisa sebuah dokumen yang telah disalin berulang mungkin dapat diandalkan Semua orang tahu ada ton kesalahan di dalamnya.?" Sementara benar bahwa dokumen telah disalin berkali-kali, kita sering memiliki kesalahpahaman tentang bagaimana mereka menular. Semua dokumen kuno yang disalin dengan tangan sebelum munculnya mesin cetak pada abad 16.Great perawatan telah dieksekusi di mereproduksi manuskrip ini. Ketika kita berpikir tentang naskah menyalin kita sering berasumsi bahwa satu salinan dibuat dan kemudian lagi dari itu dan lain dari itu dan seterusnya, setiap salin menggantikannya itu direproduksi dari. Ini bukan cara menyalin naskah bekerja. Penyalin biasanya bekerja dari satu atau dua dokumen yang sangat tua. Mereka akan membuat banyak salinan source mereka, sambil melestarikan sumber mereka dan membandingkan salinan yang telah mereka buat.
Josephus menceritakan bagaimana orang-orang Yahudi disalin Perjanjian Lama. "Kami telah memberikan bukti praktis hormat kami untuk Kitab Suci kita sendiri Karena meskipun usia panjang seperti telah berlalu, belum ada yang memberanikan diri baik untuk menambah, atau menghapus, atau mengubah suatu suku kata, dan ini merupakan naluri dengan setiap orang Yahudi,. dari hari kelahirannya, menganggap mereka sebagai keputusan Allah, untuk mematuhi mereka, dan, jika perlu, riang untuk mati untuk mereka "(Melawan Apion, Buku I, detik, 8, hal 158.). pernyataan Josephus tidak berlebihan. Para penyalin Yahudi tahu persis berapa banyak surat di mana dalam setiap baris setiap buku dan berapa kali setiap kata yang terjadi pada setiap buku. Hal ini memungkinkan mereka untuk memeriksa kesalahan (Shelly, Bersiaplah untuk Jawab, hal 133). Orang-orang Yahudi percaya bahwa menambahkan kesalahan apapun dengan Kitab Suci akan dihukum dengan neraka. Ini tidak seperti sekretaris modern yang memiliki banyak surat jenis dan harus bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaan mereka, dan akibatnya merasa bahwa kesalahan adalah tak terelakkan. Great perawatan dilaksanakan dengan kitab suci ketika seseorang memegang keyakinan seperti ini.
But even with the great amount of care exercised in copying, errors have crept into the manuscripts. No one questions that spelling errors, misplaced letters, and word omissions have occurred. What is not true is that these errors have gradually built up over time so that our copies look nothing like the originals. This view was commonly held until recently.
In 1947 the accuracy of these documents was confirmed by the Dead Sea Scrolls. These scrolls were found in caves in the dessert near the Dead Sea by a shepherd boy. Before the discovery of these scrolls, the earliest Old Testament manuscripts we had were from about 980 A.D. The manuscripts discovered in the caves dated from 250 B.C. to shortly after the time of Christ. In careful comparison of the manuscripts it was confirmed that the copies we had were almost precisely the same as those which date over 1000 years earlier. Old Testament scholar Gleason Archer said that even though there is such a difference in dates of the manuscripts, "they proved to be word for word identical with our standard Hebrew Bible in more that 95 per cent of the text. The 5 per cent of variation consisted chiefly of obvious slips of the pen and variations in spelling." No other historical literature has been so carefully preserved and historically confirmed.
When we come to the New Testament we see a similar phenomenon. There are over 5,000 Greek New Testament manuscripts in existence. This is by far more than any other historical documents, which usually have maybe a dozen copies from very late dates. The New Testament manuscripts are many and old and they are spread over a wide geographical area. What this enables the New Testament historian to do is collect manuscripts from Jerusalem and Egypt and Syria and other places and compare them for variations. 
And variations do exist, but as with the Old Testament they are relatively few and rarely important to the meaning of the text. What these manuscripts demonstrate is that different families of texts existed very early that were copied from the original or good copies of the original. 
This allows us to trace the manuscripts back to the source as one would follow the branches of a tree to get to the trunk. 
Aside from the manuscripts themselves, "virtually the entire New Testament could be reproduced from citations contained in the works of the early church fathers. 
There are some thirty-two thousand citations in the writings of the Fathers prior to the Council of Nicea (325)" (Moreland, Scaling the Secular City, p. 136).

Tetapi bahkan dengan jumlah besar perawatan yang dilakukan dalam menyalin, kesalahan telah merayap ke dalam naskah. Tidak ada satu pertanyaan yang kesalahan ejaan, huruf salah, kata dan kelalaian telah terjadi. Apa yang tidak benar adalah bahwa kesalahan-kesalahan telah dibangun secara bertahap dari waktu ke waktu sehingga salinan kami terlihat tidak seperti aslinya. Pandangan ini umumnya diadakan sampai saat ini.
Pada tahun 1947 keakuratan dokumen-dokumen ini dikonfirmasi oleh Gulungan Laut Mati. Gulungan ini ditemukan di gua-gua di gurun dekat Laut Mati oleh seorang anak gembala. Sebelum penemuan gulungan ini, naskah awal Perjanjian Lama kami berasal dari sekitar 980 M. naskah yang ditemukan di gua-gua tanggal dari 250 SM hingga lama setelah zaman Kristus. Sebagai perbandingan yang cermat naskah itu menegaskan bahwa salinan kami hampir persis sama yang mana tanggal lebih dari 1000 tahun sebelumnya. Perjanjian Lama sarjana Gleason Archer mengatakan bahwa meskipun ada semacam perbedaan tanggal naskah, "terbukti mereka menjadi kata demi kata identik dengan Alkitab Ibrani standar kami di lebih bahwa 95 persen dari teks. 5 persen variasi terutama terdiri dari jelas slip dari pena dan variasi dalam ejaan. " Tidak ada literatur sejarah lainnya telah begitu hati-hati dilestarikan dan historis dikonfirmasi.
Ketika kita sampai pada Perjanjian Baru kita melihat fenomena yang sama. Ada lebih dari 5.000 manuskrip Yunani Perjanjian Baru yang ada. Hal ini adalah jauh lebih daripada dokumen sejarah lain, yang biasanya memiliki mungkin selusin salinan dari tanggal sangat terlambat. Manuskrip-manuskrip Perjanjian Baru banyak dan tua dan mereka yang tersebar di wilayah geografis yang luas. Apa ini memungkinkan sejarawan Perjanjian Baru lakukan adalah mengumpulkan naskah dari Yerusalem dan Mesir dan Suriah dan tempat-tempat lain dan membandingkan mereka untuk variasi. Dan variasi memang ada, tetapi karena dengan Perjanjian Lama mereka relatif sedikit dan jarang penting makna teks. Apa manuskrip ini menunjukkan adalah bahwa keluarga yang berbeda dari teks yang ada sangat dini yang disalin dari salinan asli atau baik yang asli. Hal ini memungkinkan kita untuk melacak manuskrip kembali ke sumber sebagai salah satu akan mengikuti cabang-cabang pohon untuk sampai ke bagasi. Selain naskah-naskah sendiri, "hampir seluruh Perjanjian Baru bisa direproduksi dari kutipan yang terkandung dalam karya-karya bapa gereja awal Ada. Beberapa tiga puluh dua ribu kutipan dalam tulisan-tulisan para Bapa sebelum Konsili Nicea (325) "(Moreland, Scaling Kota Sekuler, hal 136).

Historical Reliability

There is one more important feature of the Bible to examine before we move to the evidence of Christ's resurrection, that is their historical reliability. Unfortunately I cannot go into the history of this topic. Many critics have challenged the historical accuracy of the Bible and have been proved wrong. Let me provide one example. Historians questioned the accuracy of the accounts surrounded Pontius Pilate's crucifixion of Jesus. Pilate found nothing wrong with him and was reluctant to crucify an innocent man. 
The Jews put pressure on Pilate saying that if you refuse this "you are no friend of Caesar" (John 19:12). 
At which point Pilate gave in to the Jews. This did not fit any historical records we had of Pilate who was a cruel and dominating man, not likely to give in to a group of Jews whom he hated. Many believed that this account was historically inaccurate because of the way in which it portrayed Pilate.

Keandalan Sejarah

Ada satu lagi fitur penting dari Alkitab untuk memeriksa sebelum kita pindah ke bukti kebangkitan Kristus, yaitu keandalan historis mereka. Sayangnya saya tidak bisa masuk ke dalam sejarah topik ini. Banyak kritik telah menantang keakuratan sejarah Alkitab dan telah terbukti salah. Izinkan saya memberikan satu contoh. Sejarawan mempertanyakan keakuratan akun dikelilingi Pontius Pilatus penyaliban Yesus. Pilatus menemukan ada yang salah dengan dia dan enggan untuk menyalibkan orang yang tak bersalah. Orang-orang Yahudi memberi tekanan pada Pilatus mengatakan bahwa jika Anda menolak ini "Anda tidak sahabat Kaisar" (Yohanes 19:12). Di mana titik Pilatus menyerah pada orang Yahudi. Ini tidak cocok ada catatan sejarah, kami memiliki Pilatus yang adalah seorang kejam dan mendominasi, tidak akan menyerah pada sekelompok orang Yahudi yang ia benci. Banyak yang percaya bahwa akun ini secara historis tidak akurat karena cara yang digambarkan Pilatus.
Later it was discovered that Pilate had been appointed by a man named Sejanus 
who was plotting to overthrow Caesar. Sejanus was executed along with many of his appointees (Delashmutt, Sejanus, p. 55, 56). 
What this demonstrated was that Pilate was in no position to get in trouble with Rome. 
The Jews had him in a tight place. 
If word returned to Rome that Jerusalem was in rebellion, Pilate would be the first to go. 
The gospel account was confirmed as accurate.
Belakangan diketahui bahwa Pilatus telah ditunjuk oleh seorang pria bernama Sejanus yang sedang merencanakan untuk menggulingkan Caesar. Sejanus dihukum mati bersama dengan banyak ditunjuk-Nya (Delashmutt, Sejanus, hal 55, 56). Apakah ini menunjukkan bahwa Pilatus berada dalam posisi untuk mendapat masalah dengan Roma. Orang-orang Yahudi telah dia di tempat yang ketat. Jika kata kembali ke Roma bahwa Yerusalem dalam pemberontakan, Pilatus akan menjadi yang pertama untuk pergi. Rekening Injil itu dikukuhkan sebagai akurat.
Many facts recorded in the Bible have been challenged with the same result, later archeology confirms the reliability of the biblical records down to the smallest detail. A respected Jewish archaeologist has claimed that, "It may be stated categorically that no archaeological discovery has ever controverted a biblical reference" (Shelly, p. 103). This is a strong statement for any archaeologist to make because if it were not true, he would quickly be condemned in his own field.
Banyak fakta yang dicatat dalam Alkitab telah ditantang dengan hasil yang sama, kemudian arkeologi menegaskan keandalan catatan Alkitab sampai ke detail terkecil. Seorang arkeolog Yahudi dihormati telah menyatakan bahwa, "Ini mungkin dinyatakan kategoris bahwa tidak ada penemuan arkeologi yang pernah controverted referensi Alkitab" (Shelly, hal 103). Ini adalah pernyataan yang kuat untuk arkeolog apapun untuk membuatnya karena jika hal itu tidak benar, dengan cepat ia akan dikutuk di bidangnya sendiri.
The conclusion that one draws from this material is that the Bible is a reliable historical document. 
Its accuracy has been proved numerous times. Its historical inaccuracy has never been demonstrated. So that when we approach the Bible, we do so with a good amount of confidence that what it records actually happened. If this is true, then we need to come to terms about what the Bible claims. We cannot dismiss it out of hand because we were not there, regardless of the difficulty of what is said.

Miracles and Modern Man

This brings us to the issue of miracles. 
The Bible records many miracles occurring over a period of more than 4000 years. It is easy to get the misconception that miracles were common occurrences in the biblical times. This is not the case. It is the nature of history to record events out of the ordinary. The Bible is no exception. 
The very reason that these things were recorded is because they were unusual occurrences of supernatural activity.
We must be careful, however, when we approach the Bible to be willing to entertain the idea that something outside of what we see, hear, and feel could exists. All of these sensory experiences are in the realm of science. But science, which deals with the laws of nature, can say nothing of the supernatural. Science has its limits -- especially in the area of the miraculous -- because miracles are by definition non-repeatable, non-natural, and non-ordinary events. If miracles exist and if they function as I've described, then we would not expect everyone to have experienced a miracle in their lifetime.
Kesimpulan yang satu menarik dari bahan ini adalah bahwa Alkitab adalah dokumen historis yang dapat diandalkan. Its akurasi telah terbukti beberapa kali. ketidaktelitian historis Its belum pernah ditunjukkan. Sehingga bila kita mendekati Alkitab, kita melakukannya dengan baik jumlah keyakinan bahwa apa catatan yang sebenarnya terjadi. Jika ini benar, maka kita perlu datang ke istilah tentang apa yang Alkitab klaim. Kita tidak bisa mengabaikan itu dari tangan karena kami tidak ada, terlepas dari kesulitan apa yang dikatakan.

Mujizat dan Manusia Modern

Ini membawa kita kepada masalah mukjizat. Alkitab mencatat banyak mukjizat terjadi selama lebih dari 4000 tahun. Sangat mudah untuk mendapatkan kesalahpahaman bahwa mukjizat adalah kejadian biasa di zaman Alkitab. Hal ini tidak terjadi. Ini adalah sifat sejarah untuk merekam peristiwa-peristiwa luar biasa. Alkitab tidak terkecuali. Alasan sangat bahwa hal-hal ini dicatat adalah karena mereka adalah kejadian yang tidak biasa kegiatan supranatural.
Kita harus hati-hati, namun, ketika kita mendekati Alkitab harus bersedia untuk menghibur gagasan bahwa sesuatu di luar dari apa yang kita lihat, dengar, dan merasa bisa ada. Semua pengalaman sensori dalam bidang ilmu pengetahuan. Tetapi ilmu pengetahuan, yang berkaitan dengan hukum alam, dapat mengatakan apa-apa tentang alam super. Ilmu memiliki batas - terutama di wilayah ajaib - karena mukjizat oleh peristiwa non-diulang, non-alam, dan non-biasa definisi. Jika mukjizat ada dan jika mereka berfungsi seperti yang telah saya dijelaskan, maka kita tidak akan mengharapkan semua orang telah mengalami mujizat dalam hidup mereka.
We cannot rule out miracles because we have never personally witnessed one. In other words it is wrong to reason that a miracle cannot occur on logical grounds (by reason alone) because one has never seen one (something that can only be validated by experience). 
It is certainly possible that supernatural events have indeed taken place throughout the history of mankind. And it is better to come with an attitude that maintains that it might be possible and with reliable witnesses we may be convinced that something supernatural has taken place. 
Let's leave this question open.
Those who lived a long time ago were not necessarily more gullible than we are. 
We commonly assume that ancient peoples believed miracles occurred regularly. This is not true in the sense that we use the term miracle. 
They certainly wouldn't have been able to explain as much about the natural world as we can. But this does not make them ignorant individuals willing to believe any abnormal event is a supernatural occurrence. 
They were awed by things that we can explain using the "laws of nature." 
But they were also aware of a difference between things that occurred naturally, such as lightning, and those which didn't, such as people rising from the dead. They were men who lived day to day without these amazing experiences just as we do.

Kita tidak bisa mengesampingkan mukjizat karena kita tidak pernah menyaksikan satu. Dengan kata lain itu salah untuk alasan bahwa keajaiban tidak bisa terjadi berdasarkan alasan logis (dengan alasan sendiri) karena seseorang tidak pernah melihat satu (sesuatu yang hanya dapat divalidasi oleh pengalaman). Memang mungkin bahwa peristiwa supranatural memang terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Dan lebih baik untuk datang dengan sikap yang mempertahankan bahwa mungkin menjadi mungkin dan dengan saksi handal kita bisa yakin bahwa supernatural sesuatu telah terjadi. Mari kita tinggalkan pertanyaan ini terbuka.
Mereka yang tinggal lama tidak selalu lebih mudah ditipu daripada kita. Kita sering berasumsi bahwa masyarakat kuno percaya keajaiban terjadi secara teratur. Hal ini tidak benar dalam arti bahwa kita menggunakan istilah mukjizat. Mereka pasti tidak akan mampu menjelaskan lebih banyak tentang dunia alam seperti yang kita dapat. Tapi ini tidak membuat mereka individu bodoh mau percaya setiap kejadian abnormal adalah kejadian supranatural. Mereka terpesona oleh hal-hal yang kita dapat menjelaskan dengan menggunakan "hukum alam." Tapi mereka juga menyadari perbedaan antara hal-hal yang terjadi secara alami, seperti petir, dan mereka yang tidak, seperti orang bangkit dari antara orang mati. Mereka adalah orang-orang yang hidup hari ke hari tanpa pengalaman-pengalaman luar biasa seperti yang kita lakukan.

The Biblical Record

At this point I would like to move on to the direct evidences for the resurrection of Christ. There are a certain number of historical facts that we can glean from the biblical records. They are: Jesus died by crucifixion, he was buried in a tomb known to the authorities, his disciples were distraught because of his death, his tomb was found empty, the disciples believed that they saw Jesus risen from the grave, this experience changed their lives, the message was central to early church teachings, and it was preached in the very city in which Jesus died (Miethe, Did Jesus Rise from the Dead?, p. 19, 20). These historical facts will be the basis of our argument for Jesus' resurrection.
Jesus died by crucifixion. Crucifixion was a most painful and certain means of death. Christ was whipped by Roman soldiers before his crucifixion (Mt 27:26-31). The Roman method for this was to give thirty-nine lashes before crucifixion. (Forty lashes was considered legally dead after which point an individual could no longer be punished.) The effect of this was to induce considerable blood loss. 
The Romans used what was called a "cat-of-nine-tails." This whip had many ends to it and usually had pieces of bone, glass, and metal shards attached to it which would rip open the flesh. 
After being whipped Jesus was forced to carry his own cross to the place of crucifixion. The gospel records indicate that in his weakened state, he was unable to carry the cross (which would have been carried on his wounded back Mt 27:32). 
Incidentally, Jesus was probably not a weak man. Before his preaching ministry he had been a carpenter and during his ministry he walked hundreds of miles throughout Israel.

Rekaman Alkitab

Pada titik ini saya ingin beralih ke bukti langsung untuk kebangkitan Kristus. Ada sejumlah fakta-fakta sejarah yang kita dapat mengumpulkan dari catatan Alkitab. Mereka adalah: Yesus mati dengan cara disalib, ia dikuburkan di makam diketahui pihak berwenang, murid-muridnya sedang putus asa karena kematiannya, makamnya ditemukan kosong, para murid percaya bahwa mereka melihat Yesus bangkit dari kubur, pengalaman ini mengubah hidup, pesan itu pusat ajaran gereja mula-mula, dan itu diberitakan di kota yang sangat di mana Yesus mati (Miethe, Apakah Rise Yesus dari Kematian?, hal 19, 20). Fakta-fakta sejarah akan menjadi dasar argumen kita untuk kebangkitan Yesus.
Yesus mati melalui penyaliban. Penyaliban adalah cara yang paling menyakitkan dan tertentu kematian. Kristus dicambuk oleh tentara Romawi sebelum penyaliban-Nya (Mat 27:26-31). Metode Romawi untuk ini adalah untuk memberikan tiga puluh sembilan cambukan sebelum penyaliban. (Empat puluh cambukan dianggap hukum mati setelah titik mana seorang individu tidak bisa lagi dihukum.) Pengaruh ini adalah untuk mendorong kehilangan darah yang cukup. Bangsa Romawi menggunakan apa yang disebut "kucing-of-sembilan ekor." cambuk ini telah berakhir banyak untuk itu dan biasanya memiliki potongan tulang, kaca, dan pecahan logam yang melekat padanya yang akan merobek daging. Setelah Yesus dicambuk dipaksa untuk memikul salib sendiri ke tempat penyaliban. Catatan Injil menunjukkan bahwa dalam keadaan lemah, ia tidak dapat membawa salib (yang seharusnya dilakukan di punggungnya terluka Mat 27:32). Kebetulan, Yesus mungkin bukan orang yang lemah. Sebelum pelayanan khotbah ia telah seorang tukang kayu dan selama pelayanan-Nya ia berjalan ratusan mil di seluruh Israel.
Jesus was then nailed to a Roman cross at which point his death came within hours. 
The Jews were concerned that no bodies would be left on crosses at sundown that evening because it was the beginning of the Sabbath. "The Jews therefore, because it was the day of preparation, so that the bodies should not remain on the cross on the Sabbath (for that Sabbath was a high day), asked Pilate that their legs might be broken, and that they might be taken away" (Jn 19:31). 
Crucifixion victims, depending on their health and the method of crucifixion, could last days on a cross. 
Victims died primarily through blood loss, dehydration, and suffocation. 
In order to breath when on a cross, it is necessary for the victim to push up with their legs to release the pressure on the lungs. 
This is a painful process because of the nails in both the hands and feet or ankles. 
The purpose of breaking the victims legs was so that they would be unable to push themselves up to breath and thus dies more quickly.
However, when they came to Jesus the Roman guards realized he was dead already. 
"The soldiers therefore came, and broke the legs of the first man, and of the other man who was crucified with Him; but coming to Jesus, when they saw that 
He was already dead, they did not break His legs; but one of the soldiers pierced His side with a spear, and immediately there came out blood and water" (Jn 19:32-34). 
John records this detail of piercing Jesus side to indicate that he was in fact dead. In an article published in the Journal of the American Medical Association the doctors examining the historical evidence concluded that the spear probably pierced the sack of fluid that surrounds the heart (JAMA, Vol., 255, No. 11, 1986, p. 1455ff ). 
If he had not been dead before this time, he was surely dead now.
Yesus kemudian dipakukan di kayu salib Romawi di mana titik kematiannya datang dalam beberapa jam. Orang-orang Yahudi khawatir bahwa tidak ada tubuh akan ditinggalkan di salib pada saat matahari terbenam malam karena itu adalah awal dari hari Sabat. "Orang-orang Yahudi itu, karena itu adalah hari persiapan, sehingga mayat-mayat itu tidak tinggal di salib pada hari Sabat (untuk itu Sabat adalah hari tinggi), meminta kepada Pilatus bahwa kaki mereka mungkin rusak, dan bahwa mereka mungkin dibawa pergi "(Yoh 19:31). Penyaliban korban, tergantung pada kesehatan mereka dan metode penyaliban, hari-hari terakhir bisa di kayu salib. Korban meninggal terutama melalui kehilangan darah, dehidrasi, dan sesak napas. Dalam rangka napas saat di kayu salib, perlu bagi korban untuk mendorong dengan kaki mereka untuk melepaskan tekanan pada paru-paru. Ini adalah proses yang menyakitkan karena paku di kedua tangan dan kaki atau pergelangan kaki. Tujuan melanggar kaki korban sehingga mereka tidak akan mampu untuk mendorong diri untuk bernafas dan dengan demikian mati lebih cepat.
Namun, ketika mereka sampai kepada Yesus penjaga Romawi menyadari bahwa ia sudah mati. "Para prajurit itu datang, dan mematahkan kaki manusia pertama, dan orang lain yang disalibkan dengan Dia, tetapi datang kepada Yesus, ketika mereka melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, tetapi salah satu para prajurit menusuk lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air "(Yoh 19:32-34). Yohanes mencatat ini detail dari menusuk lambung Yesus untuk menunjukkan bahwa ia sebenarnya mati. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association para dokter meneliti bukti sejarah menyimpulkan bahwa tombak mungkin menembus karung cairan yang mengelilingi jantung (JAMA, Vol., 255, No 11, 1986, hal 1455ff) . Jika ia tidak mati sebelum waktu ini, ia pasti mati sekarang.
The gospel records indicate that upon his death two prominent Jewish admirers came to gather Christ's body. 
"And after these things Joseph of Arimathea, being a disciple of Jesus, but a secret one, for fear of the Jews, asked Pilate that he might take away the body of Jesus; and Pilate granted permission. 
And Nicodemus came also, who had first come to Him by night; bringing a mixture of myrrh and aloes, about a hundred pounds weight" (Jn 19:38). 
These men were both of the ruling class of the Jews (seventy-one men in all) and well known in the community as well as to Pilate. 
The mention of prominent men indicates that this account is not fictitious. 
If the disciples had created this story it would have been counterproductive to make up a person that was supposed to be in a prominent position. 
This could easily have been refuted were it not true. (Moreland, p. 167). "And Joseph took the body and wrapped it in a clean linen cloth, and laid it in his own new tomb, which he had hewn out in the rock; and he rolled a large stone against the entrance of the tomb and went away. And Mary Magdalene was there, and the other Mary, sitting opposite the grave" (Mt 27:59-61). 
Archaeological evidence confirms the description of this tomb being that of a rich man, which was rare in this day. The probable location described in the gospels correlates with the specific location of the Garden Gate at the north Wall of Jerusalem where tombs have been excavated like those described in which Jesus was laid (Ibid.)
Catatan Injil menunjukkan bahwa setelah kematiannya dua pengagum Yahudi terkemuka datang untuk mengumpulkan tubuh Kristus. "Dan setelah hal-hal ini Yusuf dari Arimatea, menjadi murid Yesus, tapi satu rahasia, karena takut orang-orang Yahudi, meminta kepada Pilatus bahwa ia mungkin mengambil mayat Yesus, dan Pilatus memberikan izin Dan Nikodemus datang juga, yang telah. pertama kali datang kepada-Nya pada malam hari, membawa suatu campuran mur dan gaharu, kira-kira berat 100 £ "(Yoh 19:38). Orang-orang ini baik dari kelas penguasa orang Yahudi (tujuh puluh satu laki-laki dalam semua) dan terkenal dalam masyarakat serta Pilatus. Penyebutan orang-orang terkemuka menunjukkan bahwa akun ini tidak fiktif. Jika para murid telah menciptakan kisah ini akan menjadi kontraproduktif untuk membuat orang yang seharusnya berada dalam posisi terkemuka. Ini dengan mudah bisa saja dibantah itu tidak benar. (Moreland, hal 167).
"Dan Yusuf mengambil tubuh dan membungkusnya dengan kain linen yang bersih, dan membaringkannya dalam kuburan sendiri barunya, yang telah dipahat di batu, dan ia berguling sebuah batu besar terhadap pintu masuk makam dan pergi Dan. Maria Magdalena ada di sana, dan Maria yang lain, duduk di seberang kubur "(Mat 27:59-61). bukti arkeologi menegaskan deskripsi makam ini adalah bahwa seorang kaya, yang langka di hari ini. Lokasi mungkin dijelaskan dalam Injil berhubungan dengan lokasi spesifik dari Gerbang Taman di Tembok utara Yerusalem di mana kuburan telah digali seperti yang dijelaskan di mana Yesus diletakkan (ibid.)
There are some important features to this account. First, this was not a poor man's grave. 
Only the rich had tombs carved in rock and situated in a garden area. 
Second, the tomb was identified by Joseph, Nicodemus, and the women who watched where he was buried. 
The grave is also carefully marked by the Jewish and Roman authorities as this same passage records,
Now on the next day, which is the one after the preparation, the chief priests and the Pharisees gathered together with Pilate, and said, 
"Sir, we remember that when He was still alive that deceiver said, 
'After three days I am to rise again.' 
Therefore give orders for the grave to be made secure until the third day, lest the disciples come and steal Him away and say to the people, 
'He has risen from the dead,' 
and the last deception will be worse than the first" Pilate said to them, 
"You have a guard; go, make it as secure as you know how." 
And they went and made the grave secure, and along with the guard they set a seal on the stone. (Mt 27:62-66)
It is also important to note here, that a Roman guard is a group of soldiers not an individual. 
The seal which was placed over the grave was a wax seal with rope, to break this Roman seal was punishable by death in the Roman empire.
Ada beberapa fitur penting untuk account ini. Pertama, ini bukan sebuah kuburan orang miskin. Hanya itu yang kaya kuburan dipahat pada batu dan terletak di area taman. Kedua, kubur itu diidentifikasi oleh Joseph, Nikodemus, dan para wanita yang menonton di mana dia dikuburkan. kuburan ini juga ditandai dengan hati-hati para penguasa Yahudi dan Romawi sebagai catatan ini bagian yang sama,
Sekarang pada hari berikutnya, yang merupakan salah satu setelah persiapan, para imam kepala dan orang Farisi berkumpul bersama-sama dengan Pilatus, dan berkata, "Tuan, kami ingat bahwa ketika Ia masih hidup, bahwa si penyesat berkata, 'Setelah tiga hari aku harus bangkit kembali. " Oleh karena itu memberikan perintah untuk kuburan yang akan dibuat aman sampai hari yang ketiga, supaya para murid datang dan mencuri-Nya pergi dan berkata kepada rakyat, "Ia telah bangkit dari antara orang mati, 'dan penipuan terakhir akan lebih buruk daripada" pertama Pilatus berkata kepada mereka, "Anda telah penjaga;. pergi, menjadikannya sebagai aman seperti yang Anda tahu bagaimana" Dan mereka pergi dan membuat aman kuburan, dan bersama dengan penjaga mereka menetapkan segel pada batu. (Mat 27:62-66)
Hal ini juga penting untuk dicatat disini, bahwa seorang penjaga Romawi adalah sekelompok tentara tidak individu. Segel yang ditempatkan di atas kuburan adalah segel lilin dengan tali, untuk mematahkan segel Romawi dihukum mati di kekaisaran Romawi.
We know also that the disciples were very disillusioned by Jesus' death. 
The man they had followed around Israel for three years, whom they believed would be the next ruler of the nation, had just been crucified. 
They had expected a Messiah who would be king, not a criminal to be convicted and killed in the most humiliating way. 
They probably felt that their lives had been wasted for the past few years and they had publicly been made fools. 
Of course, they realized that what they had experienced with Christ for the last three years was significant. But how and what was significant, they did not yet understand. 
The disciples scattered when Christ was arrested in the garden of Gethsemene (Mrk 14:50ff). Peter denied ever knowing Jesus during his "trial" on the night before his crucifixion (Mrk 14:66ff). 
The disciples were ready to return to their lives as fishermen because they thought it was over (Jn 21:3).
Three days after his burial the tomb was found empty. Each of the gospels reports that Jesus' tomb was found empty (Mt 28: 1-10, Mrk 16:1-8, Lk 24: 1-3; Jn 20:1-10). "But on the first day of the week, at early dawn, they came to the tomb, bringing the spices which they had prepared. 
And they found the stone rolled away from the tomb, but when they entered, they did not find the body of the Lord Jesus" (Lk 24:1-3). 
When it had been reported to the disciples by Mary that the tomb was empty, they came running:
Kita tahu juga bahwa para murid sangat kecewa dengan kematian Yesus. Orang yang mereka telah mengikuti seluruh Israel selama tiga tahun, yang mereka percaya akan menjadi penguasa berikutnya bangsa, baru saja disalibkan. Mereka mengharapkan Mesias yang akan menjadi raja, bukan seorang kriminal untuk dihukum dan dibunuh dengan cara yang paling memalukan. Mereka mungkin merasa bahwa kehidupan mereka telah terbuang selama beberapa tahun terakhir dan mereka telah secara terbuka telah dibuat bodoh. Tentu saja, mereka menyadari bahwa apa yang mereka alami bersama Kristus selama tiga tahun terakhir sangat signifikan. Tapi bagaimana dan apa yang signifikan, mereka belum mengerti. Para murid tersebar ketika Kristus ditangkap di taman Gethsemene (Mrk 14:50 dst). Petrus menyangkal pernah mengenal Yesus selama "sidang"-nya pada malam sebelum penyaliban-Nya (Mrk 14:66 dst). Para murid sudah siap untuk kembali ke kehidupan mereka sebagai nelayan karena mereka pikir itu lebih (Yoh 21:3).
Tiga hari setelah pemakaman-Nya makam itu ditemukan kosong. Setiap laporan Injil bahwa kubur Yesus ditemukan kosong (Mat 28: 1-10, Mrk 16:1-8, Luk 24: 1-3, Yoh 20:1-10). "Tapi pada hari pertama minggu itu, pada waktu fajar awal, mereka datang ke makam, membawa rempah-rempah yang mereka telah mempersiapkan Dan mereka menemukan batu terguling dari kubur., Tetapi ketika mereka masuk, mereka tidak menemukan tubuh Tuhan Yesus "(Luk 24:1-3). Ketika telah dilaporkan kepada para murid dengan Maria bahwa kubur itu kosong, mereka datang berjalan:
Simon Peter therefore came, following him, and entered the tomb and he beheld the linen wrappings lying there, and the face-cloth, which had been on His head, not lying with the linen wrappings, but rolled up in a place by itself. So the other disciple who had first come to the tomb entered then also, and he saw and believed [that the body was gone]. 
For as yet they did not understand the Scripture, 
that He must rise again from the dead. 
So the disciples went away again to their own homes. (Jn 20:6-10)
This recording is significant, but what is more significant is that the events which followed Jesus' resurrection bear witness to the fact that his body was indeed missing.
An historical question confronts us at this point. 
What happened to the body. 
Scholars have generally agreed that the body was indeed gone and many explanations have been put forth to account for this fact. 
The most common response is that it was indeed stolen. But this view is hampered with many problems. 
Who would have stolen it? 
The Jews would not want to steal it. It was they that posted the Roman guard and they had the most to gain by ensuring that Jesus stayed in his tomb 
and his teachings died with him. 
The Romans really had no motivation. It was in Pilate's best interest as a governor 
whose job was in jeopardy to keep his realm quiet, not to mention that the Romans hated the Jewish religious fanaticism.
Simon Petrus karena itu datang, mengikuti dia, dan memasuki makam itu dan ia melihat kain kafan yang terbaring di sana, dan wajah-kain, yang telah di kepala-Nya, tidak terletak dekat kain kafan, tapi digulung di tempat dengan sendirinya. Jadi murid yang lain yang pertama kali datang ke makam mengadakan kemudian juga, dan ia melihat dan percaya [bahwa tubuh telah hilang]. Karena belum lagi mereka tidak mengerti Kitab Suci, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati. Jadi para murid pergi lagi ke rumah mereka sendiri. (Yoh 20:6-10)
Rekaman ini penting, tetapi yang lebih penting adalah bahwa peristiwa-peristiwa yang diikuti saksi kebangkitan Yesus menanggung 'dengan fakta bahwa tubuhnya memang hilang.
Sebuah pertanyaan historis memperhadapkan kita pada saat ini. Apa yang terjadi dengan tubuh. Ulama umumnya sepakat bahwa tubuh itu memang hilang dan banyak penjelasan telah diajukan untuk memperhitungkan fakta ini. Respon yang paling umum adalah bahwa hal itu memang dicuri. Tapi pandangan ini terhambat dengan banyak masalah. Siapa yang mencurinya? Orang Yahudi tidak ingin mencurinya. Itu adalah mereka yang diposting penjaga Romawi dan mereka memiliki keuntungan terbesar dari memastikan bahwa Yesus tinggal di kubur dan ajaran-ajarannya mati dengan dia. Bangsa Romawi benar-benar tidak ada motivasi. Demi kepentingan terbaik Pilatus sebagai gubernur yang pekerjaannya dalam bahaya untuk menjaga negerinya tenang, tidak untuk menyebutkan bahwa orang Roma membenci fanatisme agama Yahudi.
The only reasonable explanation for the missing body is that the disciples stole it. 
But is this plausible? 
These are the same men who scattered when Jesus was arrested. 
They were cowardly. 
They were disillusioned and depressed. And they would need to overpower the Roman guards. 
It is not likely that they would have had the courage or motivation to carry out such a plan. Why would they steal it? 
Possibly they wanted to start a new religion, to gain fame and fortune. This is possible but not likely as we will see. The disciples would have put themselves in great risk to steal the body. 
The Jews and Romans both wanted this disruption stopped, had they believed that the disciples stole the body they would have dragged them into prison and beaten them until they confessed and produced the body. No such thing happened.
A number of incidental details in this account bear the markings of history as opposed to fraud or fiction. 
The gospels do not portray the disciples in a very glamorous light. 
If the disciples had propagated this myth we would expect their own accounts of the events to paint them in a better light than we actually see them in. The disciples were not the first to see the risen Christ rather, a group of women were. 
The disciples were very reluctant to believe that Jesus was alive again when the women reported what they had seen. "Now they were Mary Magdalene and Joanna and Mary the mother of James; also the other women with them were telling these things to the apostles. 
And these words appeared to them as nonsense, and they would not believe them" (Lk 24:10,11). 
Thomas response was, "Unless I shall see in His hands the imprint of the nails, and put my finger into the place of the nails, and put my hand into His side, I will not believe" (Jn 20:25). 
These men knew that when someone died, they were dead. Thomas was no fool.
Satu-satunya penjelasan yang masuk akal bagi tubuh yang hilang adalah bahwa para murid mencurinya. Tapi apakah ini masuk akal? Ini adalah orang yang sama yang tersebar ketika Yesus ditangkap. Mereka adalah pengecut. Mereka kecewa dan tertekan. Dan mereka akan perlu untuk mengalahkan para penjaga Romawi. Hal ini tidak mungkin bahwa mereka akan memiliki keberanian atau motivasi untuk melaksanakan rencana tersebut. Mengapa mereka mencurinya? Mungkin mereka ingin memulai agama baru, untuk mendapatkan ketenaran dan kekayaan. Hal ini dimungkinkan tetapi tidak mungkin seperti yang akan kita lihat. Para murid akan menempatkan diri mereka dalam risiko besar untuk mencuri tubuh. Orang-orang Yahudi dan Roma berdua ingin gangguan ini berhenti, telah mereka percaya bahwa para murid mencuri mayat mereka akan menyeret mereka ke penjara dan dipukuli mereka sampai mereka mengakui dan diproduksi tubuh. Tidak ada hal seperti itu terjadi.
Sejumlah rincian yang terkait dalam akun ini menanggung tanda-tanda sejarah sebagai lawan penipuan atau fiksi. Kitab-kitab Injil tidak menggambarkan murid dalam cahaya yang sangat glamor. Jika para murid telah disebarkan mitos ini kami harapkan account mereka sendiri peristiwa untuk melukis mereka dalam cahaya yang lebih baik daripada kita benar-benar melihat mereka masuk Para murid bukan yang pertama melihat Kristus yang bangkit bukan, sekelompok perempuan. Para murid sangat enggan untuk percaya bahwa Yesus masih hidup lagi ketika perempuan tersebut melaporkan apa yang mereka lihat. "Sekarang mereka Maria Magdalena dan Yohana dan Maria ibu Yakobus, juga wanita-wanita lain bersama mereka menceritakan hal ini kepada para rasul dan kata-kata ini tampaknya mereka sebagai omong kosong, dan mereka tidak akan percaya." (Luk 24:10 , 11). respon Thomas, "Kecuali aku akan melihat di tangan-Nya jejak kuku, dan menaruh jari saya ke tempat kuku, dan menaruh tangan saya pada lambung-Nya, aku tidak akan percaya" (Yoh 20:25). Orang-orang tahu bahwa ketika seseorang meninggal, mereka sudah mati. Thomas tidak bodoh.
It is of crucial importance to notice in all the accounts that the women were the first to see the risen Jesus (Jn 20:11-17; Lk 24:1-9; Mrk 16:1-8; Mt 28:1-7). In the first century women had no legal power as witnesses in a court of law. 
A woman's testimony was unacceptable. But it is to the women that Jesus first appears. 
If the story is fabricated, why choose women, whose testimony no one would accept, to be the first witnesses? Instead of being a story concocted by the disciples for their own gain, it appears to be an historical record of what actually took place.
When Peter stuck his head in the tomb he saw something unique that made him realize that something out of the ordinary had happened there. 
He saw the linen wrappings that Joseph and Nicodemus had used to coat the body. 
This was done by wrapping the body, head to foot, in cloth and caking on the spices and burial ointments which would be reapplied in succeeding days to help the smell of decomposition. 
Peter probably saw the wrappings in the shape of a body without a body inside. But he also saw the head cloth, "rolled up in a place by itself." 
No one stealing the body would have had time to roll up the face cloth and carefully set it aside. 
This is a curious detail that caught Peter's attention.
Hal ini sangat penting untuk melihat di semua account yang perempuan adalah yang pertama untuk melihat Yesus yang bangkit (Yoh 20:11-17, Luk 24:1-9, Mrk 16:1-8; Mt 28:1-7 ). Pada wanita abad pertama tidak memiliki kekuatan hukum sebagai saksi di pengadilan hukum. kesaksian seorang wanita tidak bisa diterima. Tetapi kepada perempuan bahwa Yesus pertama muncul. Jika cerita ini dibuat, mengapa memilih perempuan, yang kesaksian tidak ada yang menerima, menjadi saksi pertama? Bukannya cerita buat oleh para murid untuk memperkaya diri sendiri, tampaknya menjadi catatan sejarah tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Ketika Petrus kepalanya terjebak di dalam kubur ia melihat sesuatu yang unik yang membuat dia menyadari sesuatu yang luar biasa telah terjadi di sana. Ia melihat kain kafan yang Yusuf dan Nikodemus telah digunakan untuk melapisi tubuh. Hal ini dilakukan dengan membungkus badan, kepala hingga kaki, dengan kain dan caking pada rempah-rempah dan salep pemakaman yang akan diterapkan kembali dalam mensukseskan hari untuk membantu bau pembusukan. Petrus mungkin melihat pembungkus dalam bentuk tubuh tanpa tubuh di dalamnya. Tapi ia juga melihat kain kepala, "digulung di suatu tempat dengan sendirinya." Tak seorang pun mencuri tubuh akan memiliki waktu untuk menggulung kain wajah dan hati-hati sisihkan. Ini adalah detail aneh yang menarik perhatian Petrus.
But this was only a foreshadowing of what was to come as Peter and the others personally experienced Jesus Christ in the succeeding days.

And while they were telling these things, He Himself stood in their midst. 
But they were startled and frightened and thought they were seeing a spirit. And He said to them, 
"Why are you troubled, and why do doubts arise in your hearts? 
See My hands and My feet, that it is I Myself; touch Me and see, for a spirit does not have flesh and bones as you see that I have." (Lk 23:36-39)

This is no less remarkable for us today than it was for them. And we can understand their reluctance to accept him. 
But they came to believe that they had witnessed something unique as Jesus appeared to them many times over a period of four days. 
These experiences had a profound impact on their lives.
How their lives changed after they had seen the risen Jesus is another mark of the story's truthfulness. The disciples became the forerunners of a new movement that swept the world. 
They spoke out for the message. They were persecuted for the message and they ultimately gave their lives for this message: Jesus Christ rose from the dead. 
Reliable historical sources tell us that all twelve of the disciples except John died as martyrs. Peter was crucified in Rome. Paul was beheaded. And James was stoned to death, to name a few. This is of crucial importance. If they had pulled off a hoax, why would they go to their graves proclaiming that it actually happened.
Certainly, many have died for a lie. 
Nazis gave their lives for what was false. 
Plenty of other religious followers have died for their faith, but the crucial point here is that the disciples would have known it was a lie, if they had stolen the body or made up the story. 
They all would have died for what they knew was a lie. Is it plausible to believe that not one of them, under the threat of death would have admitted, "we made the whole thing up?" 
What they saw changed their lives. They believed they had seen Jesus Christ rise from the dead.
Tapi ini hanya sebuah bayang-bayang dari apa yang akan datang sebagai Petrus dan yang lain secara pribadi dialami Yesus Kristus pada hari-hari berikutnya.

Dan sementara mereka menceritakan hal-hal ini, Dia sendiri berdiri di tengah-tengah mereka. Tapi mereka terkejut dan takut dan mengira mereka melihat hantu. Dan Dia berkata kepada mereka, "Mengapa kamu bermasalah, dan mengapa keraguan timbul di dalam hatimu Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku, bahwa Aku sendirilah ini;? Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang Anda melihat bahwa saya miliki. " (Luk 23:36-39)

Hal ini tidak kurang luar biasa bagi kita hari ini daripada bagi mereka. Dan kita dapat memahami keengganan mereka untuk menerima dia. Tetapi mereka datang untuk percaya bahwa mereka telah menyaksikan sesuatu yang unik sebagai Yesus menampakkan diri kepada mereka berkali-kali selama empat hari. Pengalaman ini memiliki dampak yang mendalam pada kehidupan mereka.

Bagaimana kehidupan mereka berubah setelah mereka melihat Yesus yang bangkit merupakan tanda dari kebenaran cerita itu. Para murid menjadi pelopor gerakan baru yang melanda dunia. Mereka berbicara keluar untuk pesan. Mereka dianiaya untuk pesan dan mereka akhirnya memberi hidup mereka untuk pesan ini: Yesus Kristus bangkit dari kematian. sumber-sumber sejarah terpercaya memberitahu kita bahwa semua dua belas murid kecuali Yohanes mati sebagai martir. Petrus disalibkan di Roma. Paulus dipenggal. Dan James dilempari batu sampai mati, untuk beberapa nama. Hal ini sangat penting. Jika mereka telah ditarik dari tipuan, mengapa mereka pergi ke kuburan mereka menyatakan bahwa itu benar-benar terjadi. Tentu saja, banyak yang mati untuk kebohongan. Nazi memberikan hidup mereka untuk apa yang palsu. Banyak pengikut agama lain telah mati untuk iman mereka, tetapi titik penting di sini adalah bahwa para murid pasti tahu itu bohong, jika mereka telah mencuri tubuh atau dibuat cerita. Mereka semua akan mati untuk apa yang mereka tahu itu bohong. Apakah masuk akal untuk percaya bahwa tidak salah satu dari mereka, di bawah ancaman kematian akan mengakui, "membuat kita semuanya Facebook?" Apa yang mereka lihat mengubah hidup mereka. Mereka percaya bahwa mereka telah melihat Yesus Kristus bangkit dari antara orang mati.
And because of what they believed they saw, these men who were meek suddenly became powerful spokesmen for Jesus Christ. 
Peter who denied Christ a few weeks earlier preached to over three thousand people in Acts 2.

Men of Israel, listen to these words: 
Jesus the Nazarene, a man attested to you by God with miracles and wonders and signs which God performed through Him in your midst, 
just as you yourselves know--[he is appealing to their common knowledge of Jesus and what he did] this man, 
delivered up by the predetermined plan and foreknowledge of God, you nailed to a cross by the hands of godless men and put Him to death. 
And God raised Him up again, putting and end to the agony of death, since it was impossible for Him to be held in its power. (Acts 2:22-24)

Not only were they now bold spokesmen, but of a fundamentally different religion than Judaism. For a Jew of the first century to change his religion or preach some heretical doctrine would be to risk eternal damnation. (Moreland, p. 172). For us in the twentieth century, we are not surprised by new religions, but this kind of hoax is almost unthinkable in first century Judaism whose culture and beliefs changed slowly (Ibid., p. 180). They were convinced that what they saw and experienced was true.
Dan karena apa yang mereka percaya bahwa mereka melihat, orang-orang yang lemah lembut tiba-tiba menjadi juru bicara yang kuat bagi Yesus Kristus. Petrus yang menyangkal Kristus beberapa minggu sebelumnya diberitakan kepada lebih dari tiga ribu orang dalam Kisah 2.

Hai orang Israel, dengarkan kata-kata ini: Yesus orang Nazaret, seorang pria dibuktikan kepada Anda oleh Allah dengan mukjizat dan keajaiban dan tanda-tanda yang dilakukan Allah melalui Dia di tengah-tengahmu, seperti yang Anda sendiri tahu, - [ia menarik untuk pengetahuan umum mereka Yesus dan apa yang dia lakukan] pria ini, disampaikan oleh rencana yang telah ditetapkan dan rencana Allah, Anda dipaku di kayu salib dengan tangan orang-orang tak bertuhan dan membunuh Dia. Dan Allah telah membangkitkan Dia kembali, menempatkan dan mengakhiri penderitaan kematian, karena tidak mungkin bagi-Nya yang akan diadakan dalam kekuasaannya. (Kisah 2:22-24)

Tidak hanya itu mereka sekarang juru bicara berani, tapi agama secara fundamental berbeda dari Yudaisme. Untuk Yahudi abad pertama untuk mengubah agama atau memberitakan beberapa doktrin sesat akan risiko hukuman kekal. (Moreland, hal 172). Bagi kami pada abad kedua puluh, kita tidak terkejut dengan agama baru, tapi tipuan semacam ini hampir tak terpikirkan dalam Yudaisme abad pertama yang budaya dan kepercayaan berubah perlahan-lahan (Ibid., hal 180). Mereka yakin bahwa apa yang mereka lihat dan alami adalah benar.
What did the disciples see? Could they have seen a vision that they assumed was the risen Christ? Could it have been an hallucination. Because of the strength of the evidence that something did happen that changed the disciples' lives, some critics have suggested the idea that what they saw was an hallucination. There are two problems with this theory: it doesn't match what we know of the account and it doesn't match what we know of the psychology of hallucinations.

J.P. Moreland summarizes the nature of hallucinations well.
First, hallucinations happen to persons who are high-strung, highly imaginative, and nervous. Second, they are linked in an individual's subconscious to his past beliefs and experiences. Third, it is extremely unlikely that two or more people would have the same hallucination at the same time. Fourth, they usually occur at particular places (places of nostalgia which create a reminiscing mood) and they recur over a long period of time. (p. 177)


I would add further that the idea of mass hallucinations has been disproven in modern psychology. 
If you hold that what the disciples saw was an hallucination, then you must acknowledge that they experienced this hallucination in groups of three, four, twelve, and even five hundred people.
Apa yang para murid melihat? Mungkinkah mereka telah melihat visi bahwa mereka menganggap adalah Kristus yang bangkit? Mungkinkah telah halusinasi. Karena kekuatan bukti bahwa sesuatu itu terjadi yang mengubah kehidupan para murid, beberapa kritik telah menyarankan gagasan bahwa apa yang mereka lihat adalah halusinasi. Ada dua masalah dengan teori ini: tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui tentang account dan tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui tentang psikologi halusinasi.

JP Moreland merangkum sifat halusinasi dengan baik.

Pertama, halusinasi terjadi pada orang-orang yang tinggi-tegang, sangat imajinatif, dan gugup. Kedua, mereka yang terkait di bawah sadar individu untuk kepercayaan dan pengalaman masa lalunya. Ketiga, adalah sangat tidak mungkin bahwa dua orang atau lebih akan memiliki halusinasi yang sama pada waktu yang sama. Keempat, mereka biasanya terjadi pada tempat-tempat tertentu (tempat-tempat nostalgia yang menciptakan suasana hati mengenang) dan mereka muncul kembali selama jangka waktu yang panjang. (hal. 177)
Saya akan menambahkan lebih lanjut bahwa gagasan halusinasi massa telah disproven dalam psikologi modern. Jika Anda memegang bahwa apa yang para murid melihat itu halusinasi, maka Anda harus mengakui bahwa mereka mengalami hal ini halusinasi dalam kelompok tiga, empat, dua belas, dan bahkan lima ratus orang.
The hallucination theory does not fit what we know of the disciples' expectations. As I have said earlier, the disciples were not expecting Christ to rise from the dead. 
They had no concept in Judaism of the Messiah rising physically from the dead with the same body, a body they could touch and interact with. 
Nor do the descriptions given in the gospels reflect the kind of vagueness that makes up an hallucination. What they experienced was concrete. 
They could recall and explain it clearly. And because many of them experienced the same thing, separately and together, they could confirm their experiences with each other.

The hallucination theory also fails to explain one other fact: the empty tomb. Had the disciples, and many others, hallucinated Jesus' appearances, the commotion they were causing in Jerusalem could have been easily stopped by producing the body. This is an argument from silence. In other words, there is nothing said in history about whether the Romans and Jews tried to produce Jesus' body. But it is crucial in this case that there is nothing said in recorded history about what happened to Jesus' body other than what we find in the gospels. 
Had Jesus' body been exhumed by the Jews or Romans and presented to the mass of people who were deluded about his resurrection, it is hard to believe that the early church could have gotten started. But the movement did start and the resurrection of Jesus was the grounds on which it began.
Teori halusinasi tidak cocok dengan apa yang kita ketahui dari harapan para murid. Sebagaimana telah saya katakan sebelumnya, para murid tidak mengharapkan Kristus bangkit dari antara orang mati. Mereka tidak konsep dalam Yudaisme tentang Mesias naik fisik dari kematian dengan tubuh yang sama, tubuh mereka bisa menyentuh dan berinteraksi dengan. Juga melakukan deskripsi yang diberikan dalam injil mencerminkan ketidakjelasan jenis yang membentuk sebuah halusinasi. Apa yang mereka alami beton. Mereka bisa mengingat dan menjelaskan dengan jelas. Dan karena banyak dari mereka mengalami hal yang sama, secara terpisah dan bersama-sama, mereka bisa mengkonfirmasikan pengalaman mereka satu sama lain.

Teori halusinasi juga gagal untuk menjelaskan satu fakta lain: makam kosong. Apakah para murid, dan banyak lainnya, hallucinated penampilan Yesus, mereka menyebabkan keributan di Yerusalem bisa saja dengan mudah dihentikan dengan memproduksi tubuh. Ini adalah argumentasi dari kesunyian. Dengan kata lain, tidak ada kata dalam sejarah tentang apakah orang-orang Roma dan orang Yahudi berusaha untuk menghasilkan tubuh Yesus. Tapi itu sangat penting dalam hal ini bahwa tidak ada kata dalam sejarah tentang apa yang terjadi dengan tubuh Yesus yang lain dari apa yang kita temukan dalam Injil. Apakah tubuh Yesus telah digali oleh orang Yahudi atau Romawi dan disajikan dengan massa orang-orang yang tertipu tentang kebangkitan-Nya, sulit untuk percaya bahwa gereja mula-mula bisa mendapatkan dimulai. Tetapi gerakan itu mulai dan kebangkitan Yesus adalah alasan di mana ia dimulai.
Jesus resurrection from the dead was central to their faith. Peter preached the message in Jerusalem as Acts chapter 2 goes on to say, 
"Brethren, I may confidently say to you regarding the patriarch David that he both died and was buried, and his tomb is with us to this day.
" Peter is saying that we know where David's body is. 
We can go and dig it up. 
But Jesus' body is missing. 
Had this not been true, anyone in the audience could have refuted his claim. 
The Jews or the Romans could have opened the tomb and paraded the body through the city to show everyone that the disciples' message was false. 
But they didn't because there was 
no body to find and all of Jerusalem had heard the news (Lk 24:18). 
Even the Jewish historian Josephus writing forty years later comments on Jesus' death.

It is important to note that the message was preached, not in a remote location where no one could verify the account, but it was preached in Jerusalem where all of these events took place and where the story could have easily been falsified or verified.

It is from this location that the church grew. The movement grew very quickly. Acts records three thousand people being baptized in one day (Acts 2:41). On another occasion five thousand people came to believe (Acts 4:4). 
This corresponds to what we know of the growth of the early church and it is one of the reasons historians do not suspect that Jesus was a legend. Legends take many years to accumulate and gain acceptance. Christianity spread immediately. The Jewish authorities were unable to contain its growth because it was so rapid.
Kebangkitan Yesus dari antara orang mati adalah pusat iman mereka. Petrus berkhotbah pesan di Yerusalem sebagai Kisah Para Rasul pasal 2 melanjutkan dengan mengatakan, "Saudara-saudara, saya yakin dapat mengatakan kepada anda mengenai nenek moyang kita Daud bahwa ia baik meninggal dan dikuburkan, dan makamnya adalah dengan kami untuk hari ini." Petrus mengatakan bahwa kita tahu di mana tubuh adalah David. Kita dapat pergi dan menggali itu. Tetapi tubuh Yesus 'hilang. Seandainya ini tidak pernah benar, siapa saja di antara para penonton bisa membantah klaim itu. Orang-orang Yahudi atau orang-orang Romawi bisa telah membuka kubur itu dan diarak tubuh melalui kota menunjukkan kepada semua orang bahwa pesan para murid adalah palsu. Tapi mereka tidak melakukannya karena tidak ada tubuh untuk menemukan dan seluruh Yerusalem telah mendengar berita itu (Luk 24:18). Bahkan sejarawan Yahudi Josephus menulis empat puluh tahun kemudian komentar tentang kematian Yesus.

Penting untuk dicatat bahwa pesan diberitakan, bukan di lokasi terpencil di mana tidak ada yang bisa memverifikasi account, tetapi diberitakan di Yerusalem dimana semua peristiwa ini terjadi dan di mana cerita bisa dengan mudah dipalsukan atau diverifikasi.

Ini adalah dari lokasi ini bahwa gereja tumbuh. Gerakan ini tumbuh sangat cepat. Kisah catatan tiga ribu orang-orang yang dibaptis dalam satu hari (Kis 2:41). Pada kesempatan lain lima ribu orang datang untuk percaya (Kis 4:4). Hal ini sesuai dengan apa yang kita ketahui dari pertumbuhan gereja mula-mula dan merupakan salah satu alasan sejarawan tidak menduga bahwa Yesus adalah legenda. Legenda waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan dan penerimaan keuntungan. Kristen menyebar segera. Para penguasa Yahudi tidak dapat mengandung pertumbuhan karena begitu cepat.
The resurrection of Christ is central to the Christian faith. Without it, there is no Christianity. Paul says, "if Christ has not been raised, then our preaching is vain, your faith also is vain" (I Cor:15:14). Paul who was a vigorous persecutor of the church before seeing the risen Christ maintains that Jesus did rise from the dead. In writing to the Corinthian church he says, 
 
[F]or I delivered to you as of first importance what I also received, that Christ died for our sins according to the Scriptures, and that He was buried, and that He was raised on the third day according to the Scriptures, and that He appeared to Cephas [Peter], then to the twelve. After that He appeared to more than five hundred brethren at one time, most of whom remain until now, but some have fallen asleep [died]; then He appeared to James, then to all the apostles; and last of all . . . He appeared to me also.
(I Cor 15:3-8)


What he is telling his readers is that many people saw Jesus after the resurrection. He is saying, "if you are skeptical you can go and speak with them yourselves because most of them are still alive!" Paul is so confident of what he and the others saw that he is willing to stake everything on this claim. This was not an event that occurred to a few men in a remote location. It happened in a huge metropolitan city and there were many witnesses to verify it.

Kebangkitan Kristus adalah pusat iman Kristen. Tanpa itu, tidak ada kekristenan. Paulus berkata, "jika Kristus tidak dibangkitkan, maka pemberitaan kami sia-sia, iman anda juga sia-sia" (I Kor: 15:14). Paulus yang adalah seorang penganiaya kuat dari gereja sebelum melihat Kristus yang bangkit menyatakan bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati. Dalam menulis kepada jemaat Korintus ia mengatakan,

(Untuk/) atau aku dikirimkan kepada Anda sebagai penting pertama yang saya juga menerima, bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, dan bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga sesuai dengan Kitab Suci, dan bahwa Dia muncul untuk Kefas [Petrus], kemudian ke dua belas. Setelah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara pada satu waktu, yang sebagian besar tetap sampai sekarang, tetapi beberapa telah jatuh tertidur [meninggal], kemudian Dia muncul kepada James, kemudian kepada semua rasul, dan yang terakhir dari semuanya. . . Dia muncul kepada saya juga.
     (I Kor 15:3-8)
Apa dia memberitahu pembacanya adalah bahwa banyak orang melihat Yesus setelah kebangkitan. Dia berkata, "jika Anda ragu Anda dapat pergi dan berbicara dengan mereka sendiri karena sebagian dari mereka masih hidup!" Paulus sangat yakin apa yang dia dan yang lain melihat bahwa dia bersedia untuk semua saham pada klaim ini. Ini bukan sebuah peristiwa yang terjadi pada beberapa orang di lokasi terpencil. Itu terjadi di kota metropolitan yang besar dan ada banyak saksi untuk memverifikasi itu.

Our Response

Christians stake their entire faith on the resurrection of Christ because it is only through this event that forgiveness can come. The gospels and the historical evidence bear out this claim that Jesus rose from the dead. The question is what will you do with the evidence? It has been God's practice to give evidence to those who are willing to respond. Christ appeared to his disciples because they were willing to believe when given enough evidence. He will not give evidence to those who refuse to believe.

And after eight days again His disciples were inside, and Thomas with them. Jesus came, the doors having been shut, and stood in their midst, and said, "Peace be with you." 
Then He said to Thomas, 
"Reach here your finger, and see My hands; and reach here your hand, and put it into my side; and be not unbelieving, but believing." 
Thomas answered and said to Him, "My Lord and my God!" (Jn 20:26-28)

Thomas was willing to accept the evidence he saw. The question is, how much evidence will it take for us. 
As Christ states in the very next verse, "Because you have seen Me, have you believed? 
Blessed are they who did not see, and yet believed."

There is much more evidence for the truth of Christ's message than is presented here. This is only a brief sketch of some of the historical evidence. There is also the evidence of fulfilled prophecy from the Old Testament, as well as other kinds. 
The point is that the evidence exists. If the evidence is weak and unconvincing, then we can throw Christianity out and look elsewhere. 
But if it is true, the message of Jesus Christ applies to us. And we must be willing to submit to it, regardless of what it says about us.

God demands humility from us. 
If he is indeed our Maker, we cannot approach Him with an attitude that is arrogant and demanding. 
We must approach Him on His terms. Christ spelled out those terms: 
mankind is in rebellion toward God and in need of forgiveness. 
This is exactly what Christ came to offer. "Truly, truly, I say to you, he who hears My word, and believes Him who sent Me, has eternal life, and does not come into judgment, but has passed out of death into life (Jn 5:24). 
And also, "I came that they might have life, and might have it abundantly" (Jn 10:10).

Respon kami

Iman orang Kristen seluruh saham mereka pada kebangkitan Kristus karena hanya melalui event ini bahwa pengampunan bisa datang. Injil dan bukti sejarah beruang hal ini mengklaim bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati. Pertanyaannya adalah apa yang akan Anda lakukan dengan buktinya? Telah praktik Tuhan untuk memberikan bukti kepada mereka yang bersedia untuk menanggapi. Kristus menampakkan diri kepada murid-muridnya karena mereka bersedia untuk percaya bila diberikan cukup bukti. Dia tidak akan memberikan bukti kepada mereka yang menolak untuk percaya.

Dan setelah delapan hari lagi murid-murid-Nya berada di dalam, dan Tomas bersama mereka. Yesus datang, pintu-pintu telah ditutup, dan berdiri di tengah-tengah mereka, dan berkata, "Damai sejahtera bagi kamu." Lalu Ia berkata kepada Thomas, "jari di sini Jangkauan Anda, dan melihat tangan-Ku; dan mencapai sini tangan Anda, dan memasukkannya ke sisi saya,. Dan tidak percaya, tetapi percaya" Thomas menjawab dan berkata kepada-Nya, "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yoh 20:26-28)

Thomas bersedia menerima bukti-bukti yang dilihatnya. Pertanyaannya adalah, berapa banyak bukti yang dibutuhkan bagi kita. Seperti Kristus menyatakan dalam ayat yang berikutnya, "Karena engkau telah melihat Aku, telah Anda percaya Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.?"

Ada banyak bukti lebih untuk kebenaran pesan Kristus daripada yang disajikan di sini. Ini hanya sketsa singkat dari beberapa bukti sejarah. Ada juga bukti nubuatan dipenuhi dari jenis Perjanjian Lama, serta lainnya. Intinya adalah bahwa bukti yang ada. Jika bukti lemah dan tidak meyakinkan, maka kita dapat membuang Kristen dan mencari di tempat lain. Tetapi jika itu benar, pesan Yesus Kristus berlaku bagi kita. Dan kita harus bersedia untuk tunduk pada itu, terlepas dari apa yang dikatakannya tentang kami.

Tuhan menuntut kerendahan hati dari kami. Jika dia memang Pencipta kita, kita tidak bisa mendekati-Nya dengan sikap yang sombong dan menuntut. Kita harus mendekati-Nya dengan syarat-Nya. Kristus dibilang istilah-istilah: manusia berada dalam pemberontakan terhadap Allah dan membutuhkan pengampunan. Ini adalah persis apa yang Kristus datang untuk menawarkan. "Sungguh, benar-benar, Aku berkata kepadamu, orang yang mendengar firman-Ku, dan percaya Dia yang mengutus Aku, memiliki hidup kekal, dan tidak datang ke pengadilan, tetapi telah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yoh 5:24). Dan juga, "Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mungkin itu berlimpah" (Yoh 10:10).

Bibliography

Bettenson, Henry, Documents of the Christian Church, Oxford Press, London, 1943.
Delashmutt, Gary, The Xenos Journal, vol. 2, no. 1, Columbus, OH, 1988.
Durant, Will, The Story of Civilization, Simon and Schuster, New York, NY, 1944.
Josephus, Flavius, Antiquities of the Jews, Baker Book House, Grand Rapids, MI, 1974.
McCallum, Dennis, Christianity: The Faith that Makes Sense, Tyndale, Grand Rapids, MI, 1990.
Miethe, Terry L., ed., Did Jesus Rise from the Dead?, Harper and Row, San Francisco, CA, 1987.
Moreland, J.P., Scaling the Secular City, Baker House Books, Grand Rapids, MI, 1987.
Shelly

Bibliography

Bettenson, Henry, Documents of the Christian Church, Oxford Press, London, 1943.
Delashmutt, Gary, The Xenos Journal, vol. 2, no. 1, Columbus, OH, 1988.
Durant, Will, The Story of Civilization, Simon and Schuster, New York, NY, 1944.
Josephus, Flavius, Antiquities of the Jews, Baker Book House, Grand Rapids, MI, 1974.
McCallum, Dennis, Christianity: The Faith that Makes Sense, Tyndale, Grand Rapids, MI, 1990.
Miethe, Terry L., ed., Did Jesus Rise from the Dead?, Harper and Row, San Francisco, CA, 1987.
Moreland, J.P., Scaling the Secular City, Baker House Books, Grand Rapids, MI, 1987.
Shelly
http://www.xenos.org/classes/papers/doubt.htm

A rock-cut tomb with the stone rolled away
 © Glenda Powers - Fotolia.com

Garden Tomb
          The Garden Tomb, Jerusalem
          Photo courtesy of www.HolyLandPhotos.org

EVIDENCE FOR THE RESURRECTION OF CHRIST
A Challenge for Skeptics

[ NOTE: For a response to the book The Empty Tomb: Jesus Beyond the Grave (Prometheus, 2005) by Lowder / Price
see the free 500+ page E-book This Joyful Eastertide: A Critical Review of The Empty Tomb  (PDF) by Steve Hays, et al (c) 2006 ]

A reasonable challenge to the skeptic is this: If it can be proved that Jesus really rose from the dead, will you believe in him? For if he really rose, that validates his claim to be divine and not merely human, for resurrection from death is beyond human power; and his divinity validates the truth of everything else he said, for God cannot lie.

The Strategy of the Argument for the Resurrection: Five Possible Theories

We believe Christ's resurrection can be proved with at least as much certainty as any universally believed and well-documented event in ancient history. To prove this, we do not need to presuppose anything controversial (e.g. that miracles happen). But the skeptic must also not presuppose anything (e.g. that they do not). We do not need to presuppose that the New Testament is infallible, or divinely inspired or even true. We do not need to presuppose that there really was an empty tomb or post-resurrection appearances, as recorded. We need to presuppose only two things, both of which are hard data, empirical data, which no one denies:

I. The existence of the New Testament texts as we have them.
II. The existence (but not necessarily the truth) of the Christian religion as we find it today.

The question is this: Which theory about what really happened in Jerusalem on that first Easter Sunday can account for the data? There are five possible theories: Christianity, hallucination, myth, conspiracy and swoon.

Jesus died --- Jesus rose ---------------------------------- (1) Christianity
Jesus didn't rise --- the apostles were deceived ----- (2) Hallucination
the apostles were myth-makers ------------------------- (3) Myth
the apostles were deceivers ------------------------------ (4) Conspiracy
Jesus didn't die ---------------------------------------------- (5) Swoon

Theories 2 and 4 constitute a dilemma: if Jesus didn't rise, then the apostles, who taught that he did, were either deceived (if they thought he did) or deceivers (if they knew he didn't). The Modernists could not escape this dilemma until they came up with a middle category, myth. It is the most popular alternative today.
Thus either (1) the resurrection really happened, (2) the apostles were deceived by a hallucination, (3) the apostles created a myth, not meaning it literally, (4) the apostles were deceivers who conspired to foist on the world the most famous and successful lie in history, or (5) Jesus only swooned and was resuscitated, not resurrected. All five theories are logically possible, and therefore must be fairly investigated -- even (1) ! They are also the only possibilities, unless we include really far-out ideas that responsible historians have never taken seriously, such as that Jesus was really a Martian who came in a flying saucer. Or that he never even existed; that the whole story was the world's greatest fantasy novel, written by some simple fisherman; that he was a literary character whom everyone in history mistook for a real person, including all Christians and their enemies, until some scholar many centuries later got the real scoop from sources unnamed.
If we can refute all other theories (2-5), we will have proved the truth of the resurrection (1). The form of the argument here is similar to that of most of the arguments for the existence of God. Neither God nor the resurrection are directly observable, but from data that are directly observable we can argue that the only possible adequate explanation of this data is the Christian one.
We shall take the four non-believing theories in the following order: from the simplest, least popular and most easily refuted to the most confusing, most popular and most complexly refuted: first swoon, then conspiracy, then hallucination and finally myth.

Refutation of the Swoon Theory: Nine Arguments

Nine pieces of evidence refute the swoon theory:
(1) Jesus could not have survived crucifixion. Roman procedures were very careful to eliminate that possibility. Roman law even laid the death penalty on any soldier who let a capital prisoner escape in any way, including bungling a crucifixion. It was never done.
(2) The fact that the Roman soldier did not break Jesus' legs, as he did to the other two crucified criminals (Jn 19:31-33), means that the soldier was sure Jesus was dead. Breaking the legs hastened the death so that the corpse could be taken down before the sabbath (v. 31).
(3) John, an eyewitness, certified that he saw blood and water come from Jesus' pierced heart (Jn 19:34-35). This shows that Jesus' lungs had collapsed and he had died of asphyxiation. Any medical expert can vouch for this.
(4) The body was totally encased in winding sheets and entombed (Jn 19:38-42).
(5) The post-resurrection appearances convinced the disciples, even "doubting Thomas," that Jesus was gloriously alive (Jn 20:19-29). It is psychologically impossible for the disciples to have been so transformed and confident if Jesus had merely struggled out of a swoon, badly in need of a doctor. A half-dead, staggering sick man who has just had a narrow escape is not worshiped fearlessly as divine lord and conquerer of death.
(6) How were the Roman guards at the tomb overpowered by a swooning corpse? Or by unarmed disciples? And if the disciples did it, they knowingly lied when they wrote the Gospels, and we are into the conspiracy theory, which we will refute shortly.
(7) How could a swooning half-dead man have moved the great stone at the door of the tomb? Who moved the stone if not an angel? No one has ever answered that question. Neither the Jews nor the Romans would move it, for it was in both their interests to keep the tomb sealed, the Jews had the stone put there in the first place, and the Roman guards would be killed if they let the body "escape."
The story the Jewish authorities spread, that the guards fell asleep and the disciples stole the body (Mt 28:11-15), is unbelievable. Roman guards would not fall asleep on a job like that; if they did, they would lose their lives. And even if they did fall asleep, the crowd and the effort and the noise it would have taken to move an enormous boulder would have wakened them. Furthermore, we are again into the conspiracy theory, with all its unanswerable difficulties (see next section).
(8) If Jesus awoke from a swoon, where did he go? Think this through: you have a living body to deal with now, not a dead one. Why did it disappear? There is absolutely no data, not even any false, fantastic, imagined data, about Jesus' life after his crucifixion, in any sources, friend or foe, at any time, early or late. A man like that, with a past like that, would have left traces.
(9) Most simply, the swoon theory necessarily turns into the conspiracy theory or the hallucination theory, for the disciples testified that Jesus did not swoon but really died and really rose.
It may seem that these nine arguments have violated our initial principle about not presupposing the truth of the Gospel texts, since we have argued from data in the texts. But the swoon theory does not challenge the truths in the texts which we refer to as data; it uses them and explains them (by swoon rather than resurrection). Thus we use them too. We argue from our opponents' own premises.

Refutation of the Conspiracy Theory: Seven Arguments

Why couldn't the disciples have made up the whole story?
(1) Blaise Pascal gives a simple, psychologically sound proof for why this is unthinkable:
"The apostles were either deceived or deceivers. Either supposition is difficult, for it is not possible to imagine that a man has risen from the dead. While Jesus was with them, he could sustain them; but afterwards, if he did not appear to them, who did make them act? The hypothesis that the Apostles were knaves is quite absurd. Follow it out to the end, and imagine these twelve men meeting after Jesus' death and conspiring to say that he has risen from the dead. This means attacking all the powers that be. The human heart is singularly susceptible to fickleness, to change, to promises, to bribery. One of them had only to deny his story under these inducements, or still more because of possible imprisonment, tortures and death, and they would all have been lost. Follow that out." (Pascal, Pensees 322, 310)
The "cruncher" in this argument is the historical fact that no one, weak or strong, saint or sinner, Christian or heretic, ever confessed, freely or under pressure, bribe or even torture, that the whole story of the resurrection was a fake a lie, a deliberate deception. Even when people broke under torture, denied Christ and worshiped Caesar, they never let that cat out of the bag, never revealed that the resurrection was their conspiracy. For that cat was never in that bag. No Christians believed the resurrection was a conspiracy; if they had, they wouldn't have become Christians.
(2) If they made up the story, they were the most creative, clever, intelligent fantasists in history, far surpassing Shakespeare, or Dante or Tolkien. Fisherman's "fish stories" are never that elaborate, that convincing, that life-changing, and that enduring.
(3) The disciples' character argues strongly against such a conspiracy on the part of all of them, with no dissenters. They were simple, honest, common peasants, not cunning, conniving liars. They weren't even lawyers! Their sincerity is proved by their words and deeds. They preached a resurrected Christ and they lived a resurrected Christ. They willingly died for their "conspiracy." Nothing proves sincerity like martyrdom. They change in their lives from fear to faith, despair to confidence, confusion to certitude, runaway cowardice to steadfast boldness under threat and persecution, not only proves their sincerity but testifies to some powerful cause of it. Can a lie cause such a transformation? Are truth and goodness such enemies that the greatest good in history -- sanctity -- has come from the greatest lie?
Use your imagination and sense of perspective here. Imagine twelve poor, fearful, stupid (read the Gospels!) peasants changing the hard-nosed Roman world with a lie. And not an easily digested, attractive lie either. St. Thomas Aquinas says:
"In the midst of the tyranny of the persecutors, an innumerable throng of people, both simple and learned, flocked to the Christian faith. In this faith there are truths proclaimed that surpass every human intellect; the pleasures of the flesh are curbed; it is taught that the things of the world should be spurned. Now, for the minds of mortal men to assent to these things is the greatest of miracles....This wonderful conversion of the world to the Christian faith is the clearest witness....For it would be truly more wonderful than all signs if the world had been led by simply and humble men to believe such lofty truths, to accomplish such difficult actions, and to have such high hopes." (Summa Contra Gentiles, I, 6)
(4) There could be no possible motive for such a lie. Lies are always told for some selfish advantage. What advantage did the "conspirators" derive from their "lie" ? They were hated, scorned, persecuted, excommunicated, imprisoned, tortured, exiled, crucified, boiled alive, roasted, beheaded, disemboweled and fed to lions -- hardly a catalog of perks!
(5) If the resurrection was a lie, the Jews would have produced the corpse and nipped this feared superstition in the bud. All they had to do was go to the tomb and get it. The Roman soldiers and their leaders were on their side, not the Christians'. And if the Jews couldn't get the body because the disciples stole it, how did they do that? The arguments against the swoon theory hold here too: unarmed peasants could not have overpowered Roman soldiers or rolled away a great stone while they slept on duty.
(6) The disciples could not have gotten away with proclaiming the resurrection in Jerusalem -- same time, same place, full of eyewitnesses -- if it had been a lie. William Lane Craig says,
"The Gospels were written in such a temporal and geographical proximity to the events they record that it would have been almost impossible to fabricate events....The fact that the disciples were able to proclaim the resurrection in Jerusalem in the face of their enemies a few weeks after the crucifixion shows that what they proclaimed was true, for they could never have proclaimed the resurrection (and been believed) under such circumstances had it not occurred." (Knowing the Truth About the Resurrection, chapter 6)
(7) If there had been a conspiracy, it would certainly have been unearthed by the disciples' adversaries, who had both the interest and the power to expose any fraud. Common experience shows that such intrigues are inevitably exposed (Craig, ibid).
In conclusion, if the resurrection was a concocted, conspired lie, it violates all known historical and psychological laws of lying. It is, then, as unscientific, as unrepeatable, unique and untestable as the resurrection itself. But unlike the resurrection, it is also contradicted by things we do know (the above points).

Refutation of the Hallucination Theory: Thirteen Arguments

If you thought you saw a dead man walking and talking, wouldn't you think it more likely that you were hallucinating than that you were seeing correctly? Why then not think the same thing about Christ's resurrection?
(1) There were too many witnesses. Hallucinations are private, individual, subjective. Christ appeared to Mary Magdalene, to the disciples minus Thomas, to the disciples including Thomas, to the two disciples at Emmaus, to the fisherman on the shore, to James (his "brother" or cousin), and even to five hundred people at once (1 Cor 15:3-8). Even three different witnesses are enough for a kind of psychological trigonometry; over five hundred is about as public as you can wish. And Paul says in this passage (v. 6) that most of the five hundred are still alive, inviting any reader to check the truth of the story by questioning the eyewitnesses -- he could never have done this and gotten away with it, given the power, resources and numbers of his enemies, if it were not true.
(2) The witnesses were qualified. They were simple, honest, moral people who had firsthand knowledge of the facts.
(3) The five hundred saw Christ together, at the same time and place. This is even more remarkable than five hundred private "hallucinations" at different times and places of the same Jesus. Five hundred separate Elvis sightings may be dismissed, but if five hundred simple fishermen in Maine saw, touched and talked with him at once, in the same town, that would be a different matter. (The only other dead person we know of who is reported to have appeared to hundreds of qualified and skeptical eyewitnesses at once is Mary the mother of Jesus [at Fatima, to 70,000]. And that was not a claim of physical resurrection but of a vision.)
(4) Hallucinations usually last a few seconds or minutes; rarely hours. This one hung around for forty days (Acts 1:3).
(5) Hallucinations usually happen only once, except to the insane. This one returned many times, to ordinary people (Jn 20:19-21:14; Acts 1:3).
(6) Hallucinations come from within, from what we already know, at least unconsciously. This one said and did surprising and unexpected things (Acts 1:4,9) -- like a real person and unlike a dream.
(7) Not only did the disciples not expect this, they didn't even believe it at first -- neither Peter, nor the women, nor Thomas, nor the eleven. They thought he was a ghost; he had to eat something to prove he was not (Lk 24:36-43).
(8) Hallucinations do not eat. The resurrected Christ did, on at least two occasions (Lk 24:42-43; Jn 21:1-14).
(9) The disciples touched him (Mt 28:9; Lk 24:39; Jn 20:27).
(10) They also spoke with him, and he spoke back. Figments of your imagination do not hold profound, extended conversations with you, unless you have the kind of mental disorder that isolates you. But this "hallucination" conversed with at least eleven people at once, for forty days (Acts 1:3).
(11) The apostles could not have believed in the "hallucination" if Jesus' corpse had still been in the tomb. This is very simple and telling point; for if it was a hallucination, where was the corpse? They would have checked for it; if it was there, they could not have believed.
(12) If the apostles had hallucinated and then spread their hallucinogenic story, the Jews would have stopped it by producing the body -- unless the disciples had stolen it, in which case we are back with the conspiracy theory and all its difficulties.
(13) A hallucination would explain only the post-resurrection appearances; it would not explain the empty tomb, the rolled-away stone, or the inability to produce the corpse. No theory can explain all these data except a real resurrection. C.S. Lewis says,
"Any theory of hallucination breaks down on the fact (and if it is invention [rather than fact], it is the oddest invention that ever entered the mind of man) that on three separate occasions this hallucination was not immediately recognized as Jesus (Lk 24:13-31; Jn 20:15; 21:4). Even granting that God sent a holy hallucination to teach truths already widely believed without it, and far more easily taught by other methods, and certain to be completely obscured by this, might we not at least hope that he would get the face of the hallucination right? Is he who made all faces such a bungler that he cannot even work up a recognizable likeness of the Man who was himself?" (Miracles, chapter 16)
Some of these arguments are as old as the Church Fathers. Most go back to the eighteenth century, especially William Paley. How do unbelievers try to answer them? Today, few even try to meet these arguments, although occasionally someone tries to refurbish one of the three theories of swoon, conspiracy or hallucination (e.g. Schonfield's conspiratorial The Passover Plot). But the counter-attack today most often takes one of the two following forms.
I. Some dismiss the resurrection simply because it is miraculous, thus throwing the whole issue back to whether miracles are possible. They argue, as Hume did, that any other explanation is always more probable than a miracle. For a refutation of these arguments, see our chapter on miracles (chapter 5).
II. The other form of counter-attack, by far the most popular, is to try to escape the traditional dilemma of "deceivers" (conspirators) or "deceived" (hallucinators) by interpreting the Gospels as myth -- neither literally true nor literally false, but spiritually or symbolically true. This is the standard line of liberal theology departments in colleges, universities and seminaries throughout the Western world today.

Refutation of the Myth Theory: Six Arguments

(1) The style of the Gospels is radically and clearly different from the style of all the myths. Any literary scholar who knows and appreciates myths can verify this. There are no overblown, spectacular, childishly exaggerated events. Nothing is arbitrary. Everything fits in. Everything is meaningful. The hand of a master is at work here.
Psychological depth is at a maximum. In myth it is at a minimum. In myth, such spectacular external events happen that it would be distracting to add much internal depth of character. That is why it is ordinary people like Alice who are the protagonists of extra-ordinary adventures like Wonderland. That character depth and development of everyone in the Gospels -- especially, of course, Jesus himself -- is remarkable. It is also done with an incredible economy of words. Myths are verbose; the Gospels are laconic (concise).
There are also telltale marks of eyewitness description, like the little detail of Jesus writing in the sand when asked whether to stone the adulteress or not (Jn 8:6). No one knows why this is put in; nothing comes of it. The only explanation is that the writer saw it. If this detail and others like it throughout all four Gospels were invented, then a first-century tax collector (Matthew), a "young man" (Mark), a doctor (Luke), and a fisherman (John) all independently invented the new genre of realistic fantasy nineteen centuries before it was reinvented in the twentieth.
The stylistic point is argued so well by C.S. Lewis in "Modern Theology and Biblical Criticism" (in Christian Reflections and also in Fern-Seed and Elephants) that we strongly refer the reader to it as the best comprehensive anti-demythologizing essay we have seen.
Let us be even more specific. Let us compare the Gospels with two particular mythic writings from around that time to see for ourselves the stylistic differences. The first is the so-called Gospel of Peter, a forgery from around A.D. 125 which John Dominic Crossan (of the "Jesus Seminar"), a current media darling among the doubters, insists is earlier than the four Gospels. As William Lane Craig puts it:
"In this account, the tomb is not only surrounded by Roman guards but also by all the Jewish Pharisees and elders as well as a great multitude from all the surrounding countryside who have come to watch the resurrection. Suddenly in the night there rings out a loud voice in heaven, and two men descend from heaven to the tomb. The stone over the door rolls back by itself, and they go into the tomb. The three men come out of the tomb, two of them holding up the third man. The heads of the two men reach up into the clouds, but the head of the third man reaches beyond the clouds. Then a cross comes out of the tomb, and a voice from heaven asks, 'Have you preached to them that sleep?' And the cross answers, 'Yes.'" (Apologetics, p. 189)
Here is a second comparison, from Richard Purtill:
"It may be worthwhile to take a quick look, for purposes of comparison at the closest thing we have around the time of the Gospels to an attempt at a realistic fantasy. This is the story of Apollonius of Tyana, written about A.D. 250 by Flavius Philostratus....There is some evidence that a neo-Pythagorean sage named Apollonius may really have lived, and thus Philostratus' work is a real example of what some have thought the Gospels to be: a fictionalized account of the life of a real sage and teacher, introducing miraculous elements to build up the prestige of the central figure. It thus gives us a good look at what a real example of a fictionalized biography would look like, written at a time and place not too far removed from those in which the Gospels were written.
"The first thing we notice is the fairy-tale atmosphere. There is a rather nice little vampire story, which inspired a minor poem by Keats entitled Lamia. There are animal stories about, for instance, snakes in India big enough to drag off and eat an elephant. The sage wanders from country to country and wherever he goes he is likely to be entertained by the king or emperor, who holds long conversations with him and sends him on his way with camels and precious stones.
"Here is a typical passage about healing miracles: 'A woman who had had seven miscarriages was cured through the prayers of her husband, as follows. The Wise Man told the husband, when his wife was in labor, to bring a live rabbit under his cloak to the place where she was, walk around her and immediately release the rabbit; for she would lose her womb as well as her baby if the rabbit was not immediately driven away.' [Bk 3, sec 39]
"The point is that this is what you get when the imagination goes to work. Once the boundaries of fact are crossed we wander into fairyland. And very nice too, for amusement or recreation. But the Gospels are set firmly in the real Palestine of the first century, and the little details are not picturesque inventions but the real details that only an eyewitness or a skilled realistic novelist can give." (Thinking About Religion, p. 75-76)
(2) A second problem is that there was not enough time for myth to develop. The original demythologizers pinned their case onto a late second-century date for the writing of the Gospels; several generations have to pass before the added mythological elements can be mistakenly believed to be facts. Eyewitnesses would be around before that to discredit the new, mythic versions. We know of other cases where myths and legends of miracles developed around a religious founder -- for example, Buddha, Lao-tzu and Muhammad. In each case, many generations passed before the myth surfaced.
The dates for the writing of the Gospels have been pushed back by every empirical manuscript discovery; only abstract hypothesizing pushes the date forward. Almost no knowledgeable scholar today holds what Bultmann said it was necessary to hold in order to believe the myth theory, namely, that there is no first-century textual evidence that Christianity began with a divine and resurrected Christ, not a human and dead one.
Some scholars still dispute the first-century date for the Gospels, especially John's. But no one disputes that Paul's letters were written within the lifetime of eyewitnesses to Christ. So let us argue from Paul's letters. Either these letters contain myth or they do not. If so, there is lacking the several generations necessary to build up a commonly believed myth. There is not even one generation. If these letters are not myth, then the Gospels are not either, for Paul affirms all the main claims of the Gospels. Julius Muller put the anti-myth argument this way:
"One cannot imagine how such a series of legends could arise in an historical age, obtain universal respect, and supplant the historical recollection of the true character [Jesus]....if eyewitnesses were still at hand who could be questioned respecting the truth of the recorded marvels. Hence, legendary fiction, as it likes not the clear present time but prefers the mysterious gloom of gray antiquity, is wont to seek a remoteness of age, along with that of space, and to remove its boldest and most rare and wonderful creations into a very remote and unknown land." (The Theory of Myths in Its Application to the Gospel History Examined and Confuted [London, 1844], p. 26)
Muller challenged his nineteenth-century contemporaries to produce a single example anywhere in history of a great myth or legend arising around a historical figure and being generally believed within thirty years after that figure's death. No one has ever answered him.
(3) The myth theory has two layers. The first layer is the historical Jesus, who was not divine, did not claim divinity, performed no miracles, and did not rise from the dead. The second, later, mythologized layer is the Gospels as we have them, with a Jesus who claimed to be divine, performed miracles and rose from the dead. The problem with this theory is simply that there is not the slightest bit of any real evidence whatever for the existence of any such first layer. The two-layer cake theory has the first layer made entirely of air -- and hot air at that.

St. Augustine refutes the two-layer theory with his usual condensed power and simplicity:
"The speech of one Elpidius, who had spoken and disputed face to face against the Manichees, had already begun to affect me at Carthage, when he produced arguments from Scripture which were not easy to answer. And the answer they [the Manichees, who claimed to be the true Christians] gave seemed to me feeble -- indeed they preferred not to give it in public but only among ourselves in private -- the answer being that the Scriptures of the New Testament had been corrupted by some persons unknown...yet the Manicheans made no effort to produce uncorrupted copies." (Confessions, V, 11, Sheed translation)
Note the sarcasm in the last sentence. It still applies today. William Lane Craig summarizes the evidence -- the lack of evidence:
"The Gospels are a miraculous story, and we have no other story handed down to us than that contained in the Gospels....The letters of Barnabas and Clement refer to Jesus' miracles and resurrection. Polycarp mentions the resurrection of Christ, and Irenaeus relates that he had heard Polycarp tell of Jesus' miracles. Ignatius speaks of the resurrection. Puadratus reports that persons were still living who had been healed by Jesus. Justin Martyr mentions the miracles of Christ. No relic of a non-miraculous story exists. That the original story should be lost and replaced by another goes beyond any known example of corruption of even oral tradition, not to speak of the experience of written transmissions. These facts show that the story in the Gospels was in substance the same story that Christians had at the beginning. This means...that the resurrection of Jesus was always a part of the story." (Apologetics, chapter 6)
(4) A little detail, seldom noticed, is significant in distinguishing the Gospels from myth: the first witnesses of the resurrection were women. In first-century Judaism, women had low social status and no legal right to serve as witnesses. If the empty tomb were an invented legend, its inventors surely would not have had it discovered by women, whose testimony was considered worthless. If, on the other hand, the writers were simply reporting what they saw, they would have to tell the truth, however socially and legally inconvenient.
(5) The New Testament could not be myth misinterpreted and confused with fact because it specifically distinguishes the two and repudiates the mythic interpretation (2 Peter 1:16). Since it explicitly says it is not myth, if it is myth it is a deliberate lie rather than myth. The dilemma still stands. It is either truth or lie, whether deliberate (conspiracy) or non-deliberate (hallucination). There is no escape from the horns of this dilemma. Once a child asks whether Santa Claus is real, your yes becomes a lie, not myth, if he is not literally real. Once the New Testament distinguishes myth from fact, it becomes a lie if the resurrection is not fact.
(6) William Lane Craig has summarized the traditional textual arguments with such clarity, condensation and power that we quote him here at length. The following arguments (rearranged and outlined from Knowing the Truth About the Resurrection) prove two things: first, that the Gospels were written by the disciples, not later myth-makers, and second, that the Gospels we have today are essentially the same as the originals.
(A) Proof that the Gospels were written by eyewitnesses:
(1) Internal evidence, from the Gospels themselves:
(a) The style of writing in the Gospels is simple and alive, what we would expect from their traditionally accepted authors.
(b) Moreover, since Luke was written before Acts, and since Acts was written prior to the death of Paul, Luke must have an early date, which speaks for its authenticity.
(c) The Gospels also show an intimate knowledge of Jerusalem prior to its destruction in A.D. 70. The Gospels are full of proper names, dates, cultural details, historical events, and customs and opinions of that time.
(d) Jesus' prophecies of that event (the destruction of Jerusalem) must have been written prior to Jerusalem's fall, for otherwise the church would have separated out the apocalyptic element in the prophecies, which makes them appear to concern the end of the world. Since the end of the world did not come about when Jerusalem was destroyed, the so-called prophecies of its destruction that were really written after the city was destroyed would not have made that event appear so closely connected with the end of the world. Hence, the Gospels must have been written prior to A.D. 70.
(e) The stories of Jesus' human weaknesses and of the disciples' faults also bespeak the Gospels' accuracy.
(f) Furthermore, it would have been impossible for forgers to put together so consistent a narrative as that which we find in the Gospels. The Gospels do not try to suppress apparent discrepancies, which indicates their originality (written by eyewitnesses). There is no attempt at harmonization between the Gospels, such as we might expect from forgers.
(g) The Gospels do not contain anachronisms; the authors appear to have been first-century Jews who were witnesses of the events.
We may conclude that there is no more reason to doubt that the Gospels come from the traditional authors than there is to doubt that the works of Philo or Josephus are authentic, except that the Gospels contain supernatural events.
(2) External evidence:
(a) The disciples must have left some writings, engaged as they were in giving lessons to and counseling believers who were geographically distant; and what could these writings be if not the Gospels and epistles themselves? Eventually the apostles would have needed to publish accurate narratives of Jesus' history, so that any spurious attempts would be discredited and the genuine Gospels preserved.
(b) There were many eyewitnesses who were still alive when the books were written who could testify whether they came from their purported authors or not.
(c) The extra-biblical testimony unanimously attributes the Gospels to their traditional authors: the Epistle of Barnabas, the Epistle of Clement, the Shepherd of Hermes, Theophilus, Hippolytus, Origen, Puadratus, Irenaeus, Melito, Polycarp, Justin Martyr, Dionysius, Tertullian, Cyprian, Tatian, Caius, Athanasius, Cyril, up to Eusebius in A.D. 315, even Christianity's opponents conceded this: Celsus, Porphyry, Emperor Julian.
(d) With a single exception, no apocryphal gospel is ever quoted by any known author during the first three hundred years after Christ. In fact there is no evidence that any inauthentic gospel whatever existed in the first century, in which all four Gospels and Acts were written.
(B) Proof that the Gospels we have today are the same Gospels originally written:
(1) Because of the need for instruction and personal devotion, these writings must have been copied many times, which increases the chances of preserving the original text.
(2) In fact, no other ancient work is available in so many copies and languages, and yet all these various versions agree in content.
(3) The text has also remained unmarred by heretical additions. The abundance of manuscripts over a wide geographical distribution demonstrates that the text has been transmitted with only trifling discrepancies. The differences that do exist are quite minor and are the result of unintentional mistakes.
(4) The quotations of the New Testament books in the early Church Fathers all coincide.
(5) The Gospels could not have been corrupted without a great outcry on the part of all orthodox Christians.
(6) No one could have corrupted all the manuscripts.
(7) There is no precise time when the falsification could have occurred, since, as we have seen, the New Testament books are cited by the Church Fathers in regular and close succession. The text could not have been falsified before all external testimony, since then the apostles were still alive and could repudiate such tampering.
(8) The text of the New Testament is every bit as good as the text of the classical works of antiquity. To repudiate the textual parity of the Gospels would be to reverse all the rules of criticism and to reject all the works of antiquity, since the text of those works is less certain than that of the Gospels.
Richard Purtill summarizes the textual case:
"Many events which are regarded as firmly established historically have (1) far less documentary evidence than many biblical events; (2) and the documents on which historians rely for much secular history are written much longer after the event than many records of biblical events; (3) furthermore, we have many more copies of biblical narratives than of secular histories; and (4) the surviving copies are much earlier than those on which our evidence for secular history is based. If the biblical narratives did not contain accounts of miraculous events, biblical history would probably be regarded as much more firmly established than most of the history of, say, classical Greece and Rome." (Thinking About Religion, p. 84-85)
Conclusions: More Objections Answered

No alternative to a real resurrection has yet explained: the existence of the Gospels, the origin of the Christian faith, the failure of Christ's enemies to produce his corpse, the empty tomb, the rolled-away stone, or the accounts of the post-resurrection appearances. Swoon, conspiracy, hallucination and myth have been shown to be the only alternatives to a real resurrection, and each has been refuted.
What reasons could be given at this point for anyone who still would refuse to believe? At this point, general rather than specific objections are usually given. For instance:

Objection 1 : History is not an exact science. It does not yield absolute certainty like mathematics.

Reply : This is true, but why would you note that fact now and not when you speak of Caesar or Luther or George Washington? History is not exact, but it is sufficient. No one doubts that Caesar crossed the Rubicon; why do many doubt that Jesus rose from the dead? The evidence for the latter is much better than for the former.

Objection 2 : You can't trust documents. Paper proves nothing. Anything can be forged.

Reply : This is simply ignorance. Not trusting documents is like not trusting telescopes. Paper evidence suffices for most of what we believe; why should it suddenly become suspect here?

Objection 3 : Because the resurrection is miraculous. It's the content of the idea rather than the documentary evidence for it that makes it incredible.

Reply : Now we finally have a straightforward objection -- not to the documentary evidence but to miracles. This is a philosophical question, not a scientific, historical or textual question. (See chapter five in this book for an answer).

Objection 4 : It's not only miracles in general but this miracle in particular that is objectionable. The resurrection of a corpse is crass, crude, vulgar, literalistic and materialistic. Religion should be more spiritual, inward, ethical.

Reply : If religion is what we invent, we can make it whatever we like. If it is what God invented, then we have to take it as we find it, just as we have to take the universe as we find it, rather than as we'd like it to be. Death is crass, crude, vulgar, literal and material. The resurrection meets death where it is and conquers it, rather than merely spouting some harmless, vaporous abstractions about spirituality. The resurrection is as vulgar as the God who did it. He also made mud and bugs and toenails.

Objection 5 : But a literalistic interpretation of the resurrection ignores the profound dimensions of meaning found in the symbolic, spiritual and mythic realms that have been deeply explored by other religions. Why are Christians so narrow and exclusive? Why can't they see the profound symbolism in the idea of resurrection?

Reply : They can. It's not either-or. Christianity does not invalidate the myths, it validates them, by incarnating them. It is "myth become fact," to use the title of a germane essay by C.S. Lewis (in God in the Dock). Why prefer a one-layer cake to a two-layer cake? Why refuse either the literal-historical or the mythic-symbolic aspects of the resurrection? The Fundamentalist refuses the mythic-symbolic aspects because he has seen what the Modernist has done with it: used it to exclude the literal-historical aspects. Why have the Modernists done that? What terrible fate awaits them if they follow the multifarious and weighty evidence and argument that naturally emerges from the data, as we have summarized it here in this chapter?
The answer is not obscure: traditional Christianity awaits them, complete with adoration of Christ as God, obedience to Christ as Lord, dependence on Christ as Savior, humble confession of sin and a serious effort to live Christ's life of self-sacrifice, detachment from the world, righteousness, holiness and purity of thought, word and deed. The historical evidence is massive enough to convince the open-minded inquirer. By analogy with any other historical event, the resurrection has eminently credible evidence behind it. To disbelieve it, you must deliberately make an exception to the rules you use everywhere else in history. Now why would someone want to do that?
Ask yourself that question if you dare, and take an honest look into your heart before you answer.

http://www.philvaz.com/apologetics/num9.htm


stone_jars    pilate_inscription 
Stone water jars from the time of Jesus Christ         Inscription with the name of Pontius Pilate
Source: Digging for Jesus, ITV, 2005
  © Flame TV used by kind permission



Kontroversi Makam Yesus
oleh: Romo A. Luluk Widyawan, Pr *


Baru-baru ini di situs www.discovery.com ditampilkan penemuan situs makam Yesus dan Keluarga Kudus. Penemuan itu tepatnya di Yerusalem. Majalah Haarlems Dagblad, terbitan tanggal 23 Februari 2007 lalu menginformasikan lebih jelas. Terbitan itu memuat laporan seorang pembuat film dokumenter asal Kanada. Dalam jumpa pers ia berkeyakinan telah menemukan kuburan dari Yesus asal Nasareth. Ia meyakinkan bahwa penyelidikan tersebut telah memakan waktu yang cukup lama. Penyelidikan itu bahkan dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya para arkeolog, ahli sejarah, pakar tulisan kuno dan spesialis DNA.


Dalam laporan penelitian dikatakan, kuburan yang ditemukan tersebut berada di Talpiot, yang masih dalam wilayah Yerusalem. Didalam gua kecil yang dipercaya sebagai kuburan tersebut, team peneliti menemukan 10 sisa-sisa dari peti mati; di mana tertulis nama-nama di atas sisa-sisa peti tersebut. Nama-nama yang ditemukan diantaranya: Yesus, anak Yosef, Yudah, anak Yesus dan dua kali nama Maria, yang dimaksud adalah Maria Magdalena, dan Maria ibu Yesus. Tak heran, penemuan menghebohkan ini segera menjadi headline harian nasional Israel, Yediot Ahronot.


Aneka Reaksi


Entah sampai kapan, Gereja harus menghadapi aneka kontroversi. Sejak dulu selalu ada kontoversi, jauh sebelum heboh buku The Da Vinci Code karya Dan Brown. Kontroversi teori tentang Yudas sebagai pembuka jalan bagi Yesus menuju kebangkitan yang menyelamatkan yang muncul tahun 2006 lalu, hingga kini penemuan makan Yesus.


Sebenarnya penemuan gua sebagai makam Yesus bukanlah hal yang baru. Gua tersebut telah ditemukan pada tahun 1980. Sejak saat itu dilakukan penyelidikan terus-menerus. Hasilnya adalah film dokumenter berjudul “The Burial Cave Of Jezus” yang dirilis sebagai kerjasama dari Simcha Jacobovici (pemuat film asal Kanada tetapi berdarah Israel), dan James Cameron (pemenang tiga piala Oscar, dan pembuat film Titanic dan The Terminator). Film dokumenter ini, rencananya dalam waktu dekat akan ditayangkan di World Discovery Channel. Di Minggu bulan Maret 2007, tepat di masa menjelang peringatan Paskah, akan dilaksanakan konferensi pers di New York. Bukan tidak mungkin waktu yang tepat dan isu yang menarik, justru akan membuat film tersebut makin laris.


Namun, Amos Kloner, arkeolog asal Israel yang juga terlibat langsung dalam team penelitian gua tua tersebut justru berkomentar, “Memang, tampaknya seperti cerita yang bagus. Tetapi untuk menyebut bahwa penemuan itu sebagai makam Yesus, bukti-bukti yang ada amatlah sedikit.” Karena menurutnya, nama-nama yang ditemukan dalam peti tersebut bukan hal yang istimewa. Sejak 2000 tahun yang lalu, sudah hal yang biasa memberikan nama-nama tersebut bagi orang-orang Yahudi, katanya kepada majalah Haarlems Dagblad. Sementara Paul Verhoeven, sutradara flm asal Belanda, yang juga bekerja di Hollywood mengatakan, “Memang indah untuk menikmati khayalan seperti itu.”


Teori Dan Iman Gereja


Harus diakui, Injil memuat pewartaan mengenai Sabda dan Karya Yesus, yang dapat disebut semacam riwayat hidup Yesus. Injil memuat pula informasi yang ada kaitannya dengan segi kesejarahan tentang kelahiran-Nya, tentang pewartaan-Nya, termasuk juga tentang sengsara, wafat dan yang paling penting, tentang kebangkitan-Nya.


Ada banyak sekali hal, yang dalam Injil hanya dikemukakan secara sangat samar-samar, karena maksud Injil ditulis memang pertama-tama bukan sebagai catatan sejarah, tetapi sebagai pewartaan. Misalnya maksud Injil Yohanes ditulis dalam Yoh 20:30, “Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesus-lah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”


Berkaitan dengan kesejarahan Injil pada khususnya dan Kitab Suci pada umumnya, sikap Gereja jelas. Dei Verbum No. 19. menyebutkan kesejarahan memang penting sekali. Sebab jika tidak, iman kepercayaan kita akan menjadi seperti apa yang dikemukakan Petrus atau Paulus: yakni iman yang hanya didasarkan atas isapan jempol (bdk. 2 Ptr 1:16) atau pada dongeng nenek-nenek tua (bdk. 1Tim 4:7). Data-data sejarah yang termasuk (karena tidak dimaksudkan sebagai tujuan pertama dan utama) dalam pewartaan sabda dan karya Yesus (terutama dalam Injil-injil), banyak sekali yang kemudian dijadikan obyek dan pintu masuk penelitian para ahli, di masa kini. Tentu demi memenuhi rasa ingin tahu dan mencari kebenaran sejarah. Misalnya, sebagaimana pertanyaan yang selalu menginspirasi para ahli semacam tentang bintang yang tampak pada saat kelahiran Yesus. Apakah itu? Komet? Atau meteor? Lalu mereka mulai menyelidiki, entah berdasarkan perhitungan astronomis dapat diidentifikasikan adanya lintasan suatu badan angkasa yang begitu mendekati bumi pada waktu itu. Kapan waktu itu? Pada masa pemerintahan Kaisar Agustus (bdk. Luk 2:1). Kapan persisnya? Pada waktu Kireneus menjabat Wali Negeri di Syria (bdk. Luk 2:2) dan berbagai pertanyaan kritis dan detil lainnya. Pada akhirnya para ahli berteori atau berhipotesa bahwa bintang yang nampak terang benderang pada waktu Yesus lahir itu adalah Comet Halley, atau teori dan hipotesa lainnya, yang beraneka.


Begitu juga tentang tempat Yesus dilahirkan, yang rupanya pasti tidak di suatu rumah (bdk Luk 2:7), tetapi di sebuah tempat tinggal binatang, karena Ia dibaringkan di palungan. Karena pada waktu itu para gembala biasa berteduh bersama ternaknya di gua-gua, maka dicarilah gua di sekitar Bethlehem yang berdasarkan data-data lain. Juga didukung dengan data dari tradisi lisan maupun tradisi tulisan, yang mungkin menjadi petunjuk tempat kelahiran Yesus. Maka orang sampai pada teori dan hipotesa tentang salah satu gua di sana: inilah tempat Yesus dilahirkan. Biasanya, kalau sudah ada teori atau hipotesa sedemikian, apalagi kalau itu sangat mungkin, dan tidak ada argumen atau bukti sebaliknya yang melawannya, orang menerimanya. Tetapi sebagai teori dan hipotesa, bukan sebagai kepastian yang tak dapat diganggu-gugat.


Begitulah yang terjadi tentang makam Yesus. Kitab Suci memuat informasi, bahwa Yesus wafat (bdk. Mat 27:50; Mrk 15:37; Luk 23:46: Yoh 19:30.33-34). Ia dikuburkan (bdk. Mat 27:59-60; Mrk 15:46; Luk 23:53; Yoh 19:42). Sekarang di Yerusalem ada suatu tempat yang dipercaya sebagai kubur Yesus (tempatnya ada di dalam Gereja Makam Yesus) yang menjadi tempat peziarahan terkenal. Pastilah tempat tersebut sejak tahun-tahun pertama kekristenan diteorikan dan dihipotesekan sebagai kubur Yesus dan diterima sebagai yang paling mungkin dan masuk akal.


Teori dan hipotese tersebut tak menjadi masalah. Namun, apakah itu memang makam tempat jenazah Yesus dulu pernah dibaringkan? Tidak ada seorang pun yang bisa memastikannya. Oleh karena itu pencarian kepastian inilah yang diharapkan bisa diperoleh dan boleh tetap berjalan terus. Berbagai penemuan pernah dilaporkan, tentu saja dengan berbagai bukti yang konon tidak bisa dibantah lagi. Namun muncul juga banyak sanggahan dan keberatan terhadap teori atau hipotesa itu. Dan omong kosong sajalah penemuan baru dengan bukti dan data-data itu.


Sekalipun banyak teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru yang muncul, sikap resmi Gereja terkesan tidak terlalu pusing. Karena pada akhirnya aneka penemuan baru tidak mengubah iman kepercayaan kepada Yesus, kebangkitan-Nya dan lain-lain. Memang harus diwaspadai, justru pokok iman inilah yang sering dijadikan sasaran akhir dari aneka teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru.


Penemuan makam Yesus dijadikan alasan, misalnya, untuk menolak percaya kepada Yesus, menolak kebangkitan-Nya, ke-Allah-an-Nya dan lain sebagainya. Karena, ada orang yang memang berusaha untuk mematahkan iman kepercayaan kepada Yesus. Jalan pikirannya sederhana: jika bisa menemukan makam Yesus dan di sana ditemukan tulang-belulang, maka Yesus tidak bangkit, Yesus bukan Allah dan seterusnya. Tak jarang, argumen menentang iman ini disertai dengan kutipan dari Injil supaya lebih meyakinkan. Misalnya memakai kutipan Injil tentang Yesus yang bangkit hanya diberitakan bahwa makam-Nya kosong (bdk. Mat 28; Mrk 16; Luk 24; Yoh 20). Data makam kosong pun dapat menjadi alasan orang berteori dan berhipotesa bahwa Yesus tidak dikuburkan di situ atau Yesus tidak mati, tidak bangkit, maka Yesus bukan Allah, dan lain sebagainya.


Teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru yang muncul sekali lagi tidak perlu memusingkan dan mengubah iman Gereja. Sekalipun banyak teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru selalu ada muncul argumen penentangnya dengan teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti pula.

Harus diakui, dalam sejarah Gereja berabad-abad lamanya, Gereja sudah biasa mendapat berbagai pendapat yang seolah-olah memojokkan dan menyulitkan Gereja. Di era yang sangat modern maka, siapapun, lewat cara apapun dapat mengajukan teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru. Juga dengan bumbu sensasional. Namun Gereja tak mungkin dan tak perlu menanggapi semuanya. Gereja juga menghargai kebebasan berpendapat. Jika terbukti secara meyakinkan bahwa teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru, dalam hal ini tentang makam itu, benar makam Yesus, tetaplah bukan sebuah argumen yang melawan iman Gereja. Iman Gereja adalah satu keyakinan dan yang terpenting, Yesus telah bangkit.


* Imam Praja Keuskupan Surabaya, tinggal di Ponorogo.
sumber : Luluk Widyawan' s Page; http://lulukwidyawanpr.blogspot.com
http://yesaya.indocell.net/id1133.htm



BUKTI KEBANGKITAN YESUS

Bila Yesus mati apakah Dia benar-benar bangkit ? Menurut J.R.W Stott dalam bukunya Karya Kristus bagi kita. Ada empat bukti untuk membuktikan bahwa Ia sudah bagkit yaitu kubur yang kosong, kain kafan, penampakan Yesus dan murid-murid Yesus yang berubah.
I. KUBUR YANG KOSONG
Kalau anda ke Israel dan melihat tempat dimana dahulu Yesus dikuburkan ada tertulis; “Jangan cari orang hidup di tengah-tengah orang mati, Ia sudah bangkit lihatlah kuburNya kosong”. Ketika kita masuk ke kuburan itu, memang kosong. Saya bersyukur Tuhan Yesus tidak ada kuburanNya. Kalau kita melihat, ada tokoh-tokoh agama tertentu yang mati dan tidak bangkit kembali, kemudian beberapa waktu kemudian ditemukan giginya. Di tempat penemuan itu kemudian dibuat kuil sebagai bukti bahwa sang tokoh pernah hidup. Saya bersyukur Tuhan Yesus sudah bangkit. Jadi tidak perlu ada kuburan untuk mengenangNya.
II. KAIN KAFAN
Bagaimana kita dapat membuktikan bahwa Yesus benar-benar bangkit? Mudah saja, and adapt melihat kain kafanNya. Bila orang Israel mati, maka mayatnya akan ditutup dengan dua potong kain kafan, satu kainmenutupi kaki sampai leher dan satu kain lagi menutupi leher sampai kepala, kemudian orang itu akan ditidurkan di sebuah gua. Ketika mendapat laporan dari Maria, bahwa Yesus bangkit, murid-murid nerlari kekuburanNya. Mereka berlari sampai ke dalam dan bertemu dengan malaikat. Kata malaikat kepada mereka, “Lihatlah ! Inilah tempat mereka membaringkan Dia” (Mark 16:6b) Lalu dalam Yohanes 20:6-7, Petrus melihat bahwa kain kafan Yesus masih utuh.
Jika ada yang mencuri mayat Yesus, pastilah kain kafanNya tidak akan utuh lagi. Tetapi anehnya, kain kafan Yesus masih utuh. Gulungannya tetap seperti kepompong, masih utuh dan tidak berantakan sama sekali. Hanya di dalamnya sudah tidak ada tubuh Yesus. Dia sudah bangkit. Posisi kain kafanNya juga tetap seperti semula tidak berubah sedikitpun. Ini membuktikan bahwa bukan manusia yang membuka kain kafan itu tapi Yesus sendiri yang keluar dari kain. Itulah tubuh kebangkitan !.\
III. PENAMPAKAN YESUS
Yesus memperlihatkan diriNya selama 40 hari 40 malam (Kis 1:3) kepada murid-muridNya. Ada yang mengatakan bahwa itu hanyalah ilusi, khayalan, dan tidak benar. Itu hanyalah akal-akalan murid-murid Yesus.
Ilusi atau khayalan hanyalah didapat jika kita terlalu menginginkan sesuatu dan ada suasana yang mendukung. Misalnya, jika anda puasa lebih dari satu hari pasti anda akan lapar sehingga rasa lapar itu, akan merangsang khayalan kita tentang makanan yang enak.
Tetapi pada kasus ini, masalahnya murid-murid Yesus tidak dalam kondisi yang seperti itu. Bahkan sebaliknya, pikiran murid-murid tidak yakin bahwa Yesus bangkit, mereka tidak terlalu terobsesi bahwa Dia akan bangkit. Bahkan mereka diberitahu bahwa perihal Yesus bangkit itu hanyalah omong kosong belaka. Jadi tidak ada suasana yang mendukung murid-murid untuk bisa berkhayal. Merekapun juga tidak pernah menceritakan tentang kebangkitan sebelumnya.
Yang mereka ketahui, bahwa Yesus sudah mati. Dia Mesias. Tetapi ternyata mereka ditinggal sendirian oleh Mesias. Bahkan dua orang murid yang pergi ke kampung Emaus ketika bertemu Yesus setelah kebangkitan, juga tidak dapat mengenaliNya. Padahal mereka sempat bercapak-cakap dengan Tuhan Yesus dan menegur Yesus sebagai satu-satunya orang asing di Yerusalem yang tidak mengetahui tentang apa yang telah terjadi dengan peristiwa penyaliban Yesus. Mereka tidak mengetahui bahwa orang yang mereka ajak berbicara adalah Yesus sendiri, samapi ketika mereka makan bersama dengan Yesus.
“Ketika kami makan bersama, mata kami terbuka dan barulah kami mengetahui bahwa Dia adalah Yesus”. Jadi, apa yang dilihat murid-murid bukanlah khayalan. Kondisi ini jauh dari kondisi untuk menghayal. Kemudian Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-murid, bahkan Yesus berkata kepada Thomas, “Thomas peganglah bekas lukaKu, arahkan dan cucukkan tanganmu ke lambungKu” (Yoh 20:27). Jadi Yesus benar-benar menampakkan diriNya.
IV. MURID-MURID BERUBAH
Yang paling tidak bisa disangkal adalah murid-murid berubah. Orang yang percaya Yesus akan berubah hidupnya, itu yang tidak bisa disangkal.
Kapan Thomas menjadi percaya ? Kisah Para Rasul mengatakan dia percaya waktu melihat Yesus bangkit. Petrus yang telah menyangkal Yesus, hidupnya menjadi lemah dan jauh dari Tuhan tetapi ketika Yesus bangkit, Yesus berkata kepada Maria; “Beritahu kepada murid-muridKu dan juga kepada Petrus.” Mengapa Petrus dipisahkan sendiri ? Karena Yesus mengetahui hidup Petrus hancur setelah menyangkal Yesus tiga kali. Yesus mengetahui hal itu. Itulah sebabnya, Yesus berkata; “Katakan kepada Petrus….” (Markus 16:7).
Pada waktu Maria berbicara dengan Petrus tentang kebangkitan Yesus, Petrus berlari paling cepat. Alkitab mencatat walaupun yohanes duluan sampai, tetapi Petrus lebih dahulu masuk dan melihat kubur Yesus yang kosong. Dan ketika Petrus melihatNya, percayalah dia (Yoh 20:4-8).  
Setelah itu, Petrus berubah. Petrus yang penakut sekarang menjadi pemberani. Akhir hidupnya, Petrus mati disalib terbalik. Markus mati dengan berani ditarik kuda sehingga seluruh tubuhnya lepas. Thomas pergi ke India dan mati di sana dengan cara ditombak. Semua murid-murid Yesus hidup dengan radikal. Bodoh sekali kalau mereka mau mati buat seorang yang tidak benar-benar bangkit.

http://penuai.wordpress.com/2010/07/11/bukti-kebangkitan-yesus/






23 Argumen tentang Keabsahan Sejarah dari Kebangkitan Yesus Kristus

Buku kecil ini dilampirkan secara keseluruhan
Jika benar, kebangkitan Yesus Kristus dari kematian adalah satu-satunya peristiwa yang paling penting dalam sejarah umat manusia, dan oleh sebab itu peristiwa ini merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk ditegakkan sebagai peristiwa sejarah yang otentik. Sebenarnya, kebangkitan adalah poros inti dari iman Kristen, yang menyatukan semua pernyataan dan segala berkat. Jika kebangkitan dapat terbukti sebagai sesuatu yang palsu, Kekristenan akan runtuh seperti sesuatu yang sama sekali buatan manusia dengan sedikit nilai penebusan. Bahkan Yesus tidak akan menjadi contoh dari seorang “guru moral yang baik”, seperti yang dipertahankan oleh beberapa orang, karena prediksi-Nya yang paling penting – bahwa Dia akan bangkit dari kematian – hanyalah sebuah kebohongan.

Sebagai orang Kristen, inti keselamatan kita sebagian besar bergantung pada apa yang dapat diandalkan dari empat catatan sejarah tentang kelahiran, kehidupan, kematian, dan terutama kebangkitan Yesus Kristus. Keyakinan yang teguh dalam kebangkitan sebagai fakta sejarah adalah unsur vital untuk keselamatan kekal kita. Roma 10:9 menyatakan: “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Tuhan telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Kita mempermainkan batu penjuru keselamatan kita ketika kita menerima keraguan tentang keakuratan sejarah dari bagian mana pun di Alkitab. Namun hal yang paling penting adalah bagian-bagian itu yang membuat pernyataan sejarah di mana keselamatan kita bergantung pada hal tersebut.

Oleh sebab itu, mereka yang memperdebatkan bahwa sejarah kebangkitan tidak dapat dibuktikan dan bahkan tidak penting bertentangan dengan kesaksian rasul. Tentu saja, seluruh pelayanan Rasul Paulus dibangun di atas dasar kebangkitan, dan peristiwa perjumpaan pribadinya dengan Kristus yang bangkit yang membuat dia mengembangkan keinsyafan yang tidak dapat disangkal dalam peristiwa yang nyata ini. Dalam ayat-ayat berikut, kami telah menyoroti pernyataan Paulus dengan huruf tebal tentang konsekuensi terhadap iman Kristen jika kebangkitan Kristus, sebenarnya, tidak terjadi.
1 Korintus 15:14-20
(14)
Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.

(15) Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus -- padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan.
(16) Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan.
(17) Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.
(18) Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus.
(19) Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.
(20) Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.
Di dalam hidupnya kemudian, kesaksian Paulus secara terbuka terhadap kebangkitan Yesus Kristus dan proklamasinya terhadap Injil di Efesus menimbulkan sebuah keributan di mana pemerintah Romawi memberikan perlindungan agar dia tidak dibunuh oleh orang-orang Yahudi. Setelah beberapa kali diadili oleh Hukum Romawi, Paulus diperhadapkan dengan Raja Agripa, tingkat banding yang terakhir sebelum berhadapan dengan Kaisar.
Ketika diberikan izin untuk bebas berbicara, dengan semangat berapi-api Paulus menceritakan kisah hidupnya, yang mencapai puncaknya yaitu perjumpaannya dengan Kristus yang sudah bangkit di jalan menuju Damsyik. Lalu Paulus membuktikan kebangkitan Yesus dari nubuatan Perjanjian Lama, namun gubernur Festus, menghentikan dia dan mengatakan bahwa dia tidak waras. Kebenaran yang terkandung dalam jawaban Paulus yang cemerlang masih tetap menghiasi halaman-halaman sejarah manusia.
Kisah Para Rasul 26:25 dan 26
(25)
“Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat!

(26) Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatu pun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil.
Amin! Dan itulah sebabnya, jika disatukan, bukti sejarah berikut ini tentang kebangkitan Yesus Kristus memberikan bukti bahwa itu melampaui keraguan yang logis.

1. Kisah kebangkitan mempunyai lingkaran kebenaran sejarah
Kisah kebangkitan memuat tanda-tanda yang tidak mungkin salah tentang sejarah yang akurat. Sebelum kisah ini, ketika saksi-saksi musuh hadir, mungkin akan membuat sesuatu yang palsu dan berbahaya. Ada suatu persepakatan dalam fakta utama dan berbagai kesaksian yang diberikan, namun semua itu bukan sekadar suatu pengulangan dari beberapa kisah yang baku dengan segala pengaturan penilaian. Sesungguhnya, kisah penampilan kebangkitan Kristus jelas saling berdiri sendiri, seperti yang ditunjukkan oleh perbedaan yang kelihatan. Akan tetapi, dengan pemeriksaan yang teliti dan mendalam, menyingkapkan bahwa penampilan-penampilan ini tidak bertentangan. Henry Morris menulis:
Hukum bukti yang terkenal berkata bahwa kesaksian dari beberapa saksi mata yang berbeda, masing-masing melaporkan dari sudut pandang mereka secara khusus, memberikan bukti yang paling kuat apabila kesaksian itu memuat kontradiksi yang dangkal yang menyelesaikan kontradiksi itu melalui penyelidikan saksama dan secara dekat. Inilah situasi sebenarnya dengan berbagai saksi kebangkitan.
2. Kehidupan dan pelayanan Rasul Paulus adalah kesaksian yang kuat terhadap kebangkitan
Pada saat Paulus bertemu dengan Kristus yang bangkit, dia adalah seorang antagonis yang bersemangat terhadap iman Kristen. Sebagai seorang yang berpendidikan tinggi, dia tidak mudah dibujuk oleh apa saja yang tampak bertentangan atau tidak konsisten dengan tradisi Musa. Dapat dikatakan bahwa mungkin dia adalah orang terakhir di dunia yang menerima ide tentang Mesias yang disalib dan bangkit berdasarkan pengharapan Yahudi pada waktu itu. Fakta bahwa dia menjadi terdorong sepenuhnya terhadap kebangkitan Kristus di mana dia mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuannya yang bangkit adalah suatu bukti yang kuat terhadap kenyataan kebangkitan. Canon Kennett menulis:
Di dalam beberapa tahun setelah penyaliban Yesus, bukti kebangkitan Yesus setidaknya ada di dalam pikiran seorang manusia yang berpendidikan [Rasul Paulus], mutlak tidak dapat dibantah
3. Kubur yang kosong adalah ditentukan secara sejarah
Tidak ada pakar sejarah Perjanjian Baru yang meragukan fakta sejarah bahwa kubur tempat Kristus dibaringkan setelah penyaliban-Nya sudah kosong. Oleh karena itu, hanya ada tiga penjelasan untuk itu. Entah musuh-Nya yang mencuri mayat Yesus, sahabat-sahabat-Nya yang mengambil mayat itu, atau Yesus bangkit dari kematian. Kemungkinan pertama sangat tidak mungkin, karena musuh-musuh-Nya tentu saja akan memamerkan mayat-Nya jika mereka mencurinya, demi untuk mempermalukan murid-murid-Nya, mengakhiri desas-desus tentang kebangkitan-Nya, dan juga menghentikan gerakan agama yang baru yang mengancam tradisi Musa.
Sama halnya juga murid-murid-Nya tidak mungkin mengambil mayat Yesus, karena setelah penyaliban-Nya mereka mengalami kekecewaan yang sangat dalam dan orang-orang yang patah semangat itu tidak percaya bahwa Dia akan dibangkitkan. Adalah mustahil jika mereka dapat berpikir di dalam kondisi seperti ini sehingga mereka menemukan sebuah skema di mana mereka akan mencuri mayat untuk membuat suatu cerita yang jelas tidak mereka percayai.

4. Murid-murid adalah orang-orang Yahudi yang saleh
Murid-murid adalah orang Yahudi yang sangat menjunjung hak istimewa dan kewajiban Yahudi mereka. Oleh karena itu, tidak mungkin mereka akan membuat kelompok untuk mendirikan sebuah agama baru demi keuntungan pribadi. Bagi orang Yahudi abad pertama, tindakan seperti itu sama halnya dengan berbohong melawan Tuhan Israel, seperti yang ditentang Paulus dalam 1 Korintus 15:12-19 (di mana dia menyebut bahwa “berdusta terhadap Tuhan,” berlawanan dengan salah satu hukum dalam Sepuluh Perintah). Untuk seorang Yahudi abad pertama, berdusta terhadap Tuhan dan menyesatkan pewahyuan-Nya berarti mempertaruhkan keselamatan dan partisipasi di masa depan dalam Kerajaan Mesias. Apakah ada orang yang bersedia mempertaruhkan ganjaran ilahi dan menukarnya untuk beberapa tahun dihormati sebagai seorang pemimpin agama baru? Jawabannya tegas sekali tidak.

5. Kesaksian para wanita
Kehadiran para wanita di kuburan adalah bukti kuat bahwa catatan alkitabiah itu benar. Sesungguhnya para wanita tidak mempunyai kredibilitas dalam budaya Yahudi pada abad pertama, dan kesaksian mereka dalam pengadilan dipandang tidak berharga. Misalnya, jika seseorang dituduh melakukan suatu kejahatan di mana hanya disaksikan oleh para wanita, orang itu tidak dapat dihukum berdasarkan kesaksian tersebut. Jika cerita mengenai kebangkitan Yesus adalah sebuah dongeng yang ditambahkan kemudian dalam upaya untuk memberikan keabsahan bagi Kekristenan, mengapa para wanita itu tercatat sebagai saksi pertama yang melihat dan menyaksikan kubur yang kosong, kecuali hal itu sungguh terjadi demikian. Para wanita yang menceritakan kesaksian tentang kebangkitan-Nya yang kemudian disangkal oleh para murid laki-laki sehingga membuat yang terakhir terlihat buruk, dan para laki-laki ini adalah pemimpin-pemimpin pertama dari Jemaat Kristen. Kisah yang ditambahkan kemudian oleh Jemaat tentu saja sudah menempatkan para pemimpin mereka yang pertama berada dalam keadaan yang lebih menyenangkan.

6. Propaganda Yahudi meyakini kubur yang kosong dan mayat yang hilang
Otoritas Bait Tuhan Yahudi membayar orang-orang yang sudah melihat kubur kosong untuk berbohong dan berkata bahwa murid-murid telah mencuri mayat itu, bahkan mereka membunuh banyak dari mereka yang mengkhotbahkan tentang kebangkitan-Nya. Dengan insentif yang berkuasa untuk menghentikan gerakan yang baru, mereka berupaya menghadirkan mayat Yesus tetapi mereka tidak dapat. Faktanya adalah bukan berarti mereka tidak dapat melakukannya tetapi karena Yesus sudah bangkit.

7. Musuh-musuh-Nya berusaha menghadirkan mayat-Nya untuk membungkam orang-orang percaya
Jika Dia tidak bangkit dari kematian, apakah yang akan terjadi dengan mayat-Nya? Jika musuh-musuh-Nya mencuri mayat itu dan tidak pernah memamerkannya secara umum, maka hal itu akan mendorong desas-desus tentang kebangkitan di mana hal itu merupakan berita yang sangat ingin dicegah. Namun bukti yang pasti bahwa musuh-musuh-Nya tidak mengambil mayat-Nya adalah bahwa mereka pasti akan segera menghadirkan mayat itu dengan segala kemeriahan, karena mereka tidak kekurangan apapun untuk mempermalukan kisah itu. Seperti yang dinyatakan William Lane Craig:
“Ini adalah bukti sejarah dengan kualitas yang tertinggi, karena itu bukan berasal dari orang-orang Kristen tetapi dari musuh-musuh iman Kristen mula-mula.”
8. Tidak ada kuburan yang dipuja
Jika Yesus tidak dibangkitkan, mengapa tidak ada catatan tentang murid-murid-Nya memuja kuburan-Nya seperti yang sering kali terjadi kepada para pemimpin agama? Walaupun Tuhan melarangnya, praktik itu terus dilakukan di antara bangsa Israel hingga pada titik di mana Tuhan sendiri menghilangkan tubuh Elia dan Musa agar supaya pengikut mereka tidak memuja kuburan mereka.

9. Seorang sejarawan non-Kristen memberi kesaksian untuk mendukung kebangkitan
Yosephus, sejarawan Yahudi abad pertama, menulis tentang Yesus Kristus dan pertumbuhan Kekristenan sebagai berikut:
Dan ketika Pilatus, dengan dorongan dari orang-orang besar di antara kita, sudah menghukum Dia sehingga disalib, mereka yang sejak semula mengasihi Dia tidak meninggalkan Dia; karena Dia hidup kembali pada hari ketiga; seperti yang dinubuatkan nabi-nabi dan sepuluh ribu hal yang luar biasa berkenaan dengan Dia. Maka, orang-orang Kristen, nama yang diambil dari Dia, tidak punah pada hari ini.
Walaupun beberapa orang sudah berusaha untuk menghilangkan kesaksian sekular yang mendukung sebagai sesuatu yang menipu, ini tidak mungkin karena tulisan Yosephus diterima dengan baik pada masa itu baik oleh orang Yahudi maupun orang Romawi. Bahkan dia diangkat menjadi warga negara Romawi yang terhormat.
Tidak ada catatan tentang keberatan yang diajukan terhadap bagian ini oleh pemfitnah Kekristenan mula-mula, dan menganggap ini sebagai penipuan dan penyisipan terakhir ke dalam tulisan Yosephus, di mana fakta ini pasti akan diperdebatkan secara terbuka dalam literatur pada masa itu. Karena hal ini tidak terjadi, ketiadaan kritik mengecam alasan mereka.
10. Tidak ada penjelasan alternatif dalam sumber non-alkitabiah mula-mula
Tidak ada penjelasan alternatif yang diberikan tentang bangkitnya Jemaat Kristen dalam sumber sejarah mula-mula yang akan berupaya untuk menyajikan kisah “nyata.” Dalam peristiwa di mana cerita itu dipalsukan, dipastikan beberapa kritik atau “mantan-kristen” yang bersungut-sungut akan berupaya memberikan penjelasan alternatif. Akan tetapi satu-satunya penjelasan yang tepat yang pernah diberikan tentang bangkitnya Jemaat yaitu orang Kristen mula-mula percaya Yesus sudah bangkit dari kematian.

11. Catatan alkitabiah tentang penampilan kebangkitan memberikan kesaksian yang sama
Empat Injil dan Rasul Paulus memberikan kesaksian yang sama tentang sepuluh penampilan kebangkitan. Karena catatan-catatan ini selaras dan tidak bertentangan, beban pembuktian diberikan kepada mereka yang berkata bahwa keempat Injil dan Rasul Paulus tidak menyampaikan kebenaran.
Sepuluh penampilan kebangkitan, dalam susunan yang sesuai, adalah sebagai berikut:
  1. Kepada Maria Magdalena (Mrk. 16:9; Yoh. 20:11-18)
  2. Kepada wanita lain (Mat. 28:8-10)
  3. Kepada Petrus (Luk. 24:34; 1 Kor.15:5)
  4. Kepada dua orang di jalan menuju Emaus (Mrk. 16:12; Luk.24:13-35)
  5. Kepada sebelas orang murid (kecuali Tomas – Luk. 24:33-49; Yoh. 20:19-24)
  6. Kepada duabelas murid seminggu kemudian (Yoh. 20:24-29; 1 Kor. 15:5)
  7. Kepada tujuh murid di tepi Danau Tiberias (Yoh. 21:1-23)
  8. Kepada lima ratus pengikut (1 Kor. 15:6)
  9. Kepada Yakobus (1 Kor. 15:7)
  10. Kepada duabelas murid pada saat kenaikan (Kis. 1:3-12)
12. Ide tentang tubuh kebangkitan Kristus sama sekali merupakan konsep asing
Murid-murid sudah cukup sulit percaya bahwa Kristus akan mati dan kemudian bangkit kembali, dan tidak pernah terlintas dalam benak mereka ide tentang Mesias yang mendapat tubuh yang berbeda. Ini sungguh-sungguh tidak dapat dipahami bahwa orang Kristen mula-mula mengarang cerita seperti itu, di mana bahkan hari ini kedengaran seperti ilmu fiksi bagi banyak orang yang meragukan.

13. Pakar modern dan sejarawan mengakui bahwa ada bukti yang kuat tentang tubuh kebangkitan-Nya
J.P. Moreland meneguhkan hal ini dan mengutip pakar yang lain:
Hampir tidak ada pakar Perjanjian Baru hari ini yang menyangkali bahwa Yesus muncul di hadapan sejumlah pengikut-Nya setelah kematian. Beberapa pakar menafsirkan ini sebagai halusinasi subyektif atau penglihatan obyektif yang dianugerahkan oleh Tuhan di mana ini berbeda dengan penglihatan jasmani. Namun tidak ada yang menyangkali bahwa orang-orang percaya mengalami beberapa pengalaman itu. Pakar Perjanjian Baru yang skeptis Norman Perrin mengakui: “Semakin kita mempelajari tradisi yang berkenaan dengan penampilan-penampilan, batu karang yang lebih teguh mulai muncul di atas dasarnya.” Dunn, professor dari Universitas Durham, Inggris, setuju: “Hampir mustahil untuk membantah bahwa akar sejarah Kekristenan terletak pada beberapa pengalaman penampakan dari orang-orang Kristen mula-mula, yang dimengerti oleh mereka sebagai penampakan Yesus, yang dibangkitkan Tuhan dari kematian.”
Thomas Arnold, mantan Professor Sejarah dari Rugby dan Oxford, dan salah satu sejarawan terkenal di dunia, mengatakan pernyataan berikut tentang bukti sejarah kebangkitan Yesus Kristus:
Saya tahu bahwa tidak ada fakta dalam sejarah umat manusia yang dibuktikan dengan lebih baik, lebih lengkap dan mencakup hal-hal terperinci, hingga pemahaman dari seorang penyelidik yang adil, daripada tanda yang luar biasa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita yaitu bahwa Kristus mati, dan bangkit kembali dari kematian.
Simon Greenleaf adalah salah satu orang yang paling dihormati dalam pandangan-pandangan hukum di seluruh Amerika. Dia adalah pakar dalam bidang hukum pembuktian, dan pendiri Sekolah Hukum Harvard. Dia menganalisa kisah dalam Empat Injil tentang kebangkitan Kristus dalam hal keabsahannya sebagai bukti kesaksian yang obyektif, dan menyimpulkan:
Oleh karena itu mustahil jika mereka bersikeras dalam menegakkan kebenaran yang sudah disampaikannya jika Yesus tidak benar-benar bangkit dari kematian, dan mempercayai fakta ini sama seperti terhadap fakta yang lain.
14. Keyakinan pengikut-Nya dalam kebangkitan
Mereka yang pertama kali mencatat kisah bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian percaya bahwa itu adalah sebuah fakta. Mereka meletakkan iman mereka bukan saja pada fakta kubur yang kosong, tetapi pada fakta bahwa mereka sendiri sudah melihat Yesus hidup setelah penguburan-Nya. Dia tidak terlihat sekali atau dua kali, tetapi tercatat sekurangnya sepuluh kali; dan bukan saja kepada satu orang, tetapi kepada kelompok yang terdiri dari dua, tujuh, sepuluh, sebelas dan lima ratus orang.

15. Kematian para pengikut-Nya sebagai martir untuk keyakinan mereka dalam kebangkitan
Orang-orang percaya abad pertama berkhotbah dan bertindak dengan keyakinan akan kebenaran kebangkitan-Nya, banyak dari mereka bahkan menderita karena keyakinan mereka. Jika sahabat-sahabat-Nya sudah mencuri mayat-Nya agar terlihat seperti Dia sudah dibangkitkan, mereka akan sadar bahwa mereka mempercayai sebuah kebohongan, dan orang-orang tidak perlu mati syahid untuk apa yang mereka tahu sebagai suatu kebohongan.

16. Keterpaduan kesaksian dari saksi mata, yang tidak dapat ditipu atau diperdayakan
Beberapa kritik berkata bahwa orang Kristen mula-mula menerima sebuah penglihatan atau halusinasi akan Kristus setelah kematian-Nya, sama halnya dengan orang-orang pada masa kini yang menyatakan telah “melihat” ikon terkenal Elvis Presley. Apakah itu dapat dikatakan penglihatan yang menggembirakan? Sebuah mimpi? Sebuah imajinasi yang meluap karena gembira? Mungkinkah sebuah pemunculan yang aneh secara tiba-tiba? Tidak satu pun dari semua ini yang merupakan suatu kemungkinan, karena berbagai kelompok orang tidak dapat melihat halusinasi yang sama. 500 orang tidak akan mungkin memimpikan impian yang sama pada saat yang bersamaan.
Beberapa apologis Kristen modern membantah bahwa itu tidak relevan apakah Kristus sungguh-sungguh dibangkitkan secara jasmani atau tidak, karena “roh” Nya pergi kepada Tuhan. Diduga Tuhan memberikan sebuah “penglihatan” tentang Kristus kepada para pengikut Kristus bahwa Dia terus hidup “secara rohani” di sisi Tuhan. Konsep yang begitu mistis dan rohani tidak akan memuaskan pikiran murid-murid Ibrani, akan tetapi, mereka percaya orang mati tetap mati hingga dibangkitkan dalam kebangkitan tubuh dan secara jasmani. Hal itu juga telah menempatkan iman Kristen pada dasar yang subyektif dan mistis tanpa pernyataan sejarah dan tidak akan memberi penjelasan bagi kesaksian murid-murid yang enerjik tentang kebangkitan Kristus secara tubuh.

17. Murid-murid yang tidak percaya akan kebangkitan-Nya
Terkecuali Yusuf Arimatea, para pengikut Yesus tidak percaya bahwa Dia akan mati dan kemudian bangkit kembali. Mereka tidak mengharapkan peristiwa itu, dan ketika itu terjadi, pada awalnya mereka tidak percaya. Mereka menganggap hal itu sebagai “cakap angin” (Luk. 24:11 – TL). Mereka tidak percaya hingga mereka harus percaya, ketika mereka berhadapan langsung dengan Tuan yang bangkit. Henry Morris menulis:
Satu hal yang pasti: murid-murid tidak dapat mengarang cerita tentang kebangkitan dari imajinasi mereka sendiri. Sebaliknya, bagaimana pun juga mereka gagal untuk mencegahnya bahkan setelah sejumlah besar persiapan profetis untuk hal itu, baik dari Alkitab maupun dari Kristus. Diperlukan bukti terkuat untuk meyakinkan mereka bahwa hal tersebut benar-benar terjadi.
18. Ide tentang Mesias yang bangkit sulit diterima oleh orang-orang Yahudi dan tidak masuk akal bagi orang-orang Yunani
Gambaran Yesus tidak selaras dengan pandangan yang ada tentang bagaimana Mesias itu (seorang penguasa teokratis yang akan membebaskan Israel dari tekanan orang bukan Yahudi) dan hal itu sulit untuk meyakinkan orang lain akan kebenaran itu. Orang-orang Yunani, dengan doktrin mereka tentang kekekalan jiwa, menganggap ide kebangkitan tubuh sebagai hal yang tidak masuk akal dan tidak penting (Kis. 17:32). Jika murid-murid sudah mengarang sebuah kejadian atau doktrin seputar apa yang diperlukan untuk mendirikan sebuah agama baru, maka seharusnya lebih banyak melibatkan pengharapan sesuai standar yang ada pada saat itu.

19. Dia dapat keluar dari kubur itu hanya melalui kebangkitan
Teori “pingsan” sudah diajukan di mana Yesus hanya mati suri ketika mereka menguburkan Dia, dan Dia “hidup kembali”. Namun dalam kasus itu, Yesus yang dalam keadaan lemah dan kehabisan tenaga, dikurung dalam kuburan yang tertutup rapat, Dia sangat sukar bergerak, apalagi menyingkirkan batu yang sangat berat yang menutupi pintu kubur dan berjalan keluar dari kubur. DIsamping itu , otoritas Romawi telah menutup rapat pintu, dan kalaupun Dia berhasil menyingkirkan batu, penjaga akan menangkap kembali Dia dan melecehkan Dia. Karena tidak ada catatan tentang kejadian ini, maka itu tidak terjadi, karena musuh-musuhNya pasti akan memanfaatkan hal itu.

20. Inti keberadaan dan pertumbuhan Jemaat Kristen akan sia-sia jika Dia tidak bangkit
Beberapa kritik berkata bahwa kebangkitan adalah tambahan kepada cerita Kristus, dikembangkan beberapa tahun kemudian oleh Jemaat untuk memuliakan seorang pahlawan yang sudah meninggal. Namun seperti yang diketahui, dari catatan sejarah di luar Alkitab, bahwa sekte yang dikenal sebagai orang Kristen muncul dalam pemerintahan Tiberius, dan hal yang memunculkan mereka adalah keyakinan mereka bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian.
Kebangkitan bukanlah tambahan kepada iman Kristen, tetapi adalah alasan inti dan dorongan untuk iman Kristen. Mereka meletakkan iman mereka, bukan pada catatan sejarah, tetapi pada apa yang sudah mereka saksikan dengan mata mereka sendiri. Catatan itu adalah hasil dari iman mereka, bukan penyebab iman mereka. Kekristenan tergantung pada fakta sejarah tentang kebangkitan Kristus, karena tanpa hal itu seluruh iman hanyalah sesuatu yang palsu. Jika tidak ada kebangkitan, maka tidak akan ada Perjanjian Baru, dan tidak ada Jemaat Kristen.

21. Murid-murid tidak memperoleh keuntungan apa-apa dengan mengarang cerita palsu dan memulai sebuah agama baru
Para pengikut-Nya menghadapi penderitaan, ejekan, permusuhan dan mati syahid. Berdasarkan hal ini, mereka tidak akan pernah dapat mempertahankan motivasi yang tidak tergoyahkan seperti ini jika mereka tahu bahwa apa yang mereka khotbahkan adalah sebuah kebohongan. Agama memberi upah bagi mereka, tetapi upah itu datang dari keyakinan yang tulus bahwa apa yang mereka hidupi adalah benar.

22. Keterpaduan kesaksian dari para pemimpin orang Kristen mula-mula
Jika kubur yang kosong dan kebangkitan adalah cerita palsu, mengapa paling tidak salah seorang murid memisahkan diri dari yang lain dan memulai versi Kekristenannya sendiri? Atau mengapa paling tidak salah seorang dari mereka menyingkapkan pernyataan bahwa itu adalah dusta? Otoritas Bait Tuhan bersedia membayar banyak kepada siapa saja yang mau membuat informasi seperti itu. Atau jika uang tidak cukup menggiurkan, bagaimana dengan kemungkinan untuk membuktikan bahwa kebangkitan itu adalah sebuah dusta agar menarik para murid supaya mengikuti beberapa pemimpin sekte yang memikat? Sejarah sudah menunjukkan bahwa peranan ini adalah hal yang terkenal, dan ini akan menjadi suatu peluang emas.
Tanpa bukti yang kuat dan persuasif dari kebangkitan, kesatuan yang terus berlanjut dari para pemimpin Kristen mula-mula tidak dapat dijelaskan dalam hal kecenderungan manusia untuk mempromosikan diri mereka sendiri. Asumsi bahwa mereka sekalian setia kepada kebenaran pesan mereka adalah satu-satunya penjelasan yang tepat dari kesatuan mereka yang terus berlanjut dan kurangnya pewahyuan yang palsu. Mereka yang berdusta demi keuntungan pribadi tidak dapat bersatu untuk jangka waktu yang sangat lama, terutama ketika penderitaan muncul untuk menekan keuntungan pribadi tersebut.

23. Semua penjelasan yang bergantian tentang kebangkitan tidak ada kredibilitas
Sehubungan dengan bukti kubur yang kosong, penampilan kebangkitan dan bangkitnya Jemaat Kristen, seorang yang waras harus menyimpulkan bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah fakta sejarah yang kokoh. Dalam pengadilan, bukti seperti itu akan mendorong pengakuan kecuali bukti yang bertentangan dapat diajukan untuk memperkenalkan “keraguan yang beralasan.” Namun semua penjelasan dan teori yang lain sama sekali meragukan dan bertentangan dengan intuisi.
Oleh sebab itu, orang-orang Kristen adalah rasional, masuk akal, dan benar-benar konsisten dengan kesadaran umum ketika mereka meletakkan iman mereka di atas peristiwa sejarah yang ditegakkan secara benar. Bukan saja terdapat bukti sejarah yang mendukung kepada keyakinan itu, tetapi janji akan manfaat yang luar biasa di masa depan kepada mereka yang percaya. Menurut Alkitab, satu-satunya janji yang pasti dari kehidupan kekal untuk umat manusia, baik secara pribadi maupun bersama-sama, tergantung pada keyakinan akan kebangkitan Yesus Kristus. Seperti yang ditulis Halley:
“Sungguh mulia keyakinan sederhana ini yang tercurah atas kehidupan manusia. Pengharapan kita akan kebangkitan dan hidup kekal didasarkan bukan di atas perkiraan filosofi tentang kekekalan, tetapi di atas fakta sejarah.”
http://www.truthortradition.com/bahasa/modules.php?name=News&file=article&sid=6



Link:
 
The Garden Tomb (also known as Gordon's Calvary), located in Jerusalem, outside the city walls and close to the Damascus Gate, is a rock-cut tomb considered by some to be the site of the burial and resurrection of Jesus, and to be adjacent to Golgotha, in contradistinction to the traditional site for these—the Church of the Holy Sepulchre. There is no mention of the Garden Tomb as the place of Jesus' burial before the nineteenth century.
http://en.wikipedia.org/wiki/Garden_Tomb

The Church of the Holy Sepulchre, also called the Church of the Resurrection by Eastern Christians, is a church within the walled Old City of Jerusalem. It is a few steps away from the Muristan.
The site is venerated as Golgotha, (the Hill of Calvary), where Jesus was crucified, and is said to also contain the place where Jesus was buried (the sepulchre). The church has been an important Christian pilgrimage destination since at least the 4th century, as the purported site of the resurrection of Jesus. Today it also serves as the headquarters of the Greek Orthodox Patriarch of Jerusalem, while control of the building is shared between several Christian churches and secular entities in complicated arrangements essentially unchanged for centuries. Today, the church is home to Eastern Orthodoxy, Oriental Orthodoxy and Roman Catholicism. Anglican and Protestant Christians have no permanent presence in the church.]
http://en.wikipedia.org/wiki/Church_of_the_Holy_Sepulchre

The resurrection of Jesus is the belief that Jesus returned to bodily life on the third day following his death by crucifixion. It is a key element of Christian faith and theology. (The resurrection is not to be confused with the Ascension of Jesus into heaven after the resurrection).
In the New Testament, after the Romans crucified Jesus, he was buried in a new tomb but he rose from the dead and appeared to many people over a span of forty days before his return to heaven (Ascension). Christians celebrate the resurrection of Jesus on Easter Sunday, the third day after Good Friday which marks his crucifixion. Easter's date corresponds roughly with Passover, the Jewish observance associated with the Exodus.
In several episodes in the Canonical Gospels Jesus foretells of his coming death and resurrection, and states that it was based on the plan of God the Father. Christians view the resurrection of Jesus as part of the plan of salvation and redemption.
Scholars debate the origin of the resurrection narratives. Some contemporary scholars consider the accounts of Jesus' resurrection to have derived from the experiences of Jesus' followers and of Apostle Paul.
http://en.wikipedia.org/wiki/Resurrection_of_Jesus

Resurrection is the rising again from the dead, the resumption of life. In this article, we shall treat only of the Resurrection of Jesus Christ. (The General Resurrection of the Body will be covered in another article.) The fact of Christ's Resurrection, the theories opposed to this fact, its characteristics, and the reasons for its importance must be considered in distinct paragraphs.
http://www.newadvent.org/cathen/12789a.htm

The stolen body hypothesis posits that the body of Jesus Christ was stolen from his burial place. His tomb was found empty not because he was resurrected, but because the body had been hidden somewhere else by the apostles or unknown persons. Both the stolen body hypothesis and the debate over it presume the basic historicity of the gospel accounts of the tomb discovery. The stolen body hypothesis finds the idea that the body was not in the tomb plausible - such a claim could be checked if early Christians made it - but considers it more likely that early Christians had been misled into believing the resurrection by the theft of Jesus's body.
The hypothesis has existed since the days of early Christianity; it is discussed in the Gospel of Matthew, generally agreed to have been written between AD 70 and 100. Matthew's gospel raises the hypothesis only to refute it; according to it, the claim the body was stolen is a lie spread by the Jewish high priests.
http://en.wikipedia.org/wiki/Stolen_body_hypothesis

The Swoon Hypothesis refers to a number of theories that aim to explain the resurrection of Jesus, proposing that Jesus didn't die on the cross, but merely fell unconscious ("swooned"), and was later revived in the tomb in the same mortal body. Although this hypothesis has not been widely held by scholars, it has had noteworthy advocates for about two hundred years.
http://en.wikipedia.org/wiki/Swoon_hypothesis

The vision hypothesis is a term used to cover a range of theories that question the physical resurrection of Jesus, and suggest that sightings of a risen Jesus were visionary experiences. As the literal bodily resurrection of Jesus is a cornerstone of Christian belief, the vision hypothesis is controversial. It is not accepted by many Christians. Christian apologist scholars Gary Habermas and William Lane Craig question the vision explanations for the resurrection. However, for example, it is accepted by the Jesus Seminar.
http://en.wikipedia.org/wiki/Vision_hypothesis

The term historical Jesus refers to scholarly reconstructions of the 1st-century figure Jesus of Nazareth. These reconstructions are based upon historical methods including critical analysis of gospel texts as the primary source for his biography, along with consideration of the historical and cultural context in which he lived.
http://en.wikipedia.org/wiki/Historical_Jesus

The historicity of Jesus concerns how much of what is written about Jesus of Nazareth is historically reliable. The historicity of Jesus covers a spectrum of ideas that range from "the gospels are inerrant descriptions of the life of Jesus" to "the gospels provide no historical information about Jesus' life including his very existence".
http://en.wikipedia.org/wiki/Historicity_of_Jesus

Religious perspectives on Jesus is the specific significance different religions place on Jesus. The two largest world religions, Christianity and Islam, consider Jesus to have been an important holy figure.
In Christianity, Jesus is generally thought to have divine attributes as the son of God and the Messiah. In Islam, Jesus is considered one of God's most important prophets and the Messiah. Mainstream Judaism considers him to be simply a man. Atheism, Agnosticism, Humanism, Norse paganism and Satanism tend to have a more negative view, although they accept him as being one of the most influential people in history.
http://en.wikipedia.org/wiki/Religious_perspectives_on_Jesus




Tidak ada komentar:

Posting Komentar